Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cukur Gundul, Sujud Syukur OTT, dan Memulihkan Citra KPK

21 Desember 2023   07:33 Diperbarui: 21 Desember 2023   11:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sebanyak 18 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Provinsi Maluku Utara dan Jakarta Selatan pada Senin, 18 Desember 2023. Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara, dan pihak swasta diamankan dalam giat tersebut. Diketahui, tangkap tangan KPK di Maluku Utara dan Jakarta ini terkait dugaan suap jual beli jabatan dan proyek pengadaan barang dan jasa, dikutip dari kompas.com.

Demikian diberitakan terkait operasi senyap KPK kali ini. Tentu, seperti operasi tangkap tangan sebelumnya, para pihak yang ditangkap, di bawa ke Jakarta, kemudian juru bicara KPK atau pejabat KPK akan menyampaikan berita tersebut dan meminta waktu 1X24 jam untuk menentukan status para pihak tadi, siapa yang dijadikan tersangka, saksi dan barang bukti serta konstruksi pasal beserta kronologis tindak pidana korupsi yang dilakukan.

Sebuah rutinitas pascadilakukan OTT. Namun, kali ini OTT tersebut, dengan menyasar pada pejabat setingkat Gubernur, di tengah ironi yang terjadi pada lembaga KPK, pascapenetapan Ketua KPK sebagai tersangka dugaan pemerasan Mantan Menteri Pertanahan, SYL tentu mempunyai makna lain. Apa itu?

Pertama, tentu sebagai lembaga anti rasuah, KPK ingin menunjukan pada publik tentang eksistensinya. Dengan operasi tangkap tangan, menunjukan KPK masih ada dan bertaring. Untuk menguatkan ini, tentulah KPK akan memerankan dirinya kembali sebagai simbol pemberantasan korupsi negeri ini. Penindakan atau law enforcement, dengan bentuk OTT ataupun case building atas perkara-perkara yang kakap, diyakini akan kembali memulihkan citra KPK.

Kedua, meskipun tugas KPK tidak hanya melulu dalam bentuk penegakan hukum atau penindakan, fungsi represif ini lebih seksi dan menarik perhatian publik. Publik melihat KPK yang figure ber-rompi coklat muda strip putih bertulis KPK, dengan huruf capital K warna hitam P warnah merah dan K kembali warna hitam. Di setiap pergerakan, pegawa KPK mengenakan masker, sarung tangan dan membawa koper, sebagai tempat Wadah dokumen atau barang lain yang di sita atau berisi tools-kit saat penggeledahan di TKP atau tempat lain yang diduga ada hubungan dengan perkara yang sedang ditanganinya. Gambaran seperti ini, sudah bertahun-tahun, menjadi mind-set dalam penggambaran kegiatan KPK.

Ketiga, guna akselerasi atau percepatan pemulihan citra KPK, maka tidak ada jalan lain kecuali sepi ing pamrih, rame ing gawe- peribahasa Jawa, yang maknanya adalah berkegiatan dengan iklas tanpa mengharapkan apresiasi atau imbalan. Artinya, sebaiknya KPK lebih mengedepankan core bussinesnya yang sudah menjadi mind set publik tadi-tindakan represif-OTT, dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya seremonial. Ini bukan berarti menafikan peran preventif, namun skala prioritas guna akselerasi pemulihan citra, melakukan kegiatan yang mewakili kegeraman publik atas korupsi di negeri ini.

Analog mudahnya adalah publik akan sangat "terpuaskan" melihat pejabat korup ditangkap, digelandang ke Gedung Merah Putih, ketimbang disuguhi kegiatan-kegiatan yang seremonial dilakukan pejabat-pejabat KPK. Karena apa? Sudah menjadi branding atau brand image KPK yang OTT. Bila ini, secara kuantitas dan kualitas ditingkatkan, sebagaimana data dari KPK, Selama era Agus Rahardjo, jumlah OTT KPK pada 2016-2019 berkisar antara 17-30 kali per tahun, rekor terbanyak dalam sejarah lembaga tersebut.

Era sebelum atau sesudah periode tadi, jumlah OTT menurun. Tentu menjadi sebuah "variable" penilaian publik dalam menilai keberhasilan lembaga KPK. Meskipun ada variable lain yang tidak bisa dinafikan. Mengapa OTT KPK terasa membumi bagi citra KPK itu sendiri? Setiap OTT dilakukan, minimal masyarakat atau lembaga tempat OTT dilakukan-locus delicti-nya, akan tergetar. Seperti terjadi gempa, efeknya akan berdampak pada sekitarnya.

Bila OTT terjadi di tingkat propinsi, minimal para Gubernur lain akan terkena efek psikologisnya, berikut perangkat dinas dan pihak yang terkait. Demikian juga masyarakat di sana. Bukankah sering diberitakan ketika ada pejabat tertentu tertangkap OTT KPK mereka ada yang merasakan dengan sujud syukur, menggundul rambut dan semacamnya?

Ingat, sejumlah warga Kota Cilegon, Banten, sujud syukur setelah mendengar kabar 10 pejabat Pemerintah Kota Cilegon ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sujud syukur tersebut dilakukan di pantai saat warga tengah berwisata di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten. "KPK jangan pernah berhenti membersihkan korupsi di Cilegon. Di Cilegon itu dinastinya juga kuat," kata warga Cilegon, Yoseph Aulia, usai sujud syukur di pantai Ujung Kulon, Banten dikutip dari Liputan6.com

Lainnya, sebagian warga di Lampung Utara menyambut gembira penangkapan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka bahkan rela memotong seekor kambing sebagai ujub syukur atas pemberantasan korupsi di Lampung Utara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun