Mohon tunggu...
Hendra Purnama
Hendra Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman yang diakui negara

Penulis yang tidak idealis, hobi menyikat gigi dan bernapas, pendukung tim sepakbola gurem

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia 2022: Siklus Kematian Sang Matador

7 Desember 2022   10:22 Diperbarui: 7 Desember 2022   12:26 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: sportingnews.com

Siklus Spanyol selalu berputar dengan cepat. Setelah juara Eropa 2008, juara dunia 2010 dan juara Eropa (lagi di) 2012, mereka langsung berantakan di turnamen 2014, 2016, dan 2018. Tidak bisa menembus babak grup di Piala Dunia 2014, bahkan ditandai kekalahan memalukan 1-5 atas Belanda yang empat tahun lalu masih bisa mereka kangkangi. Hanya sampai babak 16 besar di Piala Eropa 2016 setelah ditekuk Italia 0-2. Dan juga hanya sampai babak 16 besar di Piala Dunia 2018 setelah ditekuk Russia lewat adu penalti.

Kematian seolah melanda Spanyol, kehormatan mereka sebagai raja Eropa dan penguasa Piala Dunia rusak berat. Namun seperti mental toreros, kematian adalah sesuatu yang harus dijalani untuk memperoleh kebangkitan.  

Legenda Spanyol, Fernandez "Gallego" Rodrguez yang membawa Spanyol juara Eropa 1964 mengamini hal itu. Dia mengungkit mentalitas orang Spanyol setiap berada di ambang kematian. "Selalu, setiap kita tergeletak di jurang maka kita pun melahirkan keajaiban." Ujarnya.

Wajar Gallego mengeluarkan pernyataan itu. Sebab di masa Gallego bermain, gelar juara Eropa 1964 diraih saat Spanyol baru keluar dari siklusnya. Bayangkan saja, mereka tidak lolos kualifikasi Piala Dunia 1954 dan 1958, lolos ke Piala Dunia 1962 pun hanya sampai babak grup saja. Namun ternyata dengan tim yang tidak diunggulkan seperti itu, mereka tiba-tiba bisa juara Eropa 1964! Wah!

Itulah mental toreros, kebangkitan dan kekuatan saat ada di ambang kematian!

Mental itu pula yang dicanangkan oleh mereka pasca pulang dari Russia 2018. Berbagai perubahan dilakukan, termasuk menunjuk Luis Enrique sebagai pelatih. Kritik demi kritik jadi makanannya sehari-hari, tapi Enrique tidak peduli, di pundaknya ada beban berat yaitu membangkitkan Spanyol dari kematian.

Di Piala Eropa 2020, dia dihajar habis oleh media dan masyarakat Spanyol—terutama fans Real Madrid—karena sama sekali tidak menyertakan pemain Madrid di timnya. Sebagai bintang yang menutup karirnya di Barcelona, dia dituding sebagai orang yang anti-Madrid. Sesuatu yang mengherankan karena Enrique juga pernah jadi punggawa Real Madrid pada 1991-1996. Namun Enrique membungkam semua pengkritiknya, dibawanya Spanyol ke semifinal, mereka ditekuk Italia lewat drama adu penalti. Tidak buruk untuk sebuah tim yang baru mulai bangkit.   

Luis Enrique meneruskan eksperimennya. Hasilnya terus menanjak. Dibawanya Spanyol jadi runner-up UEFA Nation League 2021. Meski kalah 1-2 dari Perancis tapi prestasi Spanyol di ajang itu sangat meyakinkan, salah satunya bahkan menggebuk Jerman 6-0.

Lanjut ke babak kualifikasi Piala Dunia 2022, hasilnya juga meyakinkan. 

Hingga akhirnya tibalah putaran final Piala Dunia. Lagi-lagi kritik diterima Enrique atas pilihan pemainnya. Bagaimana bisa untuk ajang sekelas Piala Dunia, dia tidak memanggil Sergio Ramos? Kapten Spanyol sekaligus pemilik caps terbanyak! 

Menanggapi kritik itu, Enrique hanya mengangkat bahu, baginya Ramos tidak meyakinkan. Karena cedera lututnya membuat Ramos hanya tampil 21 kali di klub, "Dia tidak mampu tampil rutin musim ini dalam kondisi terbaik, khususnya setelah Januari," ujar Enrique seperti dikutip ESPN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun