Ujaran kebencian dan hoaks masih saja terus kita temukan di media sosial. Dalam kondisi apapun, informasi menyesatkan tersebut masih saja terus muncul. Tidak peduli kita sedang dalam keadaan apapun, oknum tak bertanggung jawab itu masih saja terus memunculkan kebencian dan kebohongan, untuk mendiskreditkan pemerintah atau pihak tertentu. Pola ini seringkali dilakukan oleh kelompok radikal untuk terus menciptakan kegaduhan, agar ada pembenaran untuk mempropagandakan kekhilafahan.
Tanpa disadari, seiring dengan perkembangan zaman, mulai banyak masyarakat biasa yang seringkal menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks. Mereka tidak berafiliasi dengan kelompok radikal. Hal ini bisa terjadi karena begitu masifnya kebencian dan hoaks di media sosial, yang tanpa disadari masuk ke dalam pikiran semua orang. Bahwa orang yang berbeda itu dianggap sesat, orang yang berbeda itu dianggap kafir dan segala macamnya. Segala sesuatunya selalu dihadapkan pada pendekatan agama. Sementara, pemahaman agama mereka banyak dipertanyakan. Karena tidak ada agama apapun yang ada di bumi ini yang mengajurkan kekerasan.
Agama memang penting. Karena dasar dari segala yang ada dibumi ini adalah agama. Karena tidak berlebihan jika sila pertama Pancasila didasarkan pada ketuhanan yang maha esa. Artinya, agama merupakan dasar bagi negeri ini. Namun, bukan berarti Indonesia merupakan negara yang didasarkan pada satu agama. Meski Indonesia mayoritas penduduknya muslim, bukan berarti negara ini menjadi negara Islam. Hal ini yang perlu digarisbawahi. Karena seringkali muncul pandangan yang menyesatkan, bahwa aturan hukum yang berlaku di negeri ini harus didasarkan pada hukum Islam.
Kesesatan informasi ini nyatanya terus dimunculkan dalam kondisi apapun. Termasuk dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini. Banyak anggapan bahwa pandemi ini tidak perlu ditakuti, yang patut di takuti adalah Allah. Karena Allah yang wajib ditakuti, maka tak perlu mengedepankan protokol, tak perlu pakai masker. Pandangan ini jelas menyesatkan. Masih ingat kasus kerumuman yang melihatkan Rizieq Shihab? Tidak ada yang menggunakan masker dalam kerumunan. Setelah dicek ternyata banyak yang positif.
Ketika pemerintah mencoba mendatangkan vaksin agar segera tercipta kekebalan komunal, justru dimunculkan isu bahwa ini konspirasi. Dimunculkan bahwa vaksin buatan cina tidak halal dan segala macamnya. Padahal, vaksin ini bisa menguatkan imun agar kekebalan tubuh lebih terjaga dan tidak mudah terpapar. Tentu saja dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Kenapa sebagian orang masih saja melihatnya dari kesalahannya? Melihatnya dari sudut pandang yang negative tanpa melakukan cek ricek dulu, tanpa melakukan riset atau semacamnya. Hanya berdasarkan pada pemahaman yang dangkal, dimunculkan sentimen negatif. Ironisnya, sentimen itu seringkali didasarkan pada informasi bohong. Sungguh sangat ironis. Di era kemajuan digital seperti sekarang, ketika semua informasi bisa dipastikan benar atau salah, masih saja ada sebagai orang yang mempercayai hoaks.
Mari bersama-sama memberikan literasi. Mari sama-sama saling menginspirasi. Kemajuan teknologi bukan digunakan untuk saling menyesatkan. Mari saling menyehatkan satu dengan lainnya di masa pandemi seperti sekarang ini. Jika teknologi digunakan untuk saling melemahkan, maka kita akan sulit keluar dari pandemi ini. Ingat, sejarah Indonesia membuktikan, jika persatuan bisa mewujudkan segala hal yang diinginkan menjadinyata. Mari bersatu menangkal narasi kebencian, narasi radikalisme, narasi kebencian dan menyesatkan. Indonesia adalah negara damai yang sangat mengedepankan toleransi dan kemanusiaan.