Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menunggu Penantian yang Terwujud

20 Maret 2023   10:27 Diperbarui: 20 Maret 2023   10:36 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Bulan Puasa Tinggal menghitung jam. Detak waktu akan terus bergulir, dan pada saatnya ditabuh bedug di surau dan musola kampung sana, tanda waktu magrib tiba, yang menandakan telah tibanya malam Ramadhan. Sebuah penantian yang akan terwujud di depan mata, bila Alloh mengijinkannya. Karena, hakikatnya, sedetikpun waktu yang ditunggu, bisa tidak jadi dipertemukan manakala Alloh menghendaki. Maka penantian yang tinggal menyisakan beberapa jam ke depan, tetap penuh harap dan doa.

Di salah satu sudut Masjid berkarpet Merah, di Lantai 3 Gedung Merah Putih, tempat para Pegawai Komisi Anti Rasuah mendarma baktikan hidupnya untuk melawan korupsi di negeri ini, berderet, bersimpuh dan melafal dzikir. Sholat jamaah pada setiap waktu sholat tiba, menuntun pada sikap istiqomah dan berpasrah. Rasanya, pada tataran seperti ini, penuh kesadaran bahwa hidup tiada arti, tiada makna, bila sikap batin selalu dan hanya tertuju pada urusan duniawi saja. Jeda waktu sesaat setelah berjamaahkan, memberikan sebuah bisikan nurani untuk menggerakan jemari tangan yang diiringi lafal dzikir, menyebut asma-Nya.

Ia yang Kuasa. Ia yang Maha Segalanya. Tempat jiwa dan raga berserah. Satu keyakinan yang tak tergoyahkan, bahwa ada saatnya kehidupan akan berakhir. Pada saat seperti itu, maka segala bentuk kerakusan diri, ketamakan diri, menjadi sebuah penyesalan. Karena di hadapanNya, adalah sikap dan perilaku yang selalu istiqomah pada ajaran-Nya. Setiap detak nafas kehidupan, tercurah dan selalu mengingat keagungNya. Inilah insan yang mulia dihadapNya.

Bukan mereka yang selalu bangga pada dirinya. Bangga pada harta, jabatan dan kedudukannya. Ini semua sebuah kesemuan yang menipu. Namun, jutaan manusia menghamba dan dengan segala upaya memerolehnya. Tidak perduli harus menitahkan diri pada sebuah kesombongan, manipulasi bahkan mengingkari hak-hak orang lain dan dengan leluasa melakukan abuse of power . Pada titik ini, nurani seperti tiada arti. Ia bukan lagi sebagai benteng yang kokoh, yang bisa menjaga diri, memprotect diri dari langkah yang gelap dan gulita. Ia memilih ini sebagai jalan untuk memuaskan diri dari hasrat duniawi.

Pada hamparan karpet merah Masjid Al Iklas, di lantai 3 Gedung Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan,  barisan insan-insan manusia yang tengah menengadahkan tangan, terdiam dalam lisan, berguman dalam doa. Juga pada hamparan karpet atau sajadah di ribuan bahkan puluhan ribu hingga ratusan ribu musola, masjid dan tempat lain yang terpisah oleh jarak dan waktu, hanya tertuju pada satu noktah pengabdian. Bila, mereka ini tetap menjaga apa yang ia perbuat dengan apa yang ia lakukan di lingkungan kerjanya, di lingkungan jabatannya, di lingkungan kekuasaan pengaruhnya, terbuka ridho dan jalan lurus dari Yang Maha Kuasa.

Endingnya adalah, tiada sifat riya, pamer harta, pamer kekayaan. Ini perbuatan yang sangat dihindari, sebagaimana ia akan menghindari mulut untuk bergunjing dan menghibah. Tuntunan dalam syariat yang bisa menjadi bahan introspeksi diri dalam menyambut Ramadhan yang penuh ampunan.

Penuh ketertundukan dalam kesyahduan dalam helaan nafas yang panjang, adalah sebuah keniscayaan. Jangan menjadi beban dengan datangnya Ramadhan. Ia sambut dengan penuh suka cita, mengisinya dengan tambahan dan kualitas keimanan. Menjauhkan diri dari apa yang selama ini sudah diajarkan oleh orang tua, guru hingga para ustad. Bulan tempat mengimplementasikan keikhlasan berbuat dan berbagi, kepada sesame. Dengan melakukan ini, pintu ampunan terbuka dan mengasah diri untuk selalu berbuat dalam pembatasan diri, mengekang emosi, ambisi dan kerakusan duniawi.

Bulan pembentukan dan penguatan diri pada keimanan yang memang harus untuk dilakukan, bukan dengan sebuah keterpaksaan.

Salam Menyambut Ramadhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun