Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pattimura

Blogger di www.sudutplambon.com, banyak membahas seputar dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kiamat Dolar Kian Nyata, ASEAN Sepakat Terapkan Local Currency Settlement, Rupiah Bakal Berjaya?

16 Mei 2023   19:16 Diperbarui: 16 Mei 2023   19:23 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Hasil akhir dari KTT ke-42 Asean 2023 diumumkan Presiden Joko Widodo dalam konfersi pers yang berlangsung di Hotel Bintang Flores, Labuan Bako NTT (11/5)

Salah satu dari hasil kesepakatan ini yakni para pemimpin Asean mendorong penguatan pembayaran regional dan transaksi mata uang lokal masing-masing negara atau dedolarisas dan konektivitas pembayaran digital antar-negara yang sepakat untuk diperkuat.

Hal ini sejalan dengan sentralitas ASEAN agar negara-negara di kawasan Asean akan lebih kuat dan  semakin mandiri. Negara-negara anggota ASEAN sepakat dalam pengembangan pedoman kerangka kerjasama setelmen mata uang lokal Asean.

Dengan tujuan mempromosikan penggunaan mata uang lokal di kawasan Asean dalam proses perdagangan litas-negara, penyelesaian investasi serta pendapatan maupun transfer.

Indonesia sendiri saat ini telah mengimplementasikan kerjasama local currency transcation (LCT) dengan beberapa negara Asean dan negara lainya yakni Malaysia, Thailand, Jepang dan China.

Langkah ini bukan hanya diambil oleh ASEAN namun juga dilakukan oleh BRICIS dan Sejumlah Negara lainya dengan tujuan mengurangi ketergantungan terhadap Dolar AS dengan begitu dapat menopang stabilitas nilai tukar mata uang negra bersangkutan.

Masalah LCS belom banyak digunakan dalam perdagangan data terakir dari Bank Indonesia sekitar 3-4 % transaksi Indonesia dengan negara mitra dengan menggunakan LCS yang terbilang masih kecil.

Kebijakan ini merupakan kebijakan jangka panjang yang sangat berdampak dalam peningkatan stabilitas mata uang lokal termasuk Rupiah.

Penggunaan LCS diprediksi akan semakin berkembang setiap tahunya, jika semakin banyak negara menggunakan LCS kemudian semakin banyak penggunan LCS oleh Importir dan Eksportir maka otomatis penggunaan dolar makin berkurang.

Tidak bisa dipungkiri lagi jika dalam proses perdagangan Internasional kebanyakan negara sangat tergantung dengan mata uang Dolar AS yang digunakan sebagai alat tukar utama dalam proses transaksi.

Dari sini lah kemudian negara-negara kawasan Asean mengambil langkah penggunaan LCS, tak hanya itu dengan seiring terjadinya pengalaman buruk yang diperoleh dari krisis finansial di AS. 

Semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi AS dan tren suku bunga yang ikut naik, berpotensi menekan mata uang di seluruh dunia. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia  bersama negara-negara Asean untuk mencermati ketergantungan terhadap dolar.

Sebenarnya sebelum diterapkan di kawasan Asean secara luas penggunaan LCS telah diterapkan oleh Indonesa, Malaysia dan Thailand dalam membangun kerjasama pada proses pembayaran lintas ketiga negara ini.

Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia mengandeng Malaysia serta Thailand melalui banyak sentralnya dalam membahas dan menyepakati kerjasama ekonomi dalam mengunakan mata uang lokal sebagai alat tukar dalam transaksi perdagangan ketiga negara ini yang kemudian kita kenal dengan Local Currency Settlement (LCS) framework. 

Kerja sama ini diarahkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS yang kian menguat dan menimbulkan kondisi tak pasti yang memiliki potensi mengancam stabilitas ekonomi di tiga negara. Bank sentral ketiga negara, Bank Negara Malaysia (BNM), Bank of Thailand (BOT) dan Bank Indonesia (BI) menandatangani perjanjian ini pada 11 Desember 2017. 


Implementasi Local Currency Settlement (LCS) framework antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand telah menunjukan tren dan nilai yang positif sejak dimulai pada 2018. Bank Indonesia menyatakan bahwa transaksi LCS untuk mata uang lokal antara Indonesia dan Malaysian Ringgit (MYR) serta Thailand Baht (THB) telah mengalami peningkatan. LCS MYR bertambah dari $22,5 juta per bulan di 2018 menjadi 49,6 juta USD per bulan di 2019 dan lebih dari 50 juta USD di 2020. Transaksi LCS THB meningkat dari 9,2 juta USD per bulan di 2018 menjadi 13,7 juta USD per bulan di 2019 dan lebih dari 15 juta USD di 2020. 

Mendasari kerja sama LCS di Kawasan ASEAN adalah tujuan untuk mencapai kestabilan nilai mata uang lokal, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan menguatkan sektor perdagangan dan investasi. Serta untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan resiko keungan lainnya, yang disebabkan oleh krisis keuangan/ekonomi yang dialami oleh Negara-negara kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997.

Enrique O'Farrill dan rekan-rekannya (1999) menjelaskan bahwa kerja sama ekonomi adalah solusi untuk menghadapi tantangan baru yang muncul akibat globalisasi dan integrasi pasar. 

Tidak hanya dalam hubungan politik antar negara tetapi juga dalam hubungan ekonomi yang terjalin di tingkat internasional. Dengan adanya kerja sama LCS, negara-negara Asia Tenggara memiliki ruang untuk bersama-sama mencapai tujuan dan memanfaatkan pelaksanaan LCS untuk kepentingan mereka. 

Referensi:

1. Jurnal: Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Malaysia-Thailand: Penguatan Local Currency Settlement (LCS) Framework dalam Memfasilitasi Perdagangan 

2. Jurnal: KEPENTINGAN INDONESIA MALAYSIA THAILAND TERHADAP KERJASAMA LOCAL CURRENCY SETTLEMENT FRAMEWORK (LCS) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun