Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kata Maaf Itu Penting?

5 November 2018   17:32 Diperbarui: 29 Januari 2019   05:07 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:i1.wp_edited

Itulah yang ingin ditemukan Allah pada diri ciptaan-Nya, bahwa manusia tidak meninggikan dirinya atas sesamanya manusia yang sama-sama hanyalah ciptaan, bukan Pencipta.

Allah membenci kesombongan. Allah tidak suka keangkuhan hati manusia. Menjadi sombong atau angkuh hanyalah membuat kita berhadapan dengan-Nya.

Oleh sebab itu, "Maafkan saya" haruslah dapat diucapkan oleh orang-orang beriman kepada siapa ia telah bersalah. Itu bila tujuan hidup di dunia ini adalah akhirat-Nya.

Sebab, bukankah kita pun memohon yang sama kepada-Nya, "Ya, Allah, saya sudah berdosa. Ampunilah, ya Allah". Bukankah itu adalah doa kita kepada-Nya, yakni mengaku dosa dan memohon ampunan-Nya?

Demikian pula sebaliknya dengan "Saya memaafkanmu". Keduanya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika kita ingin dimaafkan, maka kita harus pula memaafkan.

Sebab, bukankah kita pun berharap Allah mengampuni dosa-dosa kita? Atau, adakah di antara kita yang tidak mengharapkan pengampunan dari Allah? Seperti kita mau diampuni oleh Allah, maka kita juga harus mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita.

* Alkisah, ada seorang hamba berutang 1 Miliar Rupiah kepada Raja. Raja memerintahkan ia membayar lunas utangnya itu. Jika tidak, ia akan dipenjarakan. Tetapi hamba itu tidak mampu membayar.

Ia bersujud di hadapan Raja, memohon belas kasihan Raja, agar kiranya ia boleh menerima pengampunan Raja. Melihat itu, tergeraklah hati Raja oleh belas kasihan. Hamba itu diampuni oleh Raja dan dibebaskan dari semua utangnya.

Betapa bahagianya hati hamba itu. Ia pun segera pulang. Di tengah jalan, ia bertemu dengan seseorang yang diingatnya memiliki utang kepadanya Rp. 100.000,-. Ia mencegat orang itu dan menagih utangnya.

Orang itu memohon maaf karena ia belum bisa melunasi utangnya. Akan tetapi hamba itu tidak perduli. Hamba itu melaporkan orang itu ke polisi dan orang itu pun dipenjarakan. Kabar akan hal itu sampai ke telinga Raja. Raja pun memanggil hamba itu.

Raja berkata, "Kau berutang kepadaku 1 Miliar Rupiah. Kau memohon aku mengampunimu. Aku mengampunimu dan membebaskanmu dari utang 1 Miliar itu sehingga engkau tidak lagi harus membayarnya.

Namun, sesamamu berutang kepadamu hanya Rp. 100.000,- kau tidak mau mengampuninya. Dengan ini, aku mencabut seluruh pengampunan yang kuberikan kepadamu. Kamu harus tetap melunasi 1 Miliar itu kepadaku." 

Karena hamba itu memang tidak dapat lagi mengembalikan utangnya, maka ia pun dipenjarakan. Ia hanya bisa keluar dari situ bila utangnya telah lunas.

Tahukah kita, sudah berapa berat timbangan dosa kita dari sejak kita mengenal dunia ini hingga detik ini? Lalu, berapa besarkah kesalahan orang lain terhadap kita dibandingkan dengan segala dosa kita di hadapan-Nya?

Kita mau dosa kita yang besar itu diampuni oleh Allah. Kita mau Allah berbelas kasihan kepada kita dan memberi kesempatan kepada kita memperbaiki hidup kita dari kesalahan dan dosa-dosa kita sebelum waktu untuk itu tidak ada lagi.

Oleh karena itu, kata "maaf" itu penting, sebab kita semua butuh pengampunan Allah. Kita semua membutuhkan belas kasihan Allah untuk mengampuni segala salah dan dosa kita, maka  kita juga harus bisa membuka hati untuk memaafkan orang yang bersalah kepada kita.

Ingatlah juga, ketika kita menghadiri pemakaman atas kematian seseorang, kita selalu mendengar keluarga memohon agar salah dan dosa almarhum/ah dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya sehingga lapanglah kiranya langkah almarhum/ah menuju keabadian.

Demikian juga, harapan yang sama akan dimohonkan oleh keluarga kita di hari kematian kita agar siapapun yang sudah tersakiti oleh kata-kata dan perbuatan kita kiranya mau melapangkan hati membuka pintu maaf yang seluas-luasnya bagi kita. Lalu, bagaimana bila maaf itu tidak diberikan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun