Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mungkinkah Menang Cuma 20% Tak Mau Bagi-Bagi Kursi Menteri?

10 April 2014   21:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi sedang di atas angin karena PDIP partai yang menugaskannya sebagai calon presiden kemungkinan besar memenangi Pemilihan Umum legislatif 9 April 2014. Menurut hasil hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survey, rata-rata menduga PDIP mengumpulkan suara terbanyak, misalnya data hitung cepat Kompas :  PDIP 19,17% , disusul Golkar 15,0%, Gerindra 11,77 %, Demokrat 9,47%, PKB 9,17%, PAN 7,747%, PKS 7,02, PPP 6,73%, Nasdem 6,70%, Hanura 5,11%, PBB 1,45% dan PKPI 0,94%.

Mengingat hitung cepat berdasarkan pengalaman hasilnya mendekati kebenaran hitung manual, para petinggi PDIP kemarin terlihat sibuk berkonferensi pers, sibuk menyiapkan langkah selanjutnya mensukseskan pencapresan Jokowi. Peroleh persentase yang semuanya di bawah 20% mau tak mau akan membuat  pemilihan Presiden bukan hal mudah bagi PDIP, tak ada lagi jaminan Jokowi pasti menang sekalipun dipasangkan dengan sandal jepit, seperti dikatakan seorang pengamat politik pada November 2013.  Berani coba dipasangkan dengan cawapres kelas sandal jepit? Tak ada jaminan pasti menang. Seandainya menang, bagaimana nanti stabilitas Pemerintahan Presiden Jokowi?

Pada tanggal 27 Maret 2014, di Sukabumi Jokowi menegaskan "Kalau menang hanya 20 persen suara, yang berat presidennya. Tapi kalau menang di atas 35 persen, baru kita kuat. Seharusnya minimal 36 persen" (Antaranews.com). Kekhawatiran Jokowi akhirnya menjadi kenyataan, PDIP walaupun memenangi suara pemilih terbanyak 'hanya' mengumpulkan kurang dari 20% saja. Apakah kisah Pemerintahan Presiden SBY yang terus menerus digoyang parlemen akan berulang bila PDIP memerintah Indonesia?

Pertanyaan masih menggantung, dengan alasan ingin menegakkan sistem presidensil bukan parlementer, Jokowi menegaskan ia tak mau membagi-bagi kursi menteri bagi partai yang nanti berkoalisi dengan PDIP. "Semakin banyak merangkul partai makin baik. Dengan catatan tidak ada hitung-hitungan kursi menteri dan lain-lain. Usulan menteri bisa saja, tapi sekali lagi bukan bagi-bagi kursi," ujar Jokowi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/4) (Gatranews, 10 April 2014).

Sungguh menarik dua pernyataan Jokowi ini, di satu pihak ia mengakui jika hanya memenangi 20% suara Presiden akan berat, akan tetapi bilapun PDIP berkoalisi dengan partai lain ia tak mau bagi-bagi kursi menteri. Bagaimana caranya memadukan dua hal yang saling berlawanan ini?

Bila benar Jokowi (dan Megawati) bersikukuh tak mau bagi-bagi kursi menteri dengan partai yang berkoalisi dengan PDIP, masih adakah partai yang merapat ke PDIP? Katakan masih ada satu dua partai yang mau berkoalisi maka akan timbul dua kemungkinan sebelum maupun pasca Pemilihan Presiden Juli 2014 nanti :


  • Bila benar tak mau bagi-bagi kursi menteri dan tak ada kompensasi yang menarik, maka lawan Jokowi, sebut saja Prabowo dan Aburizal Bakrie kemungkinan akan menarik lebih banyak partai koalisi. Bukan hal mustahil Jokowi akan dikalahkan oleh Prabowo Subianto yang dalam pelbagai polling sebelum Pemilu dijagokan sebagai kandidat Presiden berpeluang terbesar kedua setelah Jokowi.
  • Bila kemudian karena ketenarannya Jokowi masih memenangi pemilihan Presiden dan ia bersikukuh menerapkan sistem Presidensial murni seperti Presiden Suharto dulu, mengangkat menteri berdasarkan kemampuan bukan karena politik dagang sapi, mampukah Pemerintahan berjalan stabil tanpa goyangan parlemen?


Kedua kemungkinan di atas sangat mungkin terjadi, mengingat kemenangan PDIP pada Pemilu legislatif 2014 tak lebih besar dibanding kemenangan Partai Demokrat pada Pemilu legislatif 2009 yang sekitar 21% saja.

Prabowo atau Jokowi? Dua-duanya berpeluang jadi Presiden. Tak mungkin lagi 'sandal jepit' mendampingi Jokowi bila ingin terpilih jadi Presiden. Apa resep Jokowi (dan Megawati) bila menang dan mau menerapkan sistem pemerintahan presidensial, tapi tak mau bagi-bagi kursi menteri dan tak digoyang lawan politik di Parlemen?

Bila salah strategi dalam pemilihan presiden, bukan tak mungkin kejadian tahun 1999 saat PDIP memenangi Pemilu legislatif tapi tak berhasil menjadi Presiden RI akan terulang lagi!

Prabowo Subianto bukan lawan enteng, sejauh ini ia sudah cukup jelas visi misinya dibanding Jokowi yang baru menyerukan slogan Indonesia Baru dan terkesan mengandalkan popularitas dan elektabilitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun