Dua hal ini yang jadi pekerjaan utama Ditjen Pajak Kemenkeu. Menyikat “Klan Gayus” di tubuh mereka sendiri dan mengejar penerimaan pajak dari investasi orang-orang kaya Indonesia di luar negeri. Kedua langkah ini harus maksimal karena rasanya tidak adil ketika masyarakat buruh dan kelas menengah ternyata lebih banyak berkontribusi atas pendapatan negara ini, sementara para orang kaya itu malah leyeh-leyeh santai di Singapura.
Apalagi, Pepres 37 Tahun 2015 yang kontroversi itu telah menaikan tunjangan kinerja Eselon 1 Ditjen Pajak mencapai Rp 117,375 juta perbulan. Sementara pegawai kelas pelaksana, bisa mengantungi tunjangan kinerja Rp 5 – 8 juta sebulan. Sangat jauh ketimpangannya dengan Upah Minimun Provinsi (UMP) pekerja NTT yang Cuma dapat Rp 1,6 juta perbulan.