Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menanti Ritual "Keributan" 14 Februari

13 Februari 2021   18:00 Diperbarui: 13 Februari 2021   18:05 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Shodancho Supriyadi (tirto.id/Gery)

Jadi apakah surat edaran itu dikeluarkan berkaitan dengan benang merah dari cerita yang terakhir ini, saya juga tidak tahu persis. Mungkin yang berkecimpung dalam dunia pendidikan yang lebih paham ketimbang warga biasa yang awam.

Sejarah Sendiri Terabaikan

Lha, daripada dinas pendidikan menngurusi hal seperti itu, coba deh guru sejarah diberi podium, disuruh angkat bicara. Mereka itu punya andil besar dalam mengangkat derajat bangsa lho. Ilmu mereka sangat berguna untuk membangkitkan rasa cinta tanah air.

Tanggal 14 Februari itu, sejarah malah mencatat adanya hari pemberontakan tentara PETA (Pembela Tanah Air).  Ini sejarah bangsa sendiri, mengapa malah dilupakan? Malah sok sibuk punya kegiatan mengurusi hari lain yang tak ada kaitannya dengan pendidikan.

Konon, ada sebuah tulisan yang berada di atas meja teras tengah ruang santai Istana Gebang yang berada di Blitar, Jawa Timur. Istana Gebang ini adalah rumah kediaman mantan Presiden Soekarno. Rumah ini berada di Jalan Sultan Agung Blitar, sekitar 2 kilometer dari Makam Bung Karno. Setiap tanggal 6 Juni, hari kelahiran Bung Karno, di rumah ini diselenggarakan acara memperingati hari lahir Bung Karno.

Bunyinya demikian (sumber tulisan):

"... di tempat ini pula telah berlangsung peristiwa bersejarah yang perlu diketahui oleh semua generasi muda... mengingat tempat ini adalah tempat pertemuan Shodanco Suprijadi, Shodanco Muradi, dan Dr. Ismangil menghadap Bung Karno yang sedang berkunjung ke rumah ini untuk menyampaikan rencananya bahwa para prajurit PETA Daidan Blitar akan melakukan pemberontakan kepada Jepang. Meskipun Bung Karno saat itu telah menasehati untuk memperhitungkan dengan cermat karena pertimbangan kekuatan yang tidak memungkinkan pemberontakan tersebut akan berhasil, akan tetapi semangat para anggota tentara PETA telah bulat dan tidak dapat dihalang-halangi. Maka pada pukul 03.00 dinihari tanggal 14 Februari 1945 meletuslah pemberontakan tersebut".

Pemberontakan PETA di Blitar terhadap Jepang memang gagal namun bukan berarti sia-sia. Dalam pemberontakan tersebut, pasukan PETA berhasil mengibarkan bendera merah putih dan mengobarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan.

Pemberontakan PETA tersebut sebagai wujud cinta tanah air yang ditampilkan melalui perang masa revolusi melawan penjajah Jepang yang dilakukan generasi muda. Usia Shodanco Suprijadi waktu itu 22 tahun dan menjabat sebagai komandan pasukan.

Peran PETA yang fenomenal di tempat lain adalah peristiwa Rengasdengklok dalam detik-detik kemerdekaan Indonesia. PETA inilah juga yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI, atau ABRI sekarang).

Ilustrasi Shodancho Supriyadi (tirto.id/Gery)
Ilustrasi Shodancho Supriyadi (tirto.id/Gery)
Cerdas dan Waras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun