Musim 2024/2025 menjadi babak terkelam dalam perjalanan panjang PSIS Semarang, klub yang telah berdiri sejak tahun 1932 dan menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Tengah. Harapan yang sempat membubung tinggi di awal musim harus runtuh begitu saja seiring dengan hasil demi hasil yang mengecewakan. Pada akhir musim, PSIS dipastikan terdegradasi ke Liga 2 setelah finis di posisi ke-16 klasemen, menandai kejatuhan yang menyakitkan bagi klub berjuluk Mahesa Jenar ini.
Memasuki awal musim, PSIS Semarang sebenarnya tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalami krisis. Tim diperkuat beberapa pemain baru yang digadang-gadang akan membawa angin segar. Para pendukung menyambut musim dengan optimisme tinggi, terutama setelah klub berhasil menyelesaikan renovasi Stadion Jatidiri dan kembali bermain di kandang sendiri.
Namun, harapan hanya bertahan hingga separuh musim. Meskipun sempat meraih kemenangan penting atas tim papan tengah, performa PSIS mulai tidak stabil sejak pekan ke-10. Serangkaian hasil imbang dan kekalahan perlahan menurunkan posisi tim di klasemen. Bahkan ketika menghadapi lawan yang secara kertas berada di bawah mereka, PSIS kerap gagal tampil dominan.
Permasalahan Internal yang Membusuk
Salah satu alasan utama kejatuhan PSIS adalah konflik internal yang tak kunjung selesai. Ketegangan antara manajemen klub dan kelompok suporter mulai mencuat sejak pertengahan musim. Suporter menuntut transparansi dan perubahan dalam struktur klub, khususnya terkait keputusan-keputusan teknis yang dianggap merugikan tim. Beberapa laga bahkan sempat digelar tanpa kehadiran suporter akibat boikot, membuat suasana di stadion menjadi dingin dan tidak lagi intimidatif bagi lawan.
Di ruang ganti, suasana pun tak kalah panas. Hubungan antara beberapa pemain senior dan staf pelatih dikabarkan memburuk, menyulitkan proses adaptasi dan strategi tim. Tidak adanya sosok pemimpin kuat di lapangan juga membuat PSIS kerap kehilangan arah ketika tertinggal. Rasa percaya diri pemain memudar seiring menumpuknya tekanan dari berbagai pihak.
Buruknya Performa Pemain Asing dan Strategi Tak Maksimal
Ekspektasi tinggi yang diberikan kepada pemain asing justru menjadi bumerang. Pemain depan yang diharapkan mencetak banyak gol justru tumpul sepanjang musim. Gelandang asing yang dikontrak sebagai kreator serangan justru lebih sering tampil pasif, tidak mampu memberi kontribusi signifikan. Sementara lini belakang kerap membuat kesalahan elementer yang berujung pada kebobolan.
Strategi pelatih juga kerap berubah-ubah, mulai dari skema bertahan total hingga menyerang total tanpa transisi yang mulus. Alih-alih membuat lawan kesulitan, skema ini justru membuat PSIS mudah dieksploitasi. Lawan sering memanfaatkan celah di lini tengah dan bek sayap yang naik terlalu tinggi.
Kondisi Fisik dan Cedera yang Mengganggu
Masalah cedera juga menjadi momok bagi PSIS musim ini. Beberapa pemain kunci mengalami cedera panjang, dan kedalaman skuad yang minim membuat rotasi sulit dilakukan. Akibatnya, performa tim cenderung menurun di paruh kedua musim. Pemain terlihat kelelahan dan kehilangan fokus, terutama di menit-menit akhir pertandingan di mana PSIS kerap kebobolan.