Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pertamina Rugi Milyaran Rupiah Biaya Sosialisasi Dua Harga BBM

30 April 2013   19:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:21 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stock Out

Pada sebuah perusahaan, bagian penjualan ibarat para pemain tengah dan depan sebuah kesebelasan sepakbola, yang tugasnya membuat gol, sedangkan bagian penunjang ibarat pemain belakang, harus bermain efisien agar tak kebobolan dan seringkali pemain belakang di era sepakbola modern mampu pula menciptakan gol.Pemain PSSI tahun 1970an, Sutan Harhara, adalah contoh pemain belakang yang sering melakukan overlapping membantu penyerangan, kadang-kadang menciptakan gol.

Sekian tahun silam seorang manajer penyediaan stok tinta kering mesin fotokopi menghitung bahwa impor sekian bulan ke depan dapat diturunkan, karena stok saat itu dianggap terlalu banyak, ia ingin stok di gudang cukup untuk dua bulan pemakaian saja. Manajer tersebut sedang memerankan fungsinya sebagai back semacam Sutan Harhara. Perlu diketahui bahwa barang tersebut adalah barang impor, yang harus diorder tiga bulan sebelumnya dan sedapat mungkin tak mengubah kuntitas order secara mendadak, karena akan mempengaruhi supply chain system yang terjalin dengan pihak pabrik di luar negeri.

Suatu hari gudang hampir kehabisan stok, karena adanya kenaikan pemakaian yang tak terduga, jika hanya mengandalkan impor rutin melalui laut sebulan sekali, maka akan terjadi stock out atau kehabisan stok.Demi menjaga kepuasan dan kepercayaan pelanggan akhirnya diputuskan bahwa impor yang seharusnya dikirim melalui laut, sebagian diangkut via udara dan sekaligus dilakukan emergency order atau order tambahan ke pihak pabrik, yang tentu saja bikin kalut perencanaan pihak supplier.

Keputusan ingin berbuat efisien menjadi tidak efisien, karena salah memperkirakan kebutuhan pelanggan, dan harus mengeluarkan uang ekstra ratusan juta rupiah untuk biaya angkut via udara akibat salah membuat keputusan.

Dua Harga BBM Bersubsidi Batal

Menteri Pertambangan dan Enerji, Jero Wacik, di TV menyatakan bahwa Pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi, harganya di bawah Rp 6500/liter dan yang menarik Menteri Jero Wacik, yang mantan karyawan Astra Group, menyatakan bahwa penetapan harga BBM bersubsidi yang tadinya ada dua harga dibatalkan, akan menjadi satu harga saja.Padahal rencana dua harga BBM bersubsidi sudah diberitakan sebelumnya, walaupun belum diputuskan.

Pertamina sebagai pembekal BBM di dalam negeri sudah mengantisipasi rencana dua harga BBM bersubsidi dengan membuat spanduk, buku pedoman, brosur bagi SPBU dan sosialisasi lainnya, yang kabarnya menelan biaya milyaran rupiah, tak jelas berapa tepatnya.Saat Menteri Jero Wacik ditanya wartawan, bagaimana dengan biaya milyaran rupiah yang telah dikeluarkan Pertamina untuk menyongsong berlakunya keputusan dua harga BBM bersubsidi, pak Menteri menjawab “Tak apa-apa”.Bagi Pertamina bila benar telah mengeluarkan uang milyaran rupiah dan menjadi mubazir , tetap ‘apa-apa’, walaupun mungkin ‘hanya’ beberapa milyar, yang tak seberapa dibanding pendapatan total Pertamina.

Hati-Hati Membuat Keputusan

Pada kasus pertama di sebuah perusahaan swasta, akibat salah membuat keputusan perusahaan terpaksa mengeluarkan tambahan uang ekstra ratusan juta rupiah untuk membayar biaya angkut barang melalui udara, bila tidak pelanggan akan kecewa dan lari.

Pada kasus kedua, Pertamina sebagai perusahaan kemungkinan besar harus menanggung mubazirnya biaya milyaran rupiah untuk persiapan pemberlakuan dua harga baru BBM bersubsidi, akibat Pemerintah membatalkan (rencana) keputusannya.Mungkinkah Pemerintah mengganti biaya sosialisasi dua harga BBM bersubsidi yang diperkirakan terlanjur dikeluarkan Pertamina?

Bagi perusahaan swasta, BUMN maupun Pemerintah Pusat atau Daerah, membuat keputusan ternyata bukan hal tak berisiko, dari sudut pandang ekonomi, dua contoh kasus salah pengambilan keputusan berakibat pengeluaran biaya tak sedikit yang seharusnya dapat digunakan untuk aktivitas lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun