Sudah ratusan kali kirim lamaran, tapi tak ada yang membalas?
Mungkin bukan karena kamu kurang pintar---tapi karena kamu belum tahu cara bikin CV dan portofolio yang benar-benar nyangkut di mata HRD.
CV Itu Bukan Riwayat Hidup, Tapi Cara Kamu Jual Diri
CV bukan daftar tugas, tapi cermin siapa kamu di dunia profesional.
Sayangnya, banyak pelamar (terutama fresh graduate dan Gen Z) hanya mengisi CV dengan pengalaman seadanya tanpa konteks dan tanpa angka.
Padahal, HRD cuma punya waktu 7--10 detik untuk menilai CV kamu. Kalau tampilannya ramai, kata-katanya klise, atau terlalu panjang, CV kamu langsung di-skip.
Solusinya? Gunakan desain bersih (bisa pakai Canva), soroti pencapaian dengan angka, dan gunakan kata kunci dari deskripsi kerja.
 Bukan "mengelola media sosial", tapi "meningkatkan engagement IG 35% dalam 2 bulan." Bukan "kerja kelompok di kampus", tapi "memimpin tim riset 5 orang untuk kompetisi nasional."
CV yang tajam itu bukan soal banyaknya pengalaman, tapi seberapa pintar kamu membingkai pencapaian.
Portofolio: Cermin Karya Nyata, Bukan Album Foto Tugas Kuliah
Kalau kamu pelamar di bidang kreatif---desain, marketing, konten, penulisan---portofolio bukan bonus, tapi senjata utama.
HRD ingin melihat hasil kerjamu, bukan sekadar klaim kemampuan.
Pilih 3--5 proyek terbaik yang relevan. Jelaskan konteksnya: tantangannya apa, peranmu apa, hasilnya bagaimana.
Dan penting: jangan buat HRD ribet buka file ZIP. Gunakan platform online seperti Behance, Notion, atau Google Drive (akses publik).