Dua hari kemudian, Ana, Yana dan Lina berbincang-bincang di tempat biasa mereka berkumpul. Hari itu Ana sudah kembali masuk sekolah.
"Eh, ceritain donk. Gimana waktu kamu nembak kak Radit." Rengek Ana pada Yana.
Yana dan Lina berpandangan dan tersenyum penuh misteri.
"Ye..... koq malah senyam-senyum sih. Ayo donk cerita." Pinta Ana lagi sambil mengguncang-guncang bahu Yana.
"Iya, iya........sabar......." sahut Yana.Â
Dia mengambil napas panjang kemudian mengembuskannya. Sementara itu, Ana sudah tak sabar mendengar cerita dari kawannya tersebut.
"Aku gak jadi nembak kak Radit." Ujar Yana.
"Apa? Gak salah dengar aku? Kamu gak jadi nembak kak Radit? Lho, koq bisa?" Tanya Ana tidak percaya sekaligus heran. Yana hanya tersenyum.
"Iya, kamu gak salah dengar. Aku gak jadi nembak kak Radit. Aku hanya menyampaikan doaku padanya semoga lulus ujian, itu saja." Ucap Yana, "Bukannya itu keinginan kamu kan, An?" Yana balik bertanya. Ana terdiam. "Tapi........" ujarnya.
"Gak apa-apa An, ini juga sudah jadi keputusanku koq. Aku sudah berpikir matang-matang. Benar katamu, mungkin aku gak cinta sama kak Radit, cuma kena Sindrome Fans Senior yang suatu saat akan hilang seiring bejalannya waktu. Toh perjalananku di dunia ini masih panjang, banyak hal yang harus kupikirkan selain masalah cinta." Yana bertutur panjang lebar. Ana dan Lina menyimak dengan seksama.Â
"Aku percaya kalau suatu saat cinta sejati akan datang padaku. Saat ini aku cuma mau fokus sekolah dan meraih cita-cita." Lanjut Yana mengakhiri ceritanya. Ana langsung memeluk Yana dengan penuh haru.