Mohon tunggu...
Albert Purba
Albert Purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Ad Majorem Dei Gloriam

Membahasakan pikiran dengan kata dan aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Nini Bulang Kehilangan Kerbau-kerbaunya

4 Maret 2021   20:29 Diperbarui: 5 Maret 2021   18:14 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: shutterstock via Kompas.com dari artikel, Mengapa Lebih Banyak Orang Menyembelih Kerbau Saat Idul Adha di Kudus?)

Pengalaman tersebut tertancap membekas dalam ingatanku. Kala itu aku baru duduk di kelas 2 SMU Negeri 1 Kabanjahe, Kabupaten Karo, tepatnya sekitar tahun 1996 atau 1997. 

Pagi itu, pukul 05.30 WIB, ibuku bangun dan melihat kandang kerbau Nini Bulang (Bahasa Karo: Kakek) sudah kosong. Kelima ekor kerbau yang biasanya bermalam di sana sudah tidak ada lagi di kandang. Ibu membangunku dan kami memeriksa sekeliling, ada jejak kerbau yang digiring menjauh. Meski kandang kerbau tersebut letaknya tidak jauh dari rumah, tetapi kami tidak tahu jam berapa kerbau-kerbau itu dicuri, sebab tidak sedikit pun suara ribut yang terdengar.

Ibu segera pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan. Sedangkan aku lari ke rumah Nini Bulang untuk memberitahukan kejadian. Mama (Karo: Paman) yang selama ini merawat dan mengasuh kerbau-kerbau itu pun segera berlari ke kandang yang sudah kosong sedangkan aku dan dua orang sepupu yang seusia denganku, mencari kerbau dengan mengikuti jejaknya. Di suatu tempat kami menemukan bukti, nampaknya kerbau-kerbau itu dipaksa masuk ke mobil untuk dibawa pergi.

Kami bertiga kembali ke rumah dan mendapati rumah Nini Bulang sudah penuh sesak oleh orang-orang. Berita ini ternyata menggemparkan sekitar tempat tinggal kami. Tetangga datang memberi dukungan dan semangat. Bahkan beberapa handai taulan yang tinggal di kampung yang berjarak 15 atau 20 Km dari tempat kami tinggal (Kabanjahe) sudah datang. Ada yang menangis, ada pula yang hanya diam tidak tahu berbuat apa.

Jam 09.00 WIB, entah dari mana datangnya, makanan dan minuman sudah tersedia dan siap disantap. Seolah-olah ada tangan yang menggerakkan untuk menyediakan makanan sehingga perut kami tidak kelaparan. 

Setelah makan, rencana pencarian disusun. Orang-orang membagi diri dalam kelompok-kelompok. Ada yang pergi ke pasar hewan. Ada pula yang pergi ke desa-desa sekitar Kabanjahe untuk mencari informasi. Ada yang menghubungi pihak-pihak yang dianggap memiliki akses ke para penadah. Sibuk. Riuh. Semua bergerak dan saling mengkomando diri. Rapi.

Bagaimana dengan transportasi? Mereka yang punya mobil memberikan mobilnya dipinjam pakai. Tanpa harus dibayar. Bahkan mereka mengisi sendiri bahan bakarnya. Semua berangkat dengan penuh semangat. 

Sore hari, regu-regu pencari kembali dengan tangan kosong. Wajah mereka kelihatan lelah tapi semangat mereka dan harapan untuk menemukan kerbau-kerbau itu tetap ada. Waktu makan malam rumah semakin penuh, orang-orang yang datang semakin ramai untuk memberikan dukungan dan informasi yang dianggap penting.

Keesokan harinya, pencarian dilanjutkan. Regu-regu dibagi, kali ini ada pula yang berangkat ke Binjai, Medan atau Deli Tua serta Pancur Batu, sebab ada informasi para pencuri ternak biasanya membawa curian mereka ke tempat-tempat yang jauh itu. Semua bergerak, dengan bekal makanan yang sudah disiapkan ibu-ibu yang sejak pagi sudah sibuk di dapur. Mobil-mobil sudah siap seperti hari sebelumnya. Tidak kurang 40 orang bergerak ke berbagai arah dan tujuan.

Mereka meninggalkan pekerjaannya, yang bertani tidak pergi ke ladang, beberapa tetangga yang PNS mengambil cuti dari kantornya. Keluarga dan tetangga yang punya usaha bengkel mobil meninggalkan usahanya dan membiarkan anak buahnya menjalankan usaha selama pencarian. Begitulah setiap hari selama tidak kurang 10 hari. 

Hasil pencarian nihil. Semua pulang dengan tangan kosong. Polisi juga tidak menemukan jejak pencuri. Pencarian disudahi. Nini Bulang dan Mama sekeluarga diberi kata penghiburan dan penyemangat meski kerbau-kerbau tidak kembali.

Saya yang baru berusia 16 atau 17 tahun saat itu sangat bersedih. Apalagi lebih seminggu lamanya aku tidak pergi sekolah karena setiap hari berkeliling ikut pencarian. Semua terasa sia-sia. Usaha merawat kerbau berbulan dan bertahun seolah menemui kehampaan.

Lama setelah peristiwa itu kembali aku berpikir. Memang Nini Bulang atau pun keluarga kami, kehilangan lima ekor kerbau. Tapi benarkan hanya lima ekor? 

Setelah saya hitung-hitung, bila dirupiahkan jumlahnya akan mencapai 6 atau 7. Kenapa? Bila dihitung semua dengan biaya pengeluaran makan, minum, transportasi sedemikian banyak orang maka jumlahnya pasti tidak sedikit. Setidaknya menghabiskan 1 atau 2 ekor kerbau. Tapi uniknya, semuanya itu ditanggung bersama oleh keluarga besar dan tetangga yang bersimpati dan berempati.

Di usia saya sekarang, saya sampai kepada kesadaran dan rasa syukur bahwa kami tidak hanya punya harta benda materi. Kami juga punya harta yang lebih berharga, yakni rasa setia kawan dan semangat berbagi keluarga besar dan tetangga. Perasaan senasib sepenanggungan dan rela berkorban membuat ada lega di hati, bahwa kami tidak mengalami malang sendirian tapi bersama mereka yang selama ini kami hidup dan tinggal bersama.

Puluhan tahun sudah kejadian itu berlalu. Wajah-wajah mereka yang lelah namun bersemangat melakukan pencarian masih hidup dalam ingatanku. Saat aku belajar dan mendalami teologi, aku semakin mengerti bahwa terkadang malaikat Tuhan datang dalam sosok yang tidak bersayap seperti mereka yang ikut dalam pencarian kerbau-kerbau yang hilang, dan sampai hari ini aku belum bisa memberi imbalan selain: TERIMA KASIH.

Herford, 04.03.2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun