Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Motif dan Pembuktian

13 Januari 2023   03:30 Diperbarui: 13 Januari 2023   03:28 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Motif dan Pembuktian

Ada pemahaman yang menurut saya perlu untuk diluruskan terkait dengan motif. Pemahaman tersebut menyebutkan bahwa motif perlu dan wajib dibuktikan dalam pembuktian terjadinya suatu tindak pidana. Korelasinya adalah : bagaimana seseorang melakukan tindak pidana tanpa adanya motif? Seolah sudah terbangun, terkontruksi dalam benak kita semua, setiap tindak pidana yang dilakukan seseorang pasti ada motifnya. Padahal, dalam bahasa keseharian, ada hal-hal tertentu yang bersifat spontanitas, reflek, tanpa adanya suatu persiapan tertentu.

Contohnya : A sedang bercakap-cakap dengan temannya bernama B, entah karena apa, A tiba-tiba emosi, dalam hitungan sekian detik dan secara spontan mendorong tubuh A. Tubuh B terhuyung dan terjatuh, sehingga kepalanya terbentur jalan aspal dan mengalami pendarahan. Perkembangan hasil diagnose medis, terjadi pendarahan pada kepala B, sehingga akhirnya B meninggal dunia. Pada kasus hilangnya nyawa B ini, perlukah motif dibuktikan?

Untuk tindak pidana yang dilakukan, ada sebuah jeda untuk berbuat atau tidak berbuat, untuk terjadinya sebuah tindak pidana, apalagi ada perlu waktu "sedemikian" rupa sehingga memungkinkan ada sebuah persiapan, maka menurut pendapat saya, "niat jahat" atau means rea sudah terbentuk sempurna, sehingga identik dengan sebuah kesengajaan, maka perlu menjadi bagian penting pada proses pembuktian.

Motif tidak secara normative sebagai unsur tersendiri, namun ia melekat pada perbuatan yang tidak berdiri sendiri. Karena ada motif, terjadilah tindak pidana, dalam konteks perbuatan yang memenuhi unsur kesengajaan tadi. Dalam literasi ilmu kriminologi, disebutkan pelaku kejahatan selalu disertai  dengan motif. Namun motif bukanlah unsur delik yang terdapat dalam rumusan pasal KUHP, sehingga motif tidaklah harus dibuktikan dalam proses persidangan.

Yang menjadi fenomena dan itu terjadi pada kasus tewasnya Brigadir Yosua adalah bagaimana motif sebenarnya Ferdy Sambol Cs tega menghabisi nyawa Yosua. Penuh intrik dan kejutan, kesaksian para saksi, sehingga memainkan emosi publik yang mengikuti persidangan perkara tersebut. Sampai-sampai dalam sebuah momen persidangan, pengacara tersangka mengulik masalah motif yang menurut pihaknya belum bisa dibuktikan dalam persidangan. Seolah, menjadi sebuah kemenangan, jika motif tidak terungkap, maka bisa "mengaburkan" dakwaan pembunuhan berencana.

Motif yang sudah terlaksana, menjadi sebuah sikap batin (means rea), namun bila masih menjadi tersimpan dalam pikiran, sesuai dengan asas hukum cogitationis poenam nemo  patitur, bukanlah sebagai unsur yang bisa dihukumnya seseorang.

Pada sisi pembuktian, meskipun bukan sebagai sebuah unsur tersendiri dari anasir tindak pidana, motif bisa menguatkan, menambah keyakinan pada konteks kausalitas terjadinya sebuah tindak pidana. Kausalitas tersebut misalnya A cemburu pada teman wanitanya bernama B, karena tidak bisa dikendalikan rasa cemburu ini, ia nekad memberi minuman beracun pada B. Pola atau konstruksi kejadian seperti ini, membuat pembuktian lebih sempurna.

Dalam khasanah kepustakaan hukum acara pidana, pembuktian di negara kita menganut pembuktian secara negatif (negatief wettellijk bewijs), dimana disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP, pada intinya hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dua dari lima alat bukti yang sah tersebut, disebutkan dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yaitu : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. 

Dengan demikian dimana posisi motif? Mengingat menganut sistem pembuktian negatif tadi, dimana keputusan hakim mendasarkan harus adanya dua dari lima alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim, maka motif bisa memberikan kontribusi keyakinan pada hakim. Bila tanpa motif terungkap dipersidangan dan sudah ada keyakinan dari hakim, sah-sah saja putusan dijatuhkan kepada terdakwa. 

Demikian, salah hormat dan semoga selalu sehat bahagia semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun