Mohon tunggu...
Henri Subagiyo
Henri Subagiyo Mohon Tunggu... Peneliti, Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Henri Subagiyo merupakan peneliti yang saat ini menggeluti bidang hukum lingkungan hidup dan tata kelola sumber daya alam yang aktif di beberapa organisasi. Karirnya diawali pada tahun 2004 sebagai peneliti di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Banyak kebijakan yang digeluti baik di bidang lingkungan hidup, kehutanan, penataan ruang, mangrove dan gambut. Saat ini aktif di berbagai organisasi sebagai peneliti lepas.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menggugat Kriteria Proyek Strategis Nasional: Catatan Kecil 100 Hari Pemerintahan Prabowo

5 Februari 2025   15:55 Diperbarui: 5 Februari 2025   15:55 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga dari 16 Kampung Tua di Pulau Rempang kembali menyuarakan penolakan PSN Rempang Eco-City (KOMPAS.COM/PARTAHI FERNANDO WILBERT SIRAIT)

Saya memilih sengkarut Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai salah satu catatan kecil bagi 100 Hari Pemerintahan Prabowo. Heboh tentang Proyek Strategis Nasional (PSN) masih saja terus berlanjut. Beberapa waktu lalu, Eks Ketua KPK Abraham Samad dkk melaporkan dugaan korupsi yang terjadi dalam PSN di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) (Kompas.com - 31/01/2025). Sebetulnya deretan persoalan PSN ini telah berlangsung lama dan sudah banyak menyita perhatian publik. Ambil contoh, kasus pembangunan Bendungan Bener di Wadas Jawa Tengah yang menimbulkan bentrok aparat dengan warga. Hal serupa dan tidak kalah tragisnya terjadi di kasus Proyek Rempang Eco-City. Masih banyak deretan kasus PSN lainnya hingga terkini penolakan masyarakat nelayan terdampak PSN PIK-2 di Banten.

Pemerintahan Prabowo dalam 100 Hari ini masih saja bergeming untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan PSN. Hanya ada perkembangan terakhir dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada tanggal 31 Januari 2025 yang menyatakan, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN). Langkah itu diambil untuk memastikan progres proyek sesuai dengan tujuan awal pembangunan. Terdapat 280 PSN yang telah berjalan dan akan dilakukan evaluasi.

Deretan proyek PSN memang sejak awal menimbulkan banyak kontroversi. Salah satunya terkait dengan kriteria dan batasan yang digunakan oleh Pemerintah untuk menentukan apakah suatu proyek layak menjadi prioritas nasional atau tidak, yang kemudian mendapatkan berbagai fasilitas super dari Pemerintah. Anehnya, sejak awal kebijakan PSN melalui Perpres 3/2016 di era Presiden Jokowi tidak memuat kriteria dan batasan tentang PSN. Hanya definisi yang diatur, itupun masih sangat sumir. Perpres 3/2016 mendefinisikan PSN sebagai proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

Kalau hanya menggunakan definisi di atas sebagai kriteria, seluruh proyek atau program pembangunan nasional seharusnya juga mencapai tujuan seperti itu. Dalam perjalanan, alih-alih Pemerintah memperjelas hal ini malah terus menambahkan deretan proyek PSN melalui perubahan Perpres 3/2016 selanjutnya cukup dengan penerbitan Permenko Perekonomian meskipun atas persetujuan Presiden. Babak selanjutnya, melalui UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) 42/2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional diberikan berbagai fasilitas super bagi PSN. Mulai dari kemudahan untuk menyimpangi rencana tata ruang, pelepasan atau pemanfaatan kawasan hutan, hingga pengadaan tanah dengan alasan untuk kepentingan umum.

Persoalan-persoalan di atas justru ditangkap dan dikemukakan sangat jelas oleh Kholid. Salah satu nelayan Banten yang terdampak proyek PSN PIK-2. Dalam salah satu channel youtube, Kholid pada intinya mempertanyakan kenapa PSN ditempelkan pada proyek usaha korporasi. Lalu, strategis nasional itu maknanya untuk siapa? Lebih lanjut, Kholid menyatakan seharusnya berbicara soal nasional adalah kepentingan rakyat, kepentingan banyak orang.

Pemerintah perlu segera membuat kriteria dan batasan mengenai PSN secara jelas, tidak sekedar definisi saja. Kriteria dan batasan proyek PSN tersebut harus dapat diuji oleh siapapun dan dapat dipertanggungjawabkan oleh penilai dalam hal ini Menko Perekonomian dibantu Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Gejala bahwa proyek-proyek PSN sebagai proyek mercusuar dengan mengandalkan pada besaran nilai investasi juga perlu mulai dikaji ulang. Dalam Laporan Semester KPPIP (2016-2023) misalnya, kriteria untuk menilai usulan proyek PSN masih terus berubah-ubah dan terlihat dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan nilai investasi yang menjadi acuan hingga ratusan miliar setiap proyek. Kriteria apa yang harus diutamakan itu menjadi penting diatur kembali.

Dalam menetapkan kriteria dan batasan PSN, tidak terlalu berlebihan rasanya jika kita juga menengok ke belakang sebelum era Presiden Jokowi. Sejatinya, proyek-proyek prioritas yang melibatkan partisipasi badan usaha karena keterbatasan pendanaan APBN sudah berlangsung lama, bahkan sejak era Presiden Suharto. Sayangnya, persoalan-persoalan yang muncul saat itu belum terevaluasi dengan baik, bahkan semakin diperluas cakupannya oleh Presiden Jokowi dengan istilah PSN melalui Perpres 3/2016. Sebagai contoh, kita perlu lihat kembali Perpres 75/2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang saat itu dikeluarkan di era Presiden SBY. Perpres tersebut jauh lebih jelas dan selektif dalam menentukan kriteria dan batasan. Berbagai proyek yang ditetapkan sebagai prioritas mendasarkan pada kriteria dan batasan jenis, antara lain infrastruktur jalan, transportasi, air minum, air limbah, sarana telekomunikasi dan informatika. Kriteria dan batasan ini lebih masuk akal karena berbicara soal pelayanan umum (public service). Artinya, pemanfaatan dari hasil proyek tersebut bisa diproyeksikan adalah banyak pihak dan masyarakat.

Berbeda dengan kebijakan PSN yang selama ini terjadi, logika terbalik justru dapat dilihat dalam banyak kasus. Salah satu contoh, Surat Sekjen Kementerian Pertanian tertanggal 15 Januari 2025 yang meminta bantuan pembangunan infrastruktur jaringan listrik untuk mendukung investasi PSN pengembangan sapi perah dan sapi pedaging tahun 2025-2029 kepada PLN di beberapa daerah. Logika ini seharusnya terbalik, yang menjadi proyek strategis seharusnya jaringan infrastruktur listrik. Apabila jaringan infrastruktur listrik menjadi PSN, maka pemanfaatnya-pun adalah banyak pihak termasuk masyarakat dan UMKM-nya, serta tidak tergantung dari ada tidaknya bisnis sapi perah dan sapi pedaging yang menunggu di PSN-kan oleh Pemerintah.

Semoga upaya untuk meninjau kembali kriteria dan batasan mengenai proyek PSN oleh Pemerintah sebagaimana dinyatakan oleh Menko AHY betul-betul ditindaklanjuti dengan baik. Evaluasi tersebut perlu dilakukan secara mendalam dan menyeluruh agar tidak sekedar bongkar pasang daftar proyek PSN yang selama ini sudah dilakukan setiap tahun pada pemerintahan Presiden Jokowi.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun