Mohon tunggu...
Heni Pristianingsih
Heni Pristianingsih Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Mencari inspirasi hidup melalui kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Orangtua, Ini Cara Mengetahui dan Mengasah Bakat Anak Sejak Dini

10 Mei 2021   07:50 Diperbarui: 11 Mei 2021   08:55 1589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak belajar (mangpor_2004 via edukasi.kompas.com)

Orangtua semestinya menjadi sosok pertama yang mampu mengenali bakat anak. Hal ini sangatlah wajar mengingat peran orangtua sebagai pembimbing dan pendamping anak mulai dari fase bayi hingga setidaknya menjadi remaja. 

Namun dalam kurun waktu yang sekian lama itu, kadang orangtua masih mengalami kesulitan dalam menentukan bakat dari anak mereka. Sehingga potensi dalam diri anak yang seharusnya dapat dikembangkan sejak kecil baru tumbuh atau terlihat ketika remaja atau bahkan dewasa. 

Lalu bagaimana cara kita mengetahui bakat dan potensi yang ada pada anak agar bisa mengembangkannya? 

Pertama, dengan mengamati perilaku dan kebiasaan anak dalam kesehariannya. Pernahkah Anda melihat si kecil sedang menyanyi di depan cermin menirukan gaya artis idolanya? 

Di saat yang lain, ada juga anak yang sukanya berbicara terus sepanjang waktu. Hingga orangtua merasa kesulitan untuk menjawab semua hal yang ditanyakan. 

Saya pernah mendapat laporan dari teman guru di mana anak sulung saya bersekolah. Menurutnya, anak saya suka membuat kegaduhan di kelas. 

Hingga sekarang pun, anak sulung saya ini juga suka membuat suara di rumah. Setiap hari musik tidak pernah berhenti kalau ada dia. 

Bahkan pada saat belajar menghadapi ujian sekolah, suara musik dari kamarnya masih terdengar hingar-bingar. 

Rupanya dia memang punya hobi mendengarkan musik dan tidak menyukai suasana sepi. Dia juga bisa memainkan beberapa alat musik secara otodidak. 

Kedua, anak kecil itu ibarat sebuah kertas putih yang masih kosong. Ada baiknya jika kita memperkenalkan mereka pada beberapa kegiatan untuk menggali bakatnya. 

Ini pernah saya praktekkan pada anak yang kedua. Waktu TK, dia saya berikan materi mental Aritmatika bersama para siswa les saya yang lain. 

Selain kegiatan wajib mengaji, saya memperkenalkan kepada dia beberapa kegiatan di luar pembelajaran sekolah seperti menari dan bela diri serta catur ketika dia berada di bangku SD. 

Apa dia tidak terlalu kecapekan melakukan semua kegiatan ini? Tentu saja, orangtua hendaknya mengatur jadwal agar tidak terjadi bentrok pada waktu yang bersamaan.

Kegiatan anak yang bervariasi justru membuatnya tidak lekas bosan. Agar tidak pula menjadi beban, saya tidak menekankan kepada dia agar menjadi yang terdepan dalam segala hal. 

Saya masih ingat, sebulan setelah anak saya mengikuti les catur, saya mengikutkannya ke dalam satu kompetisi. 

Tadinya sewaktu berangkat, saya mengatakan kalau lomba catur ini tidak berlangsung lama. Jadi setelah selesai, bisa dilanjutkan dengan kegiatan berenang. 

Tanpa disangka, ternyata kompetisi catur memerlukan waktu yang sangat lama bahkan seharian penuh. 

Setelah tiga babak berjalan dan kalah semua, anak saya mulai rewel ingin pulang. Mungkin dia sudah bosan dan lelah.

Pengalaman yang paling membekas dalam hati saya saat itu, ada orangtua dari peserta lain yang mengatakan di depan orang banyak bahwa anak saya tidak memiliki bakat dalam bidang catur. 

Mengetahui bakat anak sejak dini (Ilustrasi Foto: ibudanbalita.com)
Mengetahui bakat anak sejak dini (Ilustrasi Foto: ibudanbalita.com)
Dalam perjalanan pulang, saya masih memikirkan perkataan orang tadi, "Saya bisa membimbing para siswa saya menjadi juara, kenapa saya tidak bisa melakukan untuk anak saya sendiri." Itu pertanyaan yang sempat saya ucapkan kepada Tuhan. 

Keesokan harinya, seakan menjawab pertanyaan saya, Allah memberikan kebahagiaan kepada saya. Anak saya mendapat juara 3 pada klub menari semester ini. 

Dari pertandingan catur kemarin itu, saya mengenal pelatih yang lebih mumpuni dari sebelumnya. Saya mengantarkan anak perempuan saya berlatih dan mengikuti pertandingan. Hingga terakhir, dia mendapat kesempatan mengikuti Kejurprov di Madura. Saat itu, dia duduk di bangku kelas 5 SD. 

Meskipun belum bisa meraih juara pada event Kejurprov tadi, saya cukup bahagia dan bersyukur karena anak saya mendapatkan pengalaman yang berharga. 

Berdasarkan pengalaman ini, saya ingin menekankan bahwa terkadang anak itu memiliki beberapa talenta sekaligus.

Untuk mengetahui hal tersebut, memang memerlukan waktu dan proses perjuangan yang mungkin tidaklah mudah.

Umumnya, jika anak sudah memiliki prestasi (non akademik) maka kepercayaan dirinya juga akan tumbuh untuk meraih prestasi akademik juga. 

Terakhir, ketika sudah mengetahui bakat anak maka tugas orangtua selanjutnya memberikan dukungan baik secara moral maupun material. 

Apakah jika sudah memiliki bakat dan potensi pada suatu bidang tertentu akan bisa bertahan hingga anak tersebut menjadi dewasa? 

Semakin dewasa seseorang, semakin berkembang pula sikap dan pola pikirnya. Semua tergantung dari proses yang terjadi sebelumnya dan sesuai kehendak Yang Maha Kuasa juga. 

Ada pengalaman menarik dari salah satu keponakan saya. Ketika masih kelas 1 SD, dia suka diganggu oleh temannya. Akhirnya, dia diikutkan ke dalam klub bela diri. 

Setiap pertandingan selalu menjadi juara hingga tingkat nasional. Ketika memutuskan kuliah pun, dia mengambil jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga Kesehatan. 

Sebagai guru, saya bangga dan setuju terhadap pilihan jurusannya. Setidaknya, seorang guru olahraga itu harus menjadi praktisi pula atau minimal menguasai satu bidang olahraga. Syukur-syukur jika memiliki prestasi pada bidang tersebut. 

Sehingga ketika sudah mengajar, dia benar-benar bisa mengembangkan potensi para siswa. Dasar pendidikan seorang guru, dan pengalaman seorang atlit. Menurut saya itu kombinasi yang sangat ideal. 

Namun dengan berjalannya waktu, keponakan saya ini justru tertarik pada bidang fotografi. Dengan uang hasil pertandingan yang dimenangkannya, dia membeli kamera dan memulai hobi yang sebenarnya. 

Saya bisa memaklumi, kalau dulu mengikuti bela diri itu karena dorongan dari orangtua. Dia memiliki bakat dalam bidang bela diri, namun dia lebih berminat untuk mendalami fotografi. 

Pernah suatu ketika saya bertanya, "Kenapa kamu tidak jadi tentara saja?". Saya terheran mendengar jawabannya, "Kalau aku mau sudah ditawari dari dulu, Te."

Saya hanya mengangguk dan mengambil kesimpulan bahwa seseorang bisa dilatih secara keras demi prestasi/kemenangan. 

Namun kemenangan yang sejati hanya diperoleh seseorang jika dia mampu menentukan jalan hidupnya sendiri dengan bekal bakat dan potensi yang dimiliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun