Mohon tunggu...
Heni Nugrohojati Silalahi
Heni Nugrohojati Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis artikel dengan topik parenting, keluarga, dan komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Apakah Anakmu Overscheduled?

9 Februari 2023   17:34 Diperbarui: 9 Februari 2023   17:37 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Artem Kniaz on Unsplash   

Seorang psikolog di California pernah menulis sebuah artikel tentang kondisi anak yang hari-harinya terlalu sibuk atau overscheduled. Ia ceritakan pada satu waktu seorang ibu dan anak gadisnya yang berusia 12 tahun datang ke tempat praktiknya. Ibu dan anak itu merasa tidak akur dan mengalami komunikasi yang buruk beberapa waktu terakhir. 

Si anak bercerita bahwa ia kelelahan dan stress akibat jadwal hariannya yang terlalu padat. Setelah pulang sekolah sudah ada jadwal rutin yang menunggunya: dua jam untuk mengerjakan PR sekolah, 45 menit les piano, les renang tiga kali seminggu dan setengah jam setiap hari untuk mengerjakan PR sekolah agama yang ia ikuti pada akhir pekan.

Whoa membacanya saja sudah capek ya. Apa yang ada di pikiran teman-teman, khususnya para orang tua yang seringkali menyimpan ekspektasi terhadap anaknya?

Sadar atau tidak, setiap orang tua pasti punya blue print akan seperti apa anaknya kelak. Sehingga memfasilitasi anak dengan berbagai les menjadi salah satu jalan supaya tidak melewatkan potensi anak. Belum lagi organisasi di sekolah yang sudah anak ikuti menambah panjang rutinitas hariannya. Tapi ternyata upaya ini ada baiknya lho, sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Society for Research in Child Development. Anak-anak yang terlibat dalam kegiatan yang terorganisir akan lebih berprestasi secara akademik, bertambahnya kemampuan beradaptasi, menurunkan tingkat merokok dan penggunaan narkoba. Selanjutnya mereka cenderung memiliki kuantitas dan kualitas interaksi dengan orang tua.

Banyaknya sisi positif di atas tentu memiliki syarat dan ketentuan di baliknya. Pertama, anak masih punya waktu untuk melakukan apapun yang mereka suka. Kedua, orang tua harus bertanya dahulu apakah anak mau ikut kegiatan tambahan. Lalu coba tawakan daftar les atau kegiatan organisasi tersebut. Beri anak waktu untuk memilih, boleh sambil berbagi perspektif bukan paksaan. Selanjutnya biarkan anak memilih mana yang menarik dan menyenangkan baginya untuk dijalani. Dalam proses ini anak belajar mengambil keputusan dan berkomitmen. Sedangkan orang tua belajar percaya pada pilihan anak.

Kembali pada cerita ibu dan anak di atas. Setelah bercerita lebih dalam, ternyata si ibu ingin anaknya belajar manajemen waktu dari kesibukannya. Si anak pun menambahkan bahwa ia tidak ingin melanjutkan les piano. Ia tidak tertarik dan merasa kehilangan waktu bermain bersama teman-temannya. Si Ibu keberatan, ia ingin anaknya melanjutkan les piano itu karena akan berguna untuk memenuhi dokumen persyaratan masuk sekolah lanjutan kelak.

Melihat realita di atas, terang saja jika si anak stress. 

Ia tidak memiliki kendali atas waktunya. Ia kekurangan free time karena menjalani hari dengan terburu-buru. 

Seperti yang disampaikan oleh Dr. David Elkind, seorang profesor perkembangan anak dari Tufts University, tentang Hurried Child Syndrome. Sebuah istilah untuk anak-anak yang memiliki jadwal sangat panjang. Dr. Elkind meyakini kalau anak-anak ini tidak punya waktu untuk menemukan diri mereka sendiri. Jadwal yang panjang dan penuh pengawasan dari mentor atau orang tua menihilkan spontanitas dan kendali anak. Fenomena ini hanya akan menghasilkan anak yang pasif, tertekan, lupa cara bersenang-senang dan sangat mungkin menghilangkan kreativitas mereka.

Efek yang merugikan bagi anak seperti di atas tentu bisa dicegah. Sebelum membombardir anak dengan segudang jadwal, coba tanyakan ke diri sendiri : sebetulnya ikut les dan organisasi sebanyak itu, motivasi anak atau orang tua sih? As the old saying goes, too much logs you put on fire, will only smother the flame.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun