Mohon tunggu...
David Herdy
David Herdy Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis lepas yang aktif menulis fiksi dan non fiksi tema ruang publik sebagai bagian dari narasi ingatan kolektif. "Menulis adalah upaya kecil untuk mengabadikan pikiran sebelum ia lenyap. Karena ide tak punya kaki, kecuali kutuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menjadi Mata dan Suara untuk Anak yang Tak Bisa Bicara

9 Juni 2025   20:35 Diperbarui: 9 Juni 2025   19:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Dok Freepik.com

Teaser

Mengajar anak-anak non-verbal dengan spektrum autisme bukan hanya soal mengajar, tapi juga tentang mengungkapkan isi pikiran mereka yang sulit tersampaikan. Guru SLB berperan sebagai jembatan komunikasi, membangun bahasa tanpa kata, dan menjadi suara bagi mereka yang tak mampu bicara.


Dalam diam, ada suara yang menunggu untuk didengar.

Menjadi guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang mengajar anak-anak dengan spektrum autisme dan non-verbal bukan sekadar pekerjaan, tapi sebuah panggilan jiwa. Aku ingat saat pertama kali bertemu Dira, anak yang matanya bercerita lebih dari seribu kata namun bibirnya tetap diam. Setiap hari, aku belajar membaca bahasa tubuhnya yang halus, menangkap arti tatapan dan gerakan tangan yang nyaris tak terlihat sebagai cara mengungkapkan isi pikirannya yang sulit terucap.

Ada keheningan yang indah dan penuh makna di balik ketidakmampuan verbal mereka. Aku menjadi mata yang memperhatikan, telinga yang mendengarkan tanpa kata, dan suara yang mewakili keinginan mereka. Perjalanan ini mengajarkanku kesabaran yang tak berujung dan kepekaan pada detail terkecil.

Meski sering merasa lelah, aku percaya bahwa komunikasi adalah jembatan yang tak hanya menghubungkan kata, tapi juga hati. Di dunia yang kadang terlalu cepat, anak-anak ini mengajarkanku arti sesungguhnya dari kehadiran dan perhatian. Merekalah guruku yang sesungguhnya, mengingatkan bahwa bicara tidak melulu soal kata, tapi tentang bagaimana kita hadir dan memahami.

"Bahasa adalah jendela jiwa; bagaimana jika jendelanya terkunci?"

Ilustrasi Foto Dok Freepik.com
Ilustrasi Foto Dok Freepik.com

Dalam ranah pendidikan khusus, terutama bagi anak-anak spektrum autisme non-verbal, pendekatan komunikasi konvensional tidak cukup. Menurut data WHO, sekitar 50% anak dengan autisme mengalami tantangan komunikasi serius, dan guru SLB memainkan peran vital dalam mengatasi hambatan ini.

Namun, sistem pendidikan kita masih minim pelatihan dan sumber daya untuk pengajaran anak-anak non-verbal. Terlepas dari perkembangan teknologi seperti alat bantu komunikasi alternatif (AAC), implementasinya masih sangat terbatas. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis: Apakah kita sudah cukup menyediakan ruang dan metode yang inklusif untuk mereka?

Dari perspektif analitik, komunikasi anak non-verbal memerlukan metode yang personal dan fleksibel, tidak bisa dipukul rata. Guru harus berperan sebagai detektif perilaku, sekaligus penterjemah kebutuhan anak. Namun, masih banyak guru yang kekurangan dukungan dan pelatihan untuk hal ini, sehingga potensi anak-anak ini tidak sepenuhnya tergali.

Refleksi ini membuka peluang bagi kita semua, baik pemerintah, pendidik, maupun masyarakat, untuk mendorong kebijakan dan program yang lebih fokus pada komunikasi inklusif. Karena tanpa komunikasi yang tepat, anak-anak ini tidak hanya kehilangan suara, tapi juga hak untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial dan pendidikan.

"Mendengar tanpa kata adalah seni yang harus kita pelajari bersama."

Di kelas, aku selalu teringat kalimat sederhana ini: "Jangan takut diam, karena di sana ada bahasa yang menunggu untuk ditemukan." Mengajar anak-anak non-verbal adalah seni menyelami keheningan dan membangun kepercayaan. Setiap hari, aku belajar merasakan detak hati mereka dan membangun cara komunikasi yang unik dan personal.

Menjadi guru SLB bukan hanya mengajar, tapi menjadi sahabat, pengamat, dan mediator antara dunia mereka yang sunyi dengan dunia luar yang penuh suara. Di balik setiap tatapan kosong atau gerakan kecil, ada cerita dan harapan yang menunggu untuk diungkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun