Penagihan utang pajak merupakan elemen vital dalam sistem perpajakan nasional. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum dan fiskal, tetapi juga dengan tata kelola pemerintahan yang baik, kedaulatan negara atas penerimaan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam praktiknya, penagihan utang pajak mencerminkan sejauh mana negara memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan penerimaan tanpa menimbulkan keresahan sosial. Diskursus penagihan utang pajak tidak terlepas dari polemik mengenai efektivitas sistem, keadilan dalam pelaksanaan, serta dinamika antara kepentingan negara dan perlindungan hak-hak wajib pajak.
Dasar hukum penagihan utang pajak di Indonesia merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mengatur tahapan-tahapan penagihan, mulai dari penyampaian surat teguran, surat paksa, penyitaan, hingga pelelangan harta wajib pajak. Secara formal, kerangka hukum tersebut telah cukup memberikan dasar legal untuk melakukan tindakan tegas kepada penunggak pajak. Namun, dalam pelaksanaannya, banyak kendala yang dihadapi, seperti keterbatasan sumber daya manusia, resistensi dari wajib pajak, hingga masih lemahnya sistem informasi perpajakan. Hal ini memperlihatkan perlunya penyesuaian strategi penagihan yang tidak hanya represif, tetapi juga akomodatif terhadap kondisi sosial dan ekonomi wajib pajak.
Dalam konteks modern, diskursus penagihan pajak mulai diarahkan kepada pendekatan yang lebih humanistik. Penagihan tidak lagi semata-mata berbasis ancaman sanksi atau kekuatan hukum, tetapi juga memperhatikan kondisi objektif wajib pajak. Dalam beberapa kasus, seperti pelaku usaha kecil dan menengah, pendekatan yang terlalu kaku justru dapat menimbulkan kebangkrutan dan berdampak pada penurunan potensi penerimaan jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah mulai mengedepankan kebijakan yang lebih adaptif, seperti pemberian insentif pembayaran secara angsuran, penundaan tagihan, serta program penghapusan sanksi administrasi. Pendekatan ini bertujuan untuk mendorong kepatuhan sukarela dan memperkuat relasi konstruktif antara negara dan wajib pajak.
Tantangan besar dalam penagihan utang pajak di Indonesia terletak pada efektivitas operasional dan akurasi data. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), utang pajak yang tercatat tidak tertagih dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ada persoalan mendasar pada sistem pengelolaan data utang pajak, terutama dalam pelacakan wajib pajak yang tidak kooperatif atau telah mengalihkan aset. Integrasi data lintas instansi dan pemanfaatan teknologi seperti big data dan artificial intelligence perlu segera diimplementasikan agar proses penagihan dapat dilakukan secara tepat sasaran dan efisien. Selain itu, penting pula meningkatkan kapasitas dan jumlah juru sita pajak yang selama ini terbatas dalam menjangkau seluruh wilayah dan jenis wajib pajak.
Kasus-kasus terkini menunjukkan dinamika dan inovasi dalam praktik penagihan pajak. Misalnya, pada tahun 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan "Pekan Sita" di wilayah Keresidenan Surakarta, yang berhasil menyita aset wajib pajak dengan total utang Rp58,7 miliar. Kegiatan ini melibatkan penyitaan kendaraan dan tanah yang akan dilelang jika tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan. Di sisi lain, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Mataram untuk menagih utang pajak daerah hingga Rp12 miliar. Strategi ini menunjukkan bahwa sinergi antar lembaga negara dapat memperkuat efektivitas penagihan dan memberi efek jera kepada penunggak pajak.
Pemerintah juga mulai mengadopsi kebijakan yang lebih progresif. Salah satunya adalah wacana revisi Peraturan Dirjen Pajak terkait Automatic Blocking System (ABS), yang memungkinkan pemblokiran layanan publik terhadap penunggak pajak. Kebijakan ini ditujukan untuk menekan angka penunggakan pajak dengan cara yang lebih sistemik dan digital. Selain itu, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2024 tentang penagihan utang kepabeanan dan cukai memperluas cakupan objek penagihan serta menyederhanakan prosedur penyitaan. Regulasi ini menjadi tonggak penting dalam menegakkan otoritas fiskal negara dan meningkatkan efisiensi birokrasi penagihan.
Di beberapa daerah, langkah populis juga mulai diambil untuk mendorong kepatuhan. Misalnya, Gubernur Jawa Barat pada 2025 menghapuskan seluruh tunggakan pajak kendaraan bermotor hingga tahun 2024, dengan syarat wajib pajak hanya membayar tahun berjalan. Kebijakan ini tidak hanya meringankan beban masyarakat, tetapi juga mempercepat pemutihan data kendaraan dan meningkatkan potensi penerimaan pada tahun berikutnya. Meski demikian, kebijakan semacam ini harus diiringi evaluasi mendalam agar tidak menimbulkan persepsi permisif terhadap penunggakan pajak di masa depan.
Selain aspek teknis dan kebijakan, penagihan utang pajak juga berkaitan dengan dimensi etika dan kepercayaan publik. Masyarakat akan cenderung patuh jika merasa diperlakukan adil, proses penagihan transparan, dan hasil pajak digunakan secara akuntabel. Oleh karena itu, strategi penagihan juga harus mempertimbangkan bagaimana membangun komunikasi yang efektif antara petugas pajak dan wajib pajak. Penggunaan media digital, pelayanan tatap muka yang ramah, serta mekanisme pengaduan yang cepat menjadi bagian penting dari upaya membangun kepatuhan sukarela.
Dalam konteks global, penagihan utang pajak menghadapi tantangan yang lebih kompleks. Wajib pajak yang memiliki afiliasi luar negeri kerap memanfaatkan celah hukum untuk menghindari pembayaran pajak, seperti melalui skema transfer pricing atau penggunaan perusahaan cangkang (shell company). Hal ini menuntut kerja sama internasional dalam pertukaran informasi perpajakan, seperti implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI). Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional juga harus memperkuat peranannya dalam menjalin perjanjian bilateral maupun multilateral agar mampu mengejar potensi penerimaan dari entitas lintas batas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI