Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Gombloh melalui Syair Kritik dan Cinta

14 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 16 Juli 2022   10:15 2099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gombloh dkk (kanan depan) tampil dengan timpang, tanpa menggarap panggung. (KOMPAS/EFIX MULYADI) 

Kita semua tentu sudah sangat familiar dengan lagu Kebyar-Kebyar dan Berkibarlah Bendera Negeriku, bukan? Apalagi lagu Berita Cuaca, yang pernah dipublikasikan ulang oleh grup musik rock asal Surabaya, Boomerang. 

Ya, itulah diantara sekian banyak karya dari lagu-lagu ciptaan Gombloh. Seorang musisi legendaris kelahiran Jombang, pada tanggal 14 juli 1948.

Kiprahnya dalam dunia musik seolah arena pertempuran buat dirinya. Bayangkan saja, syair-syair bermuatan nasionalisme masih kerap kita dengar hingga saat ini. 

Tidak juga perhatiannya terhadap persoalan sosial, yang juga beliau sampaikan melalu syair-syair lagunya. Seperti, Berita Cuaca dan Selamat Pagi Kotaku, yang jelas berangkat dari realitas kehidupan sosial politik Indonesia kala itu.

Seniman yang memiliki nama lengkap Soedjarwoto Soemarsono ini lahir sebagai anak ke empat dari pasangan Slamet dan Tatoekah. 

Selama masa-masa sekolahnya di Surabaya, sejak di SMA Negeri 5, bakat bermusiknya semakin mantap seiring perkembangan dirinya. Gombloh benar-benar terbentuk dari realitas sosial di Surabaya, yang kala itu "konon" adalah salah satu kota yang "keras".

Walau pernah terdaftar sebagai mahasiswa di Institute Teknologi Surabaya, beliau justru lebih kerap berada di jalanan, daripada di bangku kuliah. 

Kedekatannya dengan para pengamen jalanan, hampir di setiap sudut kota Surabaya, menjadikan dirinya semakin akrab dengar syair-syair bertema sosial.

Terlebih ketika syair Berita Cuaca menjadi topik pembicaraan hingga ke arah politik negara. Ya, tahun 1980an memang Orde Baru tengah gencar-gencarnya mengantisipasi kritik terhadap pemerintah. 

Kla itu, secara tegas Gombloh sampaikan secara terbuka, mengenai kerusakan lingkungan akibat pembangunan.

Karena hal inilah, yang pernah membuat dirinya dilarang melantunkan lagu kritik ketika menggelar konser-konser terbukanya.

Sederhana, adalah kata kunci menggambarkan sosok Gombloh. Masyarakat mengenalnya sebagai seorang dermawan yang miskin. 

Bagaimana tidak, uang keuntungan konser-konser, selalu dihabiskan untuk memberi makan orang-orang di jalanan. Baik itu pemulung, tukang becak, anak-anak kecil, hingga orang tidak mampu. Luar biasa bukan?

Walau dalam kesehariannya, Gombloh adalah musisi yang penuh dengan keterbatasan, terlebih dalam masalah ekonomi. Tapi apa lacur, itulah jalan ninja Gombloh, yang hidup sebagai seorang musisi pejuang.

Sosok Gombloh adalah fenomenal, yang bahkan hingga generasi nanti akan terus mengenangnya, walau hanya melalui lagu-lagu hasil karyanya. Tetapi, rasa cintanya terhadap tanah air Indonesia, sama sekali tidak lekang hingga akhir hayatnya.

Bukan sekedar rasa nasionalisme, tetapi juga cintanya terhadap sesama. Dimana pernah pada suatu waktu, beliau membagi-bagikan pakaian layak pakai untuk para pekerja seks komersil di Surabaya. 

Karena memang dia adalah seorang sosok yang sangat anti dunia prostitusi. Seperti karya, Tiwuk Blues dan Jamilah, dengan kesadaran bahwa setiap kejadian pasti ada latar belakang masalahnya.

Gombloh adalah satu-satunya musisi yang pertama kali melantunkan lagu Jawa dalam dunia musik. 

Lagu Hong Wilaheng, adalah sebuah lagu yang direduksi dari serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV. Tentu saja makna dari serat tersebutlah yang menjadi corak kekuatan lagu sejarah sastra fenomenal.

Ya, itulah Gombloh yang penuh dengan kesederhanaan hidup, tentu sangat jauh bila kita melihat dengan gaya para musisi saat ini.

Syair kritik dan cinta dapat dikatakan adalah simbol perlawanan dirinya terhadap persoalan sosial kala itu. Tidak banyak, musisi yang konsisten seperti dirinya. 

Hingga dari alam kubur, nada-nada perjuangannya tetap terus menggema hingga saat ini atau bahkan hingga generasi nanti. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun