Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepahlawanan di Malam Natal

24 Desember 2016   19:01 Diperbarui: 24 Desember 2016   22:15 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amatilah baik-baik! Tiga isu yang belakang ini menyibukan ruang publik kita : PKI, Tiongkok dan Agama.  Makin celaka, ketiga isu ini ditarik-tarik ke dalam aras politik.

Politik memang asyik, sampai-sampai kita kerap “kehilangan” diri kita sendiri. Dalam membalas kritik kebijakan pemerintah contohnya. Saya sempat menikmati aksi adu argumen di media sosial, termasuk di kolom-kolom kompasiana.

Belakangan kenikmatan ini lenyap akibat kehadiran kaum buzzer pejuang, yang kental aroma afiliasi politiknya, tetapi enggan beradu argumen secara beradab. Dulu, strategi mereka adalah mengalihkan subtansi tulisan ke arah ketiga isu ini;  bahwa yang tidak sependapat dengan mereka artinya memberangus bhineka tunggal ika. Belakangan lebih parah, bukan argumentasi yang dibangun, melainkan strategi umpat-hujat.

Hukum aksi-reaksi terjadi. Mereka yang diserang, akhirnya balas menyerang.

Kembali ke laptop, menurut saya, kondisi Indonesia tidak segenting penampakan di media sosial. Mayoritas masyarakat Indonesia masih memiliki nalar yang cukup untuk memfilter segala keriuhan yang menghabiskan energi itu.

Tentu saja masih ada letupan-letupan. Tidak ada gading yang tak retak. Tetapi  segenapnya masih bisa diselesaikan secara pancasialis –musyawarah baru kemudian hukum positif. Kendatipun, perlu pula digarisbawahi : jangan pula dipanas-panasi.

Hal ini berpijak pada pengalaman saya menyambangi kawasan –kawasan non muslim, bahkan daerah bekas konflik. Jangankan tindakan, bahkan ucapan yang menyinggung SARA tidak pernah saya terima. Pada banyak tempat saya mendengar kisah-kisah keluarga besar yang para anggotanya memiliki agama yang beraneka, dan undang-mengundang pada perayaan hari besar masing-masing.

Yang paling dekat, ketika anak tetangga saya yang non muslim wafat, tidak ada tetangga-tetangga saya yang memrotes penyelengaraan peribadatan itu. Kendatipun dilakukan di rumah, dan berlangsung sampai malam hari pula. Bahkan kami bergotong-royong untuk menegakan tenda besar untuk menaungi para tamu.

Kalau gagasannya mau diperluas, kita bisa berpijak pada penghormatan kaum Islam pada sidang BPUPKI yang menerima Pancasila sebagai dasar negara. Lalu, pada sidang PPKI yang pertama, semua orang sepakat akan redaksional “Ketuhanan Yang Maha Esa” untuk sila pertama Pancasila. Belakangan, kita juga sepakat bahwa kalangan Tionghoa, baik secara etnis maupun agama Konghucu, menjadi bagian dari keragaman bangsa.

Saya pikir semua itu sudah final.  Dan kewajiban kita sebagai warga negara adalah menyinergikan segenap potensi yang terkandung dalam keragaman itu untuk membantu pemerintah mencapai tujuan Negara Indonesia, negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bukan malah ribut perihal siapa yang paling paham kebhinekaan.

Sebagai penutup, izinkan saya mengingatkan konsep kepahlawanan baru yang beberapa waktu silam sempat menghinggapi sanubari kita. Semua orang bisa jadi pahlawan! Caranya dengan menebar manfaat sesuai dengan latarbelakang kita masing-masing. Produktif dalam berpikir dan bertindak dalam merawat toleransi dan membangun sinergi antar perbedaan itu. Dan saya amat yakin kalangan seperti ini amat banyak di negeri kita yang sayangnya belum tersentuh media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun