Narasumber: DR. IR. Lintu TULISTYANTORO, M.DS.
Penulis: Hendy Setiawan
7 Maret 2021
Budaya adalah identitas yang menuai banyak kontroversi. Adu argumen mengenai modernisasi budaya, dan mempertahankan keaslian budaya menjadi perdebatan hangat bagi beberapa desainer. Dalam menanggapi perdebatan kontekstual ini, maka tidak bisa dipungkiri suatu kesimpulan yang mutlak. Artikel ini bertujuan untuk berdiskusi dan menganalisa permasalahan ini dari sudut pandang esensialisme. Untuk itu mari memahami definisi dari budaya dan esensialisme.
Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Secara etimologi, esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni Essential (pokok/inti) dan isme (paham) yaitu paham yang menelusuri inti (esensi) dari suatu karakteristik yang tidak dapat dipisahkan.
Terdapat kesamaan nilai budaya secara global, yaitu menganut paham "dualisme" yang didefinisikan sebagai dua hal yang bertentangan namun di harmonisasikan. Meski memiliki nilai/ide yang sama, mereka memiliki cara berekspresi atau interpretasi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal yang menjadi faktor pembeda berekspresi salah satunya adalah kosmologi.
Kosmologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu kosmos yang berarti alam semesta dan logos yang artinya ilmu adalah ilmu yang mempelajari alam semesta. Setiap peradaban memiliki kepercayaan yang berbeda. Hal ini bergantung dari interpretasi manusia terhadap alam semesta, ada yang mempercayai arwah/roh dan ada juga yang tidak. Hal ini menghasilkan kesepakatan aturan-aturan yang mempengaruhi organisasi ruang berdasarkan kesucian, angin, gunung, laut, dan banyak lagi.Â
Penerapan kosmologi tidak hanya terbatas pada bentuk fisik seperti ukiran, motif, dan kerajinan tangan lainnya. Penerapan non-fisik tergambar dari nilai-nilai adat seperti aturan perhitungan hari baik dan buruk, aturan adat, unsur kepercayaan, karakteristik sosial, organisasi ruang, kepercayaan ruang secara horizontal maupun vertikal dan masih banyak lagi. Beragam kesepakatan inilah yang membuat kekayaan suatu budaya. Kita memiliki beragam budaya dan bermacam-macam suku, akan tetapi kenapa kita tidak terobsesi dengan kekayaan kita sendiri? Mengapa mengejar nilai tambah tetapi melupakan nilai sendiri? Tidak ada benar dan salah dalam kebudayaan, yang ada hanyalah saling menghormati perbedaan dan perbedaan membuat kita dapat melihat dari sudut pandang yang lain.
Dari perspektif esensialisme, budaya bukanlah mempertahankan bentuk akan tetapi esensi. Apabila salah satu rumah adat hilang atau berubah bentuk, maka esensi budaya juga menghilang? Budaya terbagi menjadi esensi dan ekstensi. Mungkin secara fisik hal tersebut hilang atau berubah tetapi secara nonfisik akan terjadi manifestasi ide atau gagasan awal ke bentuk yang lain/baru. Rumah adat adalah ekspresi kebudayaan pada masanya. Sementara kita hidup jauh di depan sejarah itu. Budaya bukanlah sesuatu yang konservatif, tetapi terus berkembang seiring zaman. Membedah budaya tidak bisa hanya dari kulitnya, tetapi dari esensi, tujuan, dan maksud desainer untuk menggunakan material, bentuk, warna, dan pertimbangan lainnya.
Meskipun paham dualisme menjadi inti dari berbagai budaya di dunia.
Ada beberapa pesan-pesan untuk desainer muda yaitu cobalah memahami dan memberi solusi karena dulu kita sudah memiliki teknologi yang tinggi tetapi ditinggalkan begitu saja. Harapan untuk desainer muda adalah eksplorasi dan mengembangkan teknologi, pemikiran yang dulu pernah ada menjadi suatu inovasi yang baru. Budaya bukan hanya mengenai visualisasi tetapi hal-hal seperti prinsip dan filosofi juga bagian dari budaya.