Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demokrasi Intimidasi Menakar Imaji Era Reformasi

12 Mei 2023   05:30 Diperbarui: 12 Mei 2023   05:26 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi intimidasi (sumber: pixabay.com)

Sepertinya belakangan ini tengah marak terjadi, aksi intimidasi yang dilakukan oleh oknum-oknum anti kritik atas nama stabilitas politik. Berangkat dari berbagai persoalan yang tampak di permukaan, baik dalam konteks kebijakan publik atau kritik dalam perspektif demokratik. Kritik yang membangun adalah kepastian dalam tujuan penyampaian hak dan kewajiban.

Baik atas nama individu, kelompok atau kumpulan yang memiliki visi dan misi identik. Menakar keabsolutan demokrasi tentu saja harus berangkat dari orientasi kebijakan publik yang terbuka. Tidak terpaksa atau dipaksa, bahkan dirundung ancaman serta keinginan dari salah satu pihak semata.

Prinsip kebangsaan yang ada pada Negara demokratis seharusnya dapat berangkat dari kepentingan rakyat. Karena demokrasi tidak dapat berdiri sendiri, seperti apa yang dikemukakan oleh Plato terhadap perspektif kebebasan rakyat dalam memberi pendapat. Hal ini adalah mutlak bagi penerapan demokrasi pada sebuah Negara.

Kritik adalah hal yang wajib dilaksanakan kepada Pemerintah, agar check and balance terjadi pada regulasi yang berdiri atas nama rakyat. Rocky Gerung pernah memberi steatmennya terhadap orientasi kritik membangun. "Bahwa tugas rakyat hanyalah memberi kritik, sedangkan solusi adalah tugas para wakil rakyat di Parlemen".

Jadi kritik pada dasarnya memang berangkat dari realitas yang faktual dialami. Baik terhadap kebijakan publik ataupun terhadap sistem Pemerintahan yang dirasa kurang baik. Sedangkan praktik intimidasi atas koreksi atau kritik dapat dianggap sebagai hal yang menentang demokratisasi dalam lingkup sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Merriam Webster.

Intimidasi ini sendiri terbagi menjadi tiga bagian, yakni verbal, fisik dan cyberbullying. Contoh intimidasi verbal dan fisik adalah seperti kisah yang dialami oleh Bapak Mustofa di Pekalongan, karena berani mengkritik kebijakan daerah. Sedangkan untuk cyberbullying ini dapat dipahami melalui realita buzzer media, yang marak saat ini.

Inilah yang kiranya dapat menjadi abstraksi bagi penegakkan demokrasi saat ini. Cita-cita luhur yang tercederai pasca Reformasi, dengan berbagai polemik penegakan demokrasi yang berangkat atas dasar kepentingan rakyat. Maka kiranya apa yang menjadi faktor bergesernya perspektif keadilan, dan hak asasi manusia. Wajar jika saat ini mulai marak terjadi lagi aksi KKN di berbagai sektor.

Seperti kisah yang dialami oleh seorang guru dari Pangandaran, yang sempat mundur dari ASN lantaran menolak praktik pungli. Hal ini belumlah seberapa, ketika kita melihat realitas pembangunan berbagai macam fasilitas umum di daerah. Ketimpangan sosial yang sedianya terjadi, kiranya adalah efek domino dari problematika bangsa saat ini.

Harapan yang sedianya sudah final kala Reformasi beberapa tahun silam, seolah buyar dengan fakta kemundurannya. Pergeseran perspektif dan makna yang menjadi semangat juang penegakan Reformasi, yang harus dibayar dengan darah dan air mata. Sepertinya tepat jika mengemukakan problematika bangsa dalam tinjauan positivisme, dari sudut pandang empirisnya.

Bukan soal bagaimana masa depan bangsa dan demokrasi di masa mendatang. Melainkan soal, apa yang patut diselesaikan kini, guna perbaikan demokrasi bagi masa datang. Kemerdekaan ialah hak yang patut diperjuangan, sesuai prinsip dan norma yang berlaku. Orientasinya ya tentu saja hanya bagaimana melihat tantangan bangsa di masa datang dapat diperjuangkan secara bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun