Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Neraka di Medan Area

13 Oktober 2022   05:30 Diperbarui: 13 Oktober 2022   07:43 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pertempuran Medan Area (orauvi.blogspot.com)

Setelah beberapa hari kedatangan Sekutu di kota Medan yang disertai dengan aksi mempersenjatai kembali para bekas tawanan perang Belanda, konflik di berbagai tempat semakin kerap terjadi. Bukan sekedar unjuk kekuatan bersenjata, melainkan sudah mendekati suasana baku tembak yang berbalas saling ancam antara pejuang dengan pasukan Sekutu.

Mereka (pejuang) tengah dalam kondisi puncak kemarahan, karena melihat sendiri para tentara Belanda yang dibebaskan ternyata dipersenjatai kembali. Hal ini yang menyulut amarah dari para pejuang dan rakyat.

Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dikomandoi Ahmad Tahir pun semakin kuat dalam menghimpun kekuatan. Baik dalam aspek persenjataan dan konsolidasi antar badan-badan perjuangan lainnya. Firasat pecah pertempuran semakin nyata.

Benar saja, di Jl. Bali (kini Veteran) terjadi sikap sewenang-wenang tentara Sekutu ketika bertemu dengan para pejuang ataupun masyarakat. Mereka memberhentikan setiap orang yang kedapatan membawa senjata. Tentu untuk dirampas dan digeledah, seraya mencari atribut Republiken yang dikenakan.

Seperti benda-benda yang dicurigai sebagai wujud nasionalisme. Simbol Merah putih adalah target utama mereka. Bahkan salah satu pemuda bernama Abdul Wahid Marbuni yang kedapatan membawa lencana Merah Putih tak luput dari aksi intimidasi mereka. Sambil mengancam-ancam dan mengarahkan senjatanya terhadap pemuda tersebut.

Memang, lokasi yang dilalui oleh Abdul Wahid kebetulan adalah "sarang" dari pasukan NICA dibawah komando Westerling. Maka, dapat dipastikan, bukan hanya intimidasi, bahkan aksi kekerasan pun dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap para pemuda yang berada di sekitar lokasi.

Lencana Merah Putih yang disita lantas diinjak-injak, seraya memaki dan meneriaki para pemuda lainnya. Jadi, provokasi dilakukan secara sepihak yang bertujuan untuk memancing amarah. Bukan lebih mengarah kepada pengamanan situasi. Dimana NICA berada dibalik aksi provokasi tersebut. Sontak saja hal itu langsung membuat Abdul Manaf Lubis dari barisan pemuda berang.

Bersama berbagai laskar perjuangan yang ada di lokasi, sektika menjadi arena baku tembak dengan pasukan Sekutu. Tak lama, pasukan TKR yang datang pun langsung memberi dukungan serangan. Hari itu kabar mengenai pertempuran segera meluas hingga keluar kota. Badan-badan perjuangan yang berada di sekitar kota juga secara bertahap datang ke Jl. Bali.

Baku hantam dan tembak dengan gencar terjadi, walaupun tentara Sekutu dan NICA lebih memilih bertahan di area Pension Wilhelmina, yang dipergunakan sebagai barak utama pasukan NICA.

 Diantara para pejuang itu ada seorang bernama Timur Pane, seorang "jago/bandit" yang terkenal dengan julukan Jenderal Naga Terbang, dan bukan Naga Bonar seperti di dalam film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun