Pertanyaaan diatas mungkin menjadi pertanyaan semua orang, setelah mendengar praktek pemaksaan jilbab yang dilakukan seorang guru ke siswanya.Â
Ironisnya, praktek pemaksaan tersebut dilakukan di SMAN 1 Bantuntapan Bantul Yogyakarta, di sebuah kota yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota budaya.Â
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X telah menonaktifikan kepala sekolah dan tiga guru yang diduga terlibat, sambil menunggur proses penyelidikan lebih lanjut.
Akibat paksaan tersebut, membuat siswa depresi dan memutuskan untuk pindah sekolah. Sekolah negeri semestinya mengedepankan semangat kebhinekaan.Â
Karena Indonesia pada dasarnya adalah negara yang sangat beragam, tidak hanya dari sisi keyakinan, tapi dari sisi budaya, suku, dan bahasa pun juga banyak perbedaannya.Â
Menghargai perbedaan menjadi sebuah keniscayaan yang harus dijunjung tinggi, terlebih di lembaga pendidikan.
Mengenalkan jilbab sejak dini pada dasarnya bagian dari pendidikan Islam. Namun memaksakan jilbab dalam sebuah lembaga pendidikan untuk maksud tertentu, tentu saja ini sangat disayangkan.Â
Kok bisa? Karena dalam Islam sendiri tidak pernah memaksakan. Karena untuk mendapatkan hidayah, tentu butuh proses yang harus dihargai. Semuanya ada tahapannya.
Memang tidak mudah menanamkan kesadaran dalam menjalankan perintah agama secara ikhlas. Dan sebagai tenaga pengajar, tidak bisa menyederhanakan dengan langsung main paksa saja.Â
Harus dicari solusi yang efektif dan beradab, sepertiyang dituntuntunkan dalam syariat.Â