Mohon tunggu...
Hendra Purnama
Hendra Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman yang diakui negara

Penulis yang tidak idealis, hobi menyikat gigi dan bernapas, pendukung tim sepakbola gurem

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lima Film Indonesia Tahun 80-an yang Sebaiknya Dibuat Ulang

18 November 2022   06:30 Diperbarui: 18 November 2022   18:13 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ICA memutuskan untuk mengangkut alat tersebut dengan truk yang dikendarai Ted, bekas juara rally, dibantu oleh Heinz, seorang insinyur Jerman. Namun, untuk menghindari sabotase saingan perusahaan mereka yaitu IMPEX, alat tersebut dikabarkan juga akan diangkut dengan pesawat terbang.

Sayangnya, IMPEX mengetahui muslihat itu, mereka pun langsung mengejar truk yang membawa alat canggih itu. Tetapi berkat pengalaman Ted dan Heinz, usaha IMPEX dapat digagalkan. Akhirnya Ted dan Heinz dapat menolong para korban yang nyaris tewas kekurangan oksigen dalam terowongan.

Film ini hasil kerjasama antara Rapid film dengan GMBH Munchen, meski tampaknya dominan artis bule, tapi banyak juga artis papan atas Indonesia main di sini. Antara lain: WD Mochtar, Barry Prima, Dicky Zulkarnaen, dan Advent Bangun. Kalau lihat ceritanya, tampak menarik. Campuran antara film tentang kecelakaan kerja macam Deepwater Horizon (2016) dengan kejar-kejaran mobil ala-ala Fast Furious. Mungkin bagus juga kalau dibikin macam Fast & Furious 6 (2013) yang ada kejar-kejaran pakai tank di atas jembatan layang.

Dengan teknologi jaman sekarang, pasti adegan actionnya bisa lebih seru lagi. Apalagi sudah cukup lama juga Indonesia tidak punya film action. Mungkin bisa dipertimbangkan?

#5 Istana Kecantikan (1988)

Film karya sutradara Wahyu Sihombing ini bercerita tentang Nico, seorang gay yang didesak untuk segera menikah. Karena tidak mungkin untuk jujur pada kondisinya, maka kepura-puraan pun harus dimainkan oleh Nico. Atas permintaan kawannya yang bernama Sumitro, maka Nico pun menikah dengan Siska yang sedang hamil. Belakangan baru diketahui kalau Siska ternyata hamil anak Sumitro.

Konflik makin rumit ketika Nico ketahuan berkencan dengan Toni, seorang pegawai salon, dan seolah masih kurang rumit Nico pun harus memergoki Toni pacara dengan Siska. Nico merasa ditipu dari berbagai arah. Nico hendak membunuh Siska, tapi Toni yang jadi korban. Maka Nico harus mendekam di penjara.

Pendapat saya, sama dengan film “Mereka Memang Ada”,  menarik untuk mengangkat lagi kisah di seputaran kaum LGBT. Bukan karena saya mendukung campaign tertentu, ini murni karena saya melihat ada captive market yang bisa disasar dari tema-tema seperti ini. Melihat perkembangan seperti itu, film dengan konflik seorang homoseksual bukan hal yang mustahil diproduksi. Perkara akan muncul pro-kontra, ya itu sudah risiko. Tapi intinya, calon penonton sudah ada, tinggal ingin buat atau tidak.

Penutup

Lima dulu saja, sebenarnya kalau mau ngorek-ngorek nyari-nyari lagi pasti banyak, mengingat industri film Indonesia kan usianya sudah panjang.  siapa tahu ada kompasiner yang kebetulan produser film yang kepeleset jarinya ngeklik tulisan ini dan tertarik. Siapa tau kan?

Salam olah raga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun