Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuliah Kerja Nyata 12 Bulan!

21 September 2015   09:08 Diperbarui: 21 September 2015   09:13 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika sebuah Tim Kementerian Ristek dan Dikti (Kemenristek dan Dikti) "menggerebek" acara wisuda sekolah-sekolah tinggi di lingkungan Yayasan Aldiana Nusantara (YAN) di gedung Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, Sabtu 19 September 2015. Beberapa jawaban Ketua YAN terdengar janggal atau kurang meyakinkan :

  • Peserta wisuda menurut Ketua YAN 738 orang, sedangkan data menurut panitia 938 orang. 
  • Ketua YAN mengiyakan perintah Kemenristek dan Dikti agar tidak memberikan ijazah, tapi ia beralasan peserta wisuda harus menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah selama 12 bulan.

Dua pernyataan Ketua YAN yang diinterogasi oleh Tim Kemenristek dan Dikti -yang disiarkan beberapa stasiun TV- merupakan jawaban janggal bagi pertanyaan relatif sederhana dari pihak Pemerintah. Selisih 200 peserta wisuda merupakan hal yang patut diteliti lebih dalam, apakah ada penyelundupan peserta wisuda yang tidak berhak diwisuda, atau seluruh peserta wisuda semua tidak berhak atas wisuda sarjana dan D III, dengan alasan penyelenggaraan perkuliahan di sekolah-sekolah tinggi di lingkungan YAN tidak benar. Lama KKN mahasiswa yang 12 bulan juga sangat aneh, sampai ditanya ikut (acuan) kurikulum pendidikan mana KKN yang lamanya 12 bulan itu. KKN mahasiswa umumnya sekitar 3 bulan saja, itupun sekarang tidak semua program studi mewajibkan semua mahasiswanya melakukan KKN sebagai bagian kurikulum yang harus diselesaikannya,

Istilah "mengegerebek" pada kenyataannya kurang tepat juga, Tim Kemenristek dan Dikti tidak terlalu mempermalukan para peserta wisuda misalnya membubarkan acara, namun hanya melakukan interogasi di sebuah ruangan terhadap Ketua YAN. Interogasi ini yang berbuah surat pernyataan Ketua YAN yang antara lain tidak akan memberikan ijazah sarjana kepada para peserta wisuda, sudah barang tentu harus ditindaklanjuti dengan penyelidikan lebih dalam oleh pihak Ristek-Dikti apakah pelanggaran yang dilakukan YAN mengandung unsur pidana atau tidak. Bila ada unsur pidana harus dilaporkan ke Polres Tangerang / Tangerang Selatan atau Bareskrim Polri.

Ketua YAN -Dr. Alimuddin, MM, MPd- dan Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti -Dr Ir Patdono Suwignjo MEng.Sc- hari Minggu malam 20 September 2015 diwawancara jarak jauh bersama-sama oleh MetroTV. Ketua YAN berbeda dengan saat diinterogasi Tim Kemenristek dan Dikti sehari sebelumnya, yang terlihat terdesak, kali ini ia dengan cukup meyakinkan menyatakan bahwa Perguruan Tinggi Swasta yang dikelolanya bukan 'abal-abal', memberikan bea siswa, tidak menarik biaya Rp 15 juta/peserta wisuda, tapi menarik biaya bagi kuliah kelas karyawan.

Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti membacakan Surat Pernyataan Ketua YAN setelah diinterogasi Tim Kementerian Ristek dan Dikti, yang antara lain tidak akan memberikan ijazah bagi peserta wisuda. Dirjen dan jajarannya tentu akan mengaudit tuntas Yayasan Aldiana Nusantara beserta sekolah-sekolah tinggi yang bernaung di bawahnya.

Tak ada jalan lain yang lebih adil bagi semua pihak, Yayasan Aldiana Nusantara, Kementerian Ristek dan Dikti, para peserta wisuda serta masyarakat pada umumnya, kasus ini harus diselesaikan secara hukum sampai tuntas. Bila ada perkuliahan yang tak benar dan jual beli ijazah, siapa yang bersalah harus dipidana, kerugian materil peserta wisuda harus diganti pihak yang bersalah. Masyarakat harus dilindungi dari mengikuti pendidikan tinggi yang tak benar dan beraroma penipuan.


Dampak pendidikan sarjana 'abal-abal' oleh siapapun penyelenggaranya akan mengakibatkan dampak internasional juga, bisa-bisa lulusan sarjana Indonesia makin diragukan kualitasnya di ASEAN, makin berat Indonesia menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Selama ini lulusan S1 Indonesia tak ada kesulitan menempuh S2 di negara-negara maju, demikian pula beberapa lulusan S2 yang saya kenal, diterima mengikuti program doktor ekonomi atau ekonomi sumber daya di Amerika Serikat berbekal ijazah S2 dalam negeri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun