Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tudingan Kekerasan Berbasis Gender Salah Arah!

15 November 2022   22:40 Diperbarui: 15 November 2022   22:57 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: republika.co.id

Tudingan Kekerasan Berbasis Gender Salah Arah!

Oleh: Herini Ridianah, S.Pd

Kasus penganiayaan terhadap anak dan istri di Depok, Jawa Barat yang berujung pada kematian sang anak dan luka berat sang istri dianggap sebagai kekerasan berbasis gender yang ekstrim. Hal ini diungkapkan anggota Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat kepada Antara (Sabtu, 5/10/2022). Menurutnya, kekerasan tersebut terjadi sebagai puncak kekerasan dalam rumah tangga. 

Kasus tersebut bukan kriminal biasa, sehingga terhadap pelaku harus diberi sanksi unsur pemberatan. Hal itu karena melanggar hak anak untuk dilindungi orang tuanya dan bebas dari penyiksaan, sebagaimana diamanatkan UU Perlindungan anak. Pelaku juga dianggap telah melakukan kekerasan berbasis gender.

Tudingan tersebut jelas salah arah, karena pada faktanya banyak terjadi kekerasan dengan korban yang sama gendernya, bahkan mengalami nasib yang lebih mengenaskan. Jika public lebih jeli melihat fakta, kasus kekerasan baik yang terjadi di ranah domestik maupun umum, justru disebabkan cara pandang manusia yang sekuler, bukan akibar gender. 

Sekulerisme adalah ide yang memisahkan agama dengan kehidupan. Efeknya manusia akan berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Manusia akan mengalami krisis keimanan yang parah.

Islam mengajarkan bahwa penganiayaan dan pembunuhan tanpa haq adalah dosa besar. Namun, sekulerime telah menggiring manusia untuk memiliki mindset bahwa pelampiasan rasa kekesalan, kebencian, egoisme, dan sejenisnya lebih penting dibanding dengan nyawa manusia. Ditambah fakta kehidupan yang kapitalistik membuat ekonomi menjadi faktor utama paceklik keluarga. 

Kehidupan liberal juga membuat bangunan keluarga rapuh dan rentan terjadi perselingkuhan. Sehingga publik mendapati berbagai jenis kasus KDRT dan pembunuhan yang begitu sadis. Inilah akar kerusakan sistemik yang disebabkan sekulerisme.

Maka tuduhan "kekerasan terhadap istri dan anak sebagai kekerasan gender ekstrem" telah mengaburkan penyebab kekerasan sebenarnya, termasuk penyebab secara sistemik. Pegiat gender selalu mengarahkan penyebab pada ketidaksetaraan gender sebagai bagian upaya untuk menipu umat agar mendukung kesetaraan gender sebagai solusi atas persoalan perempuan dan anak. 

Padahal senyatanya kesetaraan gender hanyalah ilusi. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2020, target planet 50:50 yang diklaim untuk menutupi kesenjangan gender terkait ekonomi membutuhkan 257 tahun.( https://www.dw.com/id)

Sebenarnya kasus KDRT sangat mudah diselesaikan jika diterapkan sistem kehidupan yang benar, yakni islam. Hal ini terlihat dari konsep-konsep praktis yang bisa diterapkan dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara.

Laki-laki dan perempuan dalam pandangan islam memiliki kedudukan yang sama sebagai hamba Allah. Mereka memiliki kewajiban yang sama sebagai hamba Allah, seperti melaksanakan aktivitas dakwah. Namun, adakalanya syariat islam dibebankan berbeda kepada laki-laki dan perempuan. 

Semisal bekerja, pemberian mahar, sebagai qawwam (pemimpin) keluarga adalah kewajiban yang dibebankan kepada laki-laki. Sedangkan perempuan memiliki kewajiban sebagai umm wa rabatul bait, mendidik anak-anaknya, mengurus rumah tangga. Tidak ada konsep kesetaraan gender dalam islam.

Islam menetapkan kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Seorang suami diperintahkan bergaul dengan makruf (baik) dengan istrinya. Kepemimpinan dalam rumah tangga berada di tangan suami. Islam memerintahkan para suami menggunakan berbagai sarana yang bisa mengurangi sikap keras istrinya karena nusyuz mereka. Jika tetap terjadi perselisihan yang tidak mungkin diselesaikan, islam memberi solusi perceraian.

 Penerapan hukum islam dalam keluarga juga butuh kontrol masyarakat dan peran negara. Peran masyarakat terwujud dengan mendakwahkan islam kepada keluarga-keluarga muslim sehingga menjalankan aturan tersebut. Semisal terjadi pertengkaran suami istri, masyarakat bisa menasehati mereka agar menjadikan islam sebagai acuan menyelesaikan problem rumah tangga.

Adapun negara dalam pandangan islam berperan menjadi garda terdepan dalam  menerapkan seperangkat aturan islam, termasuk aturan keluarga sehingga tercipta lingkungan yang sangat kondusif terwujudnya keluarga-keluarga muslim taat syariat. Jika terjadi pelanggaran seperti tindakan kekerasan suami yang mengancam keselamatan bahkan nyawa, negara berkewajiban memberikan sanksi tegas bagi pelaku . 

Efek hukuman ini adalah jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Negara juga wajib mewujudkan perekonomian yang menjamin kesejahteraan keluarga, seperti menciptakan lapangan pekerjaan hingga tidak ada satupun laki-laki yang tidak bekerja.

Selain itu, negara juga wajib menjamin kebutuhan publik seperti Pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara mutlak sehingga semua masyarakat dapat menjangkau layanan tersebut  secara gratis dan berkualitas.

Demikianlah islam memberi solusi atas persoalan KDRT. Sudah seharusnya negeri ini  menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi dalam seluruh masalah umat bukan  kesetaraan gender atau pun lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun