Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelit

18 November 2018   03:54 Diperbarui: 5 September 2019   18:41 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." [Kata Hikmat]

A. Keluarga Besar Pelit

Pantat kuning adalah kata kiasan yang artinya: sangat kikir; pelit. Bagaikan orang yang menduduki uangnya sendiri, ia menjaga uangnya sedemikian rupa agar tidak diambil oleh orang lain. Pantat kuning sinonim dengan:

  1. Pelit kikir; lokek.
  2. Bakhil kikir; lokek; pelit.
  3. Cekel kikir; bakhil; pelit. Oleh sebab itu ada peribahasa berkata "Cekel berhabis, lapuk berteduh", artinya: terlampau kikir itu tidak berfaedah sebab akhirnya harta kekayaan itu akan habis juga.
  4. Ceker. Umumnya orang tahu ceker adalah kaki atau kuku panjang pada ayam, itik, dan sebagainya, namun ceker juga berarti kikir; pelit.
  5. Kedekut: kikir (sekali); pelit (sekali).
  6. Kejai berlapis [kiasan]: sangat kikir.
  7. Kekel kikir; pelit.
  8. Kerekot [kiasan]: sangat kikir.
  9. Kikir: terlampau hemat memakai harta bendanya; pelit; lokek; kedekuk.
  10. Lokek: sangat pelit; kikir sekali.
  11. Medit kikir; pelit.
  12. Okok lokek; kikir; bakhil; kedekut.
  13. Sekakar kikir (pelit) sekali.
  14. Singkat tangan [kiasan] tidak suka memberi; pelit; kikir, dan terakhir.

Baik pantat kuning maupun sinonimnya dapat ditemukan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. 'Pantat kuning' cukup menjadi judul artikel saja. Selanjutnya saya menggunakan kata 'pelit'.

Pelit adalah salah satu jenis sifat mental manusia yang melakukan penghematan secara amat berlebihan.

B. Hemat

Sedikit tentang hemat. Ada peribahasa berkata "Hemat pangkal kaya", artinya orang yang hidup hemat akan menjadi kaya. Lalu, hemat itu apa? KBBI menyebutkan, bahwa 'hemat' artinya berhati-hati dalam membelanjakan uang, dan sebagainya; tidak boros; cermat.

Dengan demikian, berhemat adalah menggunakan uang dengan cermat sesuai dengan keperluan; tidak boros atau tidak berlebih-lebihan dalam pemakaian uang; menggunakan uang seperlunya.

Orang yang berhemat menggunakan uangnya untuk hal-hal yang benar-benar dibutuhkan atau diperlukan, bukan untuk memuaskan keinginan, dan juga bukan untuk sekadar gaya hidup. Pada tahap itu, seseorang tidak dapat dikatakan pelit sebab pengiritan uang dilakukan dengan sewajarnya atau sepantasnya.

C. Apakah Sifat Pelit adalah Sifat Turunan?

Tidak. Sifat yang diturunkan oleh orangtua adalah sifat fisik, bukan sifat mental. DNA orangtua atau materi pembawa sifat manusia (gen) hanya menurunkan sifat fisik kepada anak-anaknya, misalnya: kesamaan bentuk wajah, bibir, hidung, mata, dan sebagainya.

Sementara sifat mental manusia terbentuk dari lingkungan dan pola pikir. Sifat mental pelit tidak menurun tetapi tertulari sifat dan perilaku orangtua dan lingkungannya.

D. Lingkungan Membentuk Pola Pikir

1. Lingkungan Keluarga

Pola pikir anak dibangun dari proses mendengar, melihat dan merasakan. Sistim nilai yang dibangun di dalam keluarga membentuk pola pikir anak. Pola pikir itu kemudian membentuk sifat mental dan perilaku anak.

Selain itu, sifat mental anak juga dapat dipengaruhi oleh sosok yang dekat di hati anak. Siapa pribadi yang dekat secara hati dengan anak, sifatnyalah yang cenderung lebih kuat memengaruhi pola pikir anak yang kemudian membentuk sifat dan perilakunya.

2. Lingkungan Sosial Mula-mula.

Lingkungan sosial yang ikatannya paling kuat dan mengakar adalah ikatan kesukuan.

Anak yang hidup dalam keluarga dengan ikatan dan paham kesukuan yang kental akan mengalami proses pembentukan pola pikir yang membentuk sifat dan perilaku yang sama seperti ditanamkan di dalam sistem keyakinan yang dianut oleh masyarakat sukunya.

Oleh sebab itu, terkadang ditemukan adanya kesamaan sifat mental dan perilaku orang-orang yang berasal dari satu suku.

Akan tetapi, anak yang tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang tidak lagi kuat mengikat diri dalam sistim nilai kesukuan akan mengalami perubahan pola pikir apalagi bila ia hidup dan besar di lingkungan yang jauh berbeda dari sistem kesukuannya.

3. Lingkungan Perkembangan.

Yang dimaksud dengan lingkungan perkembangan adalah lingkungan di luar lingkungan mula-mula, yakni lingkungan di mana selanjutnya manusia berada, misalnya: lingkungan pendidikan, lingkungan pertemanan, lingkungan komunitas masyarakat tertentu, lingkungan komunitas agama, dan lainnya.

Lingkungan perkembangan ini dapat membentuk pola pikir yang baru. Seorang yang membawa sifat pelit dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya yang mula-mula di kemudian hari bisa berubah menjadi tidak pelit oleh perubahan pola pikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya yang baru.

Misalnya: seorang yang pelit bersahabat dengan seorang yang murah hati. Seringnya mendapat pemahaman dan teladan kemurahan hati sahabatnya bisa membuatnya berubah menjadi tidak pelit lagi oleh pengaruh kuat sifat murah hati sahabatnya itu.

E. Pola Pikir yang Membentuk Sifat Mental Pelit

Beberapa pola pikir yang membentuk sifat mental pelit:

1. Susah Cari Uang.

Karena mengalami dan merasakan bagaimana susahnya mencari uang, maka seseorang bisa menjadi sukar melepaskan uangnya. "Enak saja! Saya kerja keras untuk mendapatkan uang, dia hanya minta-minta bantuan!". Atau, "Enak saja, pinjam. Beli!".

2. Prinsip Jangan Meminta atau Meminjam dari Orang.  

Prinsip yang sesungguhnya bermuatan maksud positif ini bisa membuat orang juga menjadi tidak mudah untuk melepaskan atau membagi apa yang dipunyainya kepada orang lain. Sebab prinsipnya, toh kalau ia kekurangan, ia juga tidak akan meminta atau meminjam dari orang lain. 

3. Hartaku adalah Milikku dan Untukku. 

"Tidak ada hak orang lain pada hak kepemilikanku". Ia bisa meminjam dan meminta dari orang lain, tetapi ia tidak suka meminjamkan dan memberi apa yang dipunyainya.

4. Jangan Sampai Kekurangan dan Tidak Berpunya.

Kekuatiran bakal kekurangan dan tidak berpunya bisa membuat orang menjadi pelit. Berkurang sedikit saja, ia mulai kuatir dan gelisah karena merasa tidak aman lagi, apalagi bila tidak ada uang sama sekali.

F. Rawan Stress

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Profesor Uwe Dulleck dan Dr. Markus Schaffner dari QUT Queensland Behavioral Economics Grup (QuBE) dirilis oleh ScienceDaily (24/08/2014) membuktikan adanya tekanan mental seseorang dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Dikatakan, bahwa orang yang pelit mudah menjadi stress, sedangkan orang yang dermawan kurang mengalami stress daripada orang yang pelit.

Dapat dipahami. Sebab, orang yang pelit bergantung pada uangnya, sedangkan orang yang dermawan memiliki prinsip tertentu tentang berkat atau rejeki sehingga membuatnya bisa lebih tenang daripada si pelit.

G. Semoga Kita Tidak Pelit

Uang dan Harta Kekayaan bagaikan air dalam bak penampung. Bayangkanlah, jika air di dalam bak tidak dikeluarkan, maka air itu akan membusuk. Tidak sehat lagi. Bisa bikin penyakit.

Bukalah saluran bagi air itu keluar mengalir ke tempat lainnya, maka air baru akan terus mengalir mengisi bak itu: berkat baru, berkat segar, dan menyehatkan diri dan hidup kita.

Manusia terlahir sebagai seorang bayi yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa. Manusia membutuhkan pertolongan manusia lain hingga kemudian menjadi manusia mandiri.

Tuhan menghadirkan manusia demi manusia untuk menjadi penolong bagi manusia lainya. Tuhan menciptakan manusia dan manusia lainnya untuk saling mempertahankan hidup. 

Jangan terlalu menggenggam kuat berkat Tuhan dalam genggaman tangan sendiri, sebab di dalam berkat yang kita terima ada berkat milik orang lain yang dititipkan Tuhan melalui kita.

Terlalu menggenggam uang dan harta benda akan kehilangan dengan cara yang tidak diinginkan. Jangan sampai uang dan harta benda itu "diambil paksa" dengan cara dicuri, dijambret, hilang, mengalami kerugian yang besar, ditipu, dan lainnya. Bisa saja begitu, walau tidak selalu begitu. Coba renungkan saja.

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun