Mohon tunggu...
Hendra Setiawan
Hendra Setiawan Mohon Tunggu... Pernah menjadi Penyelenggara Pemilu, Entry Data Sensus di Badan Pusat Statistik. Kini sebagai guru di MTs dan MA swasta

Namanya adalah Hendra Setiawan, lahir di Bojonegoro, 25 tahun yang lalu. Hendra adalah panggilan akrabnya, ia terlahir di keluarga yang sangat sederhana di Desa Ngulanan, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro. Jika ingin melihat artikel atau jurnal saya yang lain klik https://scholar.google.com/citations?user=SQsRhpEAAAAJ&hl=id&oi=ao

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesimpulan Problematika Paradigma Pendidikan dalam Sekulerisme

30 Mei 2025   12:50 Diperbarui: 27 Juli 2025   19:11 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, agama, dan negara. Sedangkan sekuler berasal dari saeculum dalam bahasa Latin yang artinya masa, generasi, atau dunia masa kini. Sekulerisme adalah sebuah paham konsep yang memisahkan antara negara dan agama (state and religion), bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat.

Sementara, tidak sedikit MTS di Indonesia saat ini mengikuti sistem barat yang dikatakan lebih Modern. Seperti tidak adanya aturan jarak antara lelaki dan wanita. Sehingga siswa bebas melakukan aktivitas tanpa sekat di dalam ruangan kelas. MTS Darut Tauhid merupakan salah satu contoh yang menunjukkan belum adanya prinsip-prinsip utama yang merupakan madrasah belum menerapkan sekat antara laki-laki dan perempuan di dalam pembelajaran. MTS yang terletak di Desa Ngablak, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro dan berdiri pada tahun 2017 tersebut masih dalam tahap pembangunan fasilitas penunjang pembelajaran. Sistem tersebut dibarengi dengan kebijakan dimana guru hanya mengajar 1 kali dalam seminggu, termasuk wali kelas dan kepala sekolah membuat perkembangan dan kegiatan keseharian siswa tidak terkontrol secara maksimal. Akibatnya MTS Darut Tauhid hanya menghasilkan kekeliruan yang skeptisisme. Belum tersedianya meja dan kursi yang memadai membuat siswa terpaksa duduk lesehan dan saling berdekatan. Ketika guru ada urusan ke kantor, siswa laki-laki dan perempuan pun bebas melakukan aktivitas yang memungkinkan adanya kontak fisik antara siswa dan siswi tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun