Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menumbuhkan Budaya Baca di Sekolah Demi Kemajuan Bangsa

13 Oktober 2017   06:25 Diperbarui: 22 Oktober 2017   21:32 2399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iqra..!". "Bacalah!" Itulah kata  pertama yang mengawali puluhan ribu kata dalam Al-Qur'an, sekaligus perintah pertama dari Allah SWT untuk umat manusia. Membaca memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Dengan membaca, setiap orang bisa memahami dan mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya. 

Sebaliknya, malas membaca hanya akan menghantarkan manusia pada kondisi serba ketidaktahuan tentang realita yang terjadi dan solusi untuk keluar dari berbagai masalah kehidupan mereka. Akibat lebih jauh jika penyakit malas membaca ini melanda sebuah negeri, maka negeri tersebut akan dilanda kebodohan dan ketertinggalan dari bangsa lain. Bahkan akan berpotensi menjadi bangsa yang terjajah akibat kebodohan tersebut.

Pepatah mengatakan "Buku adalah jendela dunia". Maka membaca adalah cara membuka jendela dunia. Dengan membaca buku, kita bisa mengetahui ragam kehidupan manusia di berbagai belahan dunia. Salah satu "The power of reading the book" adalah bisa menanamkan cita- cita seorang anak SD terpencil untuk bermimpi keliling dunia, hingga akhirnya benar-benar terwujud di kemudian hari. 

Sebagaimana tergambar dalam cuplikan film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel kisah nyata penulisnya. Maka, menumbuhkan budaya baca di Sekolah Dasar adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh bangsa ini dan tidak boleh disepelekan. Karena tidak jarang kita temui seseorang yang berubah kehidupannya berkat terinspirasi kata-kata dari buku yang dibacanya. Bukan tidak mungkin, jika sejak dini anak-anak Sekolah Dasar negeri ini sudah memiliki budaya baca yang baik, maka kelak di kemudian hari mereka akan membawa negeri ini menuju negeri yang bangkit dan memimpin dunia. Itu semua buah dari mimpi besar yang telah mereka miliki sejak mereka mulai pandai membaca.

Sayangnya, hari ini, kondisi minat baca bangsa Indonesia masih memprihatinkan. Berdasarkan studi " Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity padaMaret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca (Kompas.com). Hasil penelitian lain menyebutkan, melansir dari laman ITS, Kamis (24/8/2017), Albertus Eka Putra selaku ketua tim penelitian mengatakan, minat baca siswa sekolah dasar (SD) di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi. "Pada skala dunia, indeks minat baca Indonesia hanya 0,0001 yang berarti setiap 1.000 orang hanya ada satu orang yang punya minat baca," kata Albertus.

Rendahnya minat baca tersebut tentu menjadi alarm yang menggambarkan kualitas pendidikan bangsa ini yang belum baik. Perbaikan kualitas pendidikan merupakan satu dari 17 rencana pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Minat baca pun berkaitan erat dengan parameter tinggi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang salah satunya adalah angka melek huruf pada masyarakat. Terlebih, masih ada sekitar 3,4 juta penduduk Indonesia yang masih buta aksara. Hal tersebut disampaikan Mendikbud, Pak Muhadjir Effendy dalam acara puncak Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) di GOR Ewangga, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (8/9/2017).

Di zaman era digital saat ini, banyak faktor yang mengalihkan perhatian anak dari kegiatan membaca. Faktor perkembangan teknologi, peran keluarga, peran sekolah, lingkungan dan negara memiliki andil terhadap rendahnya minat baca pada anak. Perkembangan teknologi telah menghanyutkan masyarakat pada keasyikan berselancar di dunia maya (facebook, twitter, instagram) dibandingkan membaca buku.

Hambatan lainnya, saat ini anak-anak balita justru sudah salah dalam pola pengasuhannya. Aktivitasnya di rumah tidak jauh dari gadget atau menonton TV. Alih-alih gemar membaca, yang terjadi justru sejak dini mereka sudah kecanduan TV, kecanduan gadget dan game . Tentu saja ini berakibat buruk pada keterampilan sosial dan menyebabkan fungsi otak yang berkait dengan pengendalian emosi dan problem solving juga menjadi kurang berkembang. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan Linda Pagani, PhD, professor of health psychology dari University of Montreal.

Tak ada kata terlambat untuk bangkit dari kondisi terpuruk ini. Butuh kerjasama dari semua komponen negeri untuk meningkatkan kemampuan membaca (reading ability), minat baca (reading interest), kebiasaan membaca (reading habits) hingga membaca menjadi gaya hidup dan budaya bangsa Indonesia. Budaya baca tidak serta merta ada dengan sendirinya pada anak-anak sekolah. Butuh upaya sistematis yang berkesinambungan untuk mewujudkannya. Keteladanan orangtua dalam menanamkan minat baca sejak dini, terlebih kebiasaan membaca ibu sejak mengandung berpengaruh pada janin. Kebiasaan lingkungan sekitar, kebijakan sekolah hingga kebijakan pemerintah, semuanya harus bersinergi.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan minat baca pada anak Sekolah Dasar, diantaranya:

a. Peran Keluarga

Seorang ibu yang peduli terhadap kualitas generasi, hendaknya membiasakan membacakan buku, terlebih al-Qur'an pada anaknya sejak dalam kandungan. Hal ini akan meningkatkan pengembangan bahasa dan kecerdasan sejak dini. Di masa golden age , orangtua berperan besar dalam menumbuhkan minat membaca sejak dini, yaitu dengan mengenalkan buku-buku yang sesuai dengan usia anak. Mulai dari buku yang bisa berubah bentuk (Convertible book), Busy Book yang menyediakan bermacam kegiatan kreatif di dalamnya, buku suara-suara (Noisy book) yang berbunyi ketika disentuh gambarnya, buku piano untuk bermain musik, dan Pop-up book dengan ilustrasi seru yang muncul di setiap halamannnya.

Jika harga buku dirasa mahal, maka salah satu solusinya adalah berburu buku di pasar buku bekas. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Sebagai contoh, jika majalah anak-anak yang baru harganya Rp 12.000--Rp 15.000, maka jika beli yang secondatau yang lawas harganya bisa hingga Rp 2.500,-. Padahal majalah tersebut kondisinya masih bagus dan hanya karena sudah terbit sebulan lalu misalnya, sehingga ditarik dari pasaran. Menjadikan buku sebagai oleh-oleh dari orangtua adalah kebiasaan baik untuk menanamkan kecintaan mereka terhadap buku.

Sediakanlah waktu luang secara rutin untuk membacakan buku pada anak dengan cara yang menyenangkan. Lama-kelamaan anak akan berkeinginan membaca buku sendiri. Saat itulah anak mulai jatuh cinta pada buku. Tugas orangtua kemudian, memastikan apa yang dibaca anak dapat dipahami dengan baik. Caranya, tunjukkan apresiasi terhadap kegiatan membaca anak. Kegiatan mendongeng oleh orangtua sebelum anak tidurpun akan membantu anak bagaimana membaca cerita dengan intonasi yang tepat, sehingga pada waktunya anak akan mampu melakukan story telling.

Waktu liburanpun bisa dimanfaatkan untuk menyelipkan kegiatan membaca bersama, misalnya ketika olahraga pagi di acara Car Free Day biasanya ada mobil perpustakaan keliling, maka singgahlah dan bacalah buku disana. Ini adalah salahsatu cara belajar menyenangkan bagi anak (fun learning). Jika kebiasaan membaca pada anak sudah mulai tumbuh, maka buatlah target membaca pada anak secara bertahap. Tingkatkan kemampuan membacanya agar bisa membaca cepat, sehingga kelak bisa memahami isi banyak buku dalam waktu yang singkat. Hal ini bisa menjadi bekal baginya kelak untuk menjadi penulis yang piawai menuangkan intisari apa yang telah dibacanya ke dalam tulisan.

b. Peran Sekolah

Sekolah adalah tempat untuk menguatkan dan meneruskan kebiasaan baik yang sudah terbentuk dari rumah. Beberapa upaya yang bisa dilakukan pihak sekolah, yaitu:

Ada baiknya di setiap kelas dibuat perpustakaan mini yang menarik. Rak-rak buku  terbuat dari kardus yang dihias sesuai kreatifitas siswa. Secara bergantian beberapa siswa diberi tanggungjawab untuk mengelolanya, mulai dari pengadaan, peminjaman, dan pengembalian buku oleh siswa yang lain. Ide perpustakaan mini ini telah dipraktekan di salahsatu SD di Makasar dan terbukti menambah minat baca anak.

Penerapkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) bisa dilakukan dengan diberlakukannya jam literasi. Siswa diwajibkan membaca selama 10 menit di dalam kelas sebelum dimulainya jam pelajaran. Kegiatan ini dikoordinir oleh walikelas masing-masing. Setiap anak dapat menuliskan ringkasan apa yang telah dibacanya. Bahkan,  di Jepang tradisi ini sudah sangat lama dilakukan pada murid SD disertai reward dan punishment. Ternyata, dalam jangka panjang sudah terbukti cukup efektif dalam menanamkan kebiasaan membaca (reading habits) sejak dini. 

Perpustakaan sekolah harus dibuat semenarik mungkin sehingga menjadi tempat favorit siswa. Warna dinding yang terang, tata ruang yang menarik, hiasan dinding yang cantik. Sesuai karakter anak SD yang lincah, maka agar mereka nyaman membaca, sebaiknya sediakan karpet besar dengan warna mencolok dengan bantal-bantal besar, seperti ruang baca mereka di rumah. 

Tak perlu meja kursi yang tertutup kanan kirinya, seakan tak mau diganggu. Rak-rak tempat buku pun dibuat menarik dan tingginya tidak melebihi rata-rata tinggi mereka. Upayakan perpustakaan sekolah berupa ruangan besar dengan sirkulasi udara yang baik dan sinar matahari yang cukup. Penjaga perpustakaannya pun haruslah seorang yang ramah dan dekat dengan siswa.

Sekolah bisa mengadakan ajang kompetisi membaca, mulai dari membaca cepat dan benar, story telling,membaca puisi, lomba meresensi buku. Kegiatan tersebut dilengkapi juga acara pameran buku murah dan berkualitas dengan mengundang penulis buku yang berbagi cerita tentang manfaat membaca. Bisa pula dengan mengundang profesi lainnya yang terkait dengan kebiasaan membaca, misalnya: penerjemah buku-buku asing, pendongeng, dan sejenisnya. Hal ini bermanfaat bagi siswa untuk memberikan gambaran sejak dini bahwa membaca itu penting dan banyak manfaatnya di masa depan.

Beberapa negara maju dengan peringkat literasi tinggi, memiliki kebiasaan di sekolah yang bisa kita tiru. Salahsatunya, di Australia, ada motto " tidak sekedar ABC" sebagai motto dari program Library Day,setiap hari Kamis. Pada hari itu, setiap anak meminjam buku 1 buku untuk seminggu ke depan. Tak sekedar dibaca, namun anak ditugasi mencari kosakata baru, membuat kalimat, dan membuat ringkasan buku tersebut dengan bahasa sendiri. Tugas ini bisa diterapkan untuk siswa SD kelas 5 dan 6.

c. Peran masyarakat

Kebiasaan lingkungan masyarakat tempat tinggal berpengaruh besar pada minat dan perkembangan anak, terutama siswa SD. Harus ada gerakan peduli untuk negeri hingga level masyarakat terkecil yaitu RT. Gerakan pemberantasan buta huruf, pengadaan Taman Bacaan yang ramah anak di kantor RW, bisa digalakan. Gerakan sedekah buku untuk anak-anak jalanan juga bisa dilakukan. Para Remaja masjid dan Karang Taruna bisa menjadi bagian dari gerakan komunitas membaca yang merangkul anak-anak usia SD.

d. Peran negara

Gerakan Indonesia Membaca dan berbagai program yang telah pemerintah lakukan memang patut diapresiasi dan didukung. Namun, salahsatu PR pemerintah adalah menghasilkan kebijakan yang dapat mengentaskan kemiskinan. Karena, bagaimanapun kemiskinan telah mengalihkan perhatian keluarga miskin untuk lebih memprioritaskan urusan perut dibandingkan mengisi akal mereka dengan aktivitas membaca.

Pemerintah pun harus menjadi pihak yang mengayomi penerbit dan penulis untuk lebih produktif dan semangat berkarya. Rasa ketidakadilan tingginya pajak yang dialami penulis di Indonesia masih menjadi PR yang harus diselesaikan. Kebijakan politik pemerintah masih harus terus ditingkatkan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kemajuan perbukuan nasional. Minat baca pun akan tumbuh seiring bergairahnya dunia penerbitan buku.  

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa semua pihak harus bersinergi, bekerjasama mewujudkan generasi yang haus ilmu. Menumbuhkan budaya baca pada anak-anak Sekolah Dasar adalah tanggung jawab bersama demi kemajuan bangsa. Maka, semua pihak harus bergerak dengan penuh kesungguhan mewujudkan budaya baca menjadi identitas bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun