Tiba-tiba cucu kesayangannya datang mengunjunginya. Ia yang terbiasa memandang kepada dirinya yang sakit, sekarang memandang ke cucunya. Hatinya bahagia. Kedatangan sang cucu membuatnya bahagia.
Apakah pada saat cucunya datang, ia telah sembuh? Tidak. Ia masih sakit. Lalu, mengapa ia bisa bahagia pada saat itu? Karena, pada saat itu pandangannya tidak lagi kepada tubuhnya yang sakit, tetapi kepada sang cucu. Ia tetap saja masih sakit, tetapi ia bahagia. Ia bahagia dalam sakitnya.
Demikianlah, bila pandangan kita terarah hanya kepada apa yang buruk atau apa yang tidak menyenangkan, dan sebagainya, pada saat itu rasa bahagia itu seolah lenyap.
Seolah? Ya, karena bahagia itu sesungguhnya tidak lenyap melainkan dilenyapkan oleh pandangan terhadap hal yang buruk itu. Karena pada faktanya, hidup kita tidak sepenuhnya dipenuhi keburukan.
Bahagia tidak meniadakan penderitaan, tetapi bahagia tidak membesar-besarkan penderitaan.
Memandang hanya kepada hal yang buruk akan membuat perkara yang buruk itu tampak besar. Semakin fokus pada titik yang buruk itu, semakin besar pula hal buruk itu terlihat bahkan begitu besar seolah hanya hal itu saja yang ada.
Namun, bila sebagian besar pandangan itu terarah kepada yang baik, maka apa yang baik itu akan terlihat jauh lebih besar dari apa yang buruk.
Contohnya: kebaikan Tuhan. Menghitung berkat-Nya, yakni segala yang baik yang diadakan dan diberikan Tuhan di hidup kita, adalah bukan untuk mengetahui berapa jumlah kebaikan-Nya, melainkan untuk menyadari betapa baiknya Dia!
Kebaikan Tuhan yang tiba di kehidupan kita dalam perkara-perkara yang baik adalah jauh lebih besar dari segala yang buruk yang Ia juga ijinkan terjadi di hidup kita.
Dengan kita masih ada hingga detik ini, itu bukan karena kita baik atau kita hebat atau kita luar biasa. Tidak. Bukan karena kita, tetapi karena Dia. Karena Allah itu baik. Dialah yang baik.
Dialah yang membuat kita sudah melalui banyak perkara di hidup ini sehingga kita masih bisa ada sebagaimana kita ada saat ini. Karena Ia berkenan, maka kita pun bisa melaluinya. Jika tidak, dari dulu kita sudah "terkubur" oleh berbagai fakta hidup yang buruk yang kita alami.