Dari luar kota, ada yang mengabarkan kalau di RSUD “Mardi Waluyo” Blitar, ada ruangan yang plafonnya sampai jebol. Di daerah Spellot, kawasan dekat pantai Malang Selatan kondisinya sama. Genteng-genteng rumah warga pada berjatuhan. Di Gunungtumo dan beberapa wilayah di kawasan yang sama, gambar dan video mengabarkan atap dan plafon gedung gereja pada jebol dan berjatuhan.
Skala 6,7 SR saja dampaknya sudah begini. Dahsyat juga karena jarak dari selatan ke utara Pulau Jawa, itu sudah berapa ratus kilometer jika ditarik garis lurus. Masih saja terasa getaran dan goyangannya. Tentu tambah dekat, tambah keras juga dampaknya.
Memang, ada juga juga komentar yang bertanya atau menceritakan soal adanya gempa jam dua siang ini. “Lho, iya ta?” Tak sadar atau belum benar-benar menyadari.
Peristiwa yang baru saja dialami ini, bisa jadi dan memang harus jadi pelajaran. Bahwa memang terkadang respon orang dalam menanggapi peristiwa alam berbeda-beda. Penanggap yang slowly bisa jadi warning, alarm tanda bahaya. Ketidaksigapan terhadap bahaya gempa, barangkali itu yang juga menjadi alasan utama mengapa sampai timbul korban nyawa.
“Kalau ada gempa, larilah ke luar rumah. Kalau tak sempat juga, carilah tempat perlindungan yang paling aman di mana ia berada dalam sebuah bangunan. “
Pemahaman dasar yang sudah hafal tentunya. Tetapi kenyataannya yang fast response, benar- benar tanggap, berapa banyak juga.
Semoga untuk teman-teman dan saudara/i yang rumahnya atau kantornya, atau rumah ibadahnya terkena dampak gempa sesaat tadi, bisa segera mendapatkan bala bantuan. Agar segera dapat diperbaiki dan bisa difungsikan kembali.
Tetap waspada buat semua. Musim pancaroba seperti ini, di permukaan, bagian atas, kondisi cuaca masih buruk. Di bawah, di dalam laut, kita tak tahu pergerakan lempeng bumi yang masih terus aktif.
Semoga kita aman dalam perlindungan tangan kasih-Nya....
10 April 2021
Hendra Setiawan