Mohon tunggu...
Hendra Leonardo Manurung
Hendra Leonardo Manurung Mohon Tunggu... Freelancer - MILIK SENDIRI

hanya warga biasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Telolet dan Aksi Bela Tuhan, Bukti Kejenuhan Akut

22 Desember 2016   02:33 Diperbarui: 22 Desember 2016   02:45 1433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena sosial "Om Telolet Om" menjadi viral di media sosial belakangan ini. Masyarakat berlomba-lomba membuat video mengenai suara klakson bus dengan meminta sopir bus membunyikan klakson bus yang dikemudikannya. Di jalan raya banyak berkumpul warga hanya untuk menyaksikan kemeriahan suasana bunyi klakson lucu ini. 

Lucu dan konyol menjadi kesan yang bisa dirasakan dalam fenomena ini, dimana masyarakat terlihat senang dengan aktivitas telolet. Mereka seakan puas dan bahagia ketika supir bus yang mereka mintakan membunyikan klaksonnya dengan refleks mengiyakan permintaan masyarakat yang berkumpul di pinggiran jalan seraya membawa selebaran dari karton yang bertuliskan "Om Telolet Om". Padahal tidak ada esensi yang berguna bagi masyarakat tersebut ketika hal itu terjadi, hanya sebatas hiburan semata, lucu-lucuan.

Lantas timbul pertanyaan, kenapa masyarakat sedemikian bahagia dengan bunyi klakson tersebut? Apakah memang bunyi klakson tersebut memiliki selera humor yang tinggi sehingga masyarakat meluangkan waktunya untuk menyaksikan keriuhan tersebut? Dan masih banyak pertanyaan yang timbul akibat fenomena kekonyolan nan menggelikan ini.

Merefleksikan realitas kondisi sosial kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, muncul beberapa jawaban terhadap pertanyaan diatas. Kegaduhan politik di berbagai daerah, kriminalisasi kebebasan beragama, aksi bela Tuhan, percobaan melakukan tindakan teror, dan lain sebagainya, kerap menjadi pemberitaan di media. Kondisi ini sepertinya berdampak terhadap psikologis masyarakat kita, dimana perasaan cemas dan gusar mengiringi aktivitas keseharian masyarakat. Ditambah lagi tekanan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, semakin melecut tingkat kejenuhan dalam benak masyarakat kita. Jawaban yang masuk di akal.

Jawaban lainnya adalah kemungkinan tingkat selera humor masyarakat kita sangat tinggi, sehingga hal-hal yang tidak logis pun bisa menjadi media hiburan. Bayangkan saja bunyi klakson bus menyebabkan kecanduan sosial di masyarakat. Saking diminatinya kelucuan ini, fenomena "Om Telolet Om" menjadi viral secara nasional, bahkan sudah go international. Selera humor yang tinggi menyebabkan hal yang tidak logis dan esensial bisa mencapai go international. Lumayan masuk akal.

Jawaban selanjutnya adalah klakson bus merupakan benda yang langka di negara kita, sehingga ketika ada bunyi klakson bus membuat masyarakat kita terkejut, terkagum-kagum, terheran-heran, dan terkesima. Padahal suara klakson merupakan sesuatu yang selalu dihindari di jalan raya, karena bisa memekakkan telinga. Rada-rada masuk di akal.

Jawaban yang paling tidak masuk diakal selanjutnya adalah ini merupakan pengalihan isu. Kemungkinan ada sekelompok orang yang sengaja menaikkan fenomena ini sampai ke tingkat internasional, dengan tujuan menutupi ataupun mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan besar yang sedang terjadi di negara kita ini. Bisa jadi.

Namun diantara beberapa jawaban diatas, yang bisa kita tarik kesimpulan adalah masyarakat telah jenuh melihat, mendengar, dan mengkhawatirkan persoalan negara ini sampai sampai masyarakat mengalihkan perhatiannya kepada hal-hal yang menghibur, meskipun itu terkesan konyol. Fenomena 'Om Telolet Om" setidaknya mengobati rasa rindu masyarakat terhadap persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan negeri ini. Kendatipun pemerintah tidak bisa mewujudkan impian masyarakat, bunyi klakson telolet memberikan harapan baru. Merajut tawa bersama meskipun banyak perbedaan di masyarakat, namun persatuan dan kesatuan tetap "TELOLET!".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun