Maka tidak heran, jika para artis Citayam menolak pemberian beasiswa untuk sekolahnya. Krisis jati diri dimulai dari hilangnya rasa cinta terhadap bangsanya. Khususnya terhadap perjuangan para pahlawan bangsanya dahulu kala.
Membangun kesadaran kritis tentu harus berangkat dari pembiasaan diri membaca realitas dan sejarah. Peristiwa di masa lalu yang sejatinya dapat kita sampaikan untuk generasi saat ini. Karena itu tugas bagi seorang pendidik. Dengan beragam metode tentunya.
Syukur, di kompasiana kita dapat secara langsung memantau perkembangan para peserta didik melalui pendekatan literatif. Dan tentunya dapat membangun daya kritis, untuk pula turut membaca artikel lainnya. Kenapa tidak?
Banyak hal menarik yang sekiranya bisa tersampaikan di era pendidikan berbasis digital. Khususnya ketika generasi muda kini dapat dengan mudah mengakses laman-laman berita favoritnya.
Bila ditanya apa yang sebenarnya dicari oleh para pendongeng sejarah yang kehilangan waktu mengajarnya kini? Tentu tidak lain hanya ingin terus menjaga kisah sejarah bangsa agar tidak hilang tergerus kemajuan zaman.
Bukan sekedar di dalam kelas, tetapi hingga anak-anak yang kehilangan akses pendidikan di berbagai belahan bumi pertiwi lainnya.
Sekiranya kegelisahan ini dapat penulis sampaikan melalui tulisan ini.
Semoga ini tidak sekedar menjadi beban bagi para pendidik, khususnya bagi guru sejarah. Karena sejatinya identitas bangsa ini kelak akan berangkat dari para generasi mudanya. Seperti kata Bung Karno dulu, dengan 10 pemuda yang hatinya bergolak, maka ia dapat mengguncang dunia. Terimakasih. Itu saja.