Mengenang kembali masa-masa seperti ini tentu menjadi cerita yang tak 'kan terlupakan. Jauh penuh syukur adalah mereka yang hingga akhir tahun ini masih tetap baik-baik saja, sehat selalu.
Natal, Erupsi Semeru dan Kewaspadaan Dini
Desember adalah bulan yang penuh kebahagiaan buat umat kristiani pada khususnya. Walaupun sebenarnya secara esensial, peristiwa Paskah punya makna yang lebih agung dan dalam, namun gebyar Natal tak bisa dimungkiri jauh tampil lebih semarak.
Pandemi yang mengharuskan ibadah berganti secara online, pada satu sisi sebenarnya juga bisa disyukuri. Khususnya bagi mereka yang paham benar soal liturgi gerejawi. Sebab, di Indonesia ini mayoritas penyelenggaraan perayaan Natalnya dilakukan pada masaraya Adven.
Adven (adventus) sendiri adalah masa 4 (empat) pekan hari Minggu sebelum Natal tanggal 25 Desember. Itu adalah masa penantian. Penantian akan kedatangan Kristus kedua kali kelak di akhir zaman. Penantian akan kehadiran Sang Firman (Logos) dalam bentuk insani yang menyejarah dalam hidup dan kehidupan manusia yang terbatas.
Dengan pemahaman dasar ini, maka merayakan Natal di masaraya Adven bisa dikatakan kurang tepat secara teologisnya. Jadi dengan adanya pandemi, tak ada lagi perayaan Natal sebelum waktunya tiba, itu berarti akan kembali ke konsep dasarnya.
Menyadari hal ini, maka itulah cara Tuhan bekerja. Sungguh, di luar dari kekuatan yang bisa dilakukan manusia untuk menyadarkan sesamanya.
Tapi... tentu saja jadi timbul pertanyaan, "Memangnya senang dengan pandemi yang tak usai?"
Ya, bukan begitu juga yang diharapkan. Tentu saja permohonan bersama adalah pandemi berakhr. Aktivitas normal dengan pola kebiasaan baru bisa terjadi. Bisa berkumpul lagi, berinteraksi fisik secara sosial. Tak lengah dan abai terhadap pola hidup sehat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!