Mohon tunggu...
Is Helianti
Is Helianti Mohon Tunggu... -

Pembelajar kehidupan dan aktivis iptek.\r\nKeseharian bekerja sebagai ibu rumah tangga, peneliti, dan editor jurnal ilmiah. Menulis proposal penelitian dan karya ilmiah adalah bagian dari pekerjaan. Menulis ilmiah populer (dan sudah terbit beberapa di Kompas) dan ngeblog adalah bagian dari hobi. Jadi ketika load pekerjaan tinggi, saya kadang lupa password akun blog saya...:-D.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melongok Budaya Baca dan Tulis Masyarakat Jepang

2 Juni 2013   09:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:39 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tingginya budaya tulis masyarakat Jepang juga dikarenakan merekaadalah “learning society”, yaitu masyarakat yang senang belajar dan ingin well informed. Rata-rata dari orang Jepang senang untuk mencoba mensistemasikan segala informasi yang mereka dapatkan dan mendokumentasikannya menjadi pengetahuan praktis yang bermanfaat buat diri sendiri maupun orang lain. Siapapun, apapun profesinya dapat
menjadi penulis amatiran dan menerbitkan buku yang dapat menjadi informasi untuk orang lain. Dari ibu rumah tangga biasa sampai kalangan artis sangat mudah membuat buku ataupun tulisan. Tidak
berlebihan jika banyak dari orang Jepang yang punya keinginan untuk menulis buku tentang diri mereka sendiri (otobiografi) sebelum merekameninggal, sebagai “jejak” atau “tanda” mereka pernah hidup di dunia
ini.

Ada seorang ibu rumah tangga yang mengalami pindah rumah beberapa kali, dan dari pengalamannya tersebut dia menulis sebuah buku tentang pindah rumah yang efisien sekaligus menyenangkan. Juga dari
pengalaman, ada ibu rumah tangga yang menulis satu buku tentang kiat- kiat untuk memutuskan membuang atau menyimpan suatu barang. Hal-hal yang mereka tulis memang tampak sepele, tapi hal-hal tersebut
terkadang menjadi penting dan bermanfaat pada saat-saat tertentu. Sehingga penerbit berani menerbitkan tulisan mereka dan dilirik oleh konsumen di toko buku. Contoh lain adalah seorang artis yang terkena
kanker rahim di saat hamil, sehingga dia harus menggugurkan kandungannya untuk penyembuhan kankernya dan kelangsungan hidupnya.

Sang artis menulis perjuangannya melawan kanker, menyampaikan tentang apa yang dia rasakan, pikirkan, dan alami dalam satu buku. Buku ini memang buku seorang penulis “amatiran” namun sarat dengan pesan-pesan untuk para ibu dan penyemangat wanita-wanita yang mempunyai penderitaan yang sama. Masih banyak lagi contoh lain yang menggambarkan betapa menulis dan menerbitkan buku bukanlah hak khusus penulis profesional belaka dalam  semua orang yang ingin menyampaikan pengetahuannya, pesannya, dan
keberadaannya kepada orang lain.

Budaya baca dan tulis masyarakat Jepang nampaknya juga tak bisa  dipisahkan dari keberadaan komik, yaitu buku cerita fiksi bergambar. Bisa dikatakan Jepang adalah masyarakat yang kaya akan komik. Berbagai jenis komik akan mudah kita dapatkan di toko-toko buku bahkan convinient store 24 jam. Ada komik humor, komik cerita
imajinasi, atau komik yang erat dengan pendidikan. Bahkan film-film kartun Jepang hampir seluruhnya (juga yang diputar di Indonesia sekarang ini) adalah berasal dari karya komik.

Ada seorang sosiologi yang mengatakan, bahwa orang asing bisa belajar tentang representatif masyarakat Jepang lewat salah satu komik Jepang yang telah dianimasikan seperti “Keluarga Sazae”. Komik filem ini sudah diproduksi sampai puluhan ribu seri sejak puluhan tahun lalu dan menggambarkan sebuah keluarga Jepang dua abad keturunan, abad, orang
tua, dan kakek nenek. Tokoh-tokoh kartun ini berkembang dari tokoh utama (Sazae) kecil sampai dia menikah dan mempunyai anak. Sayang, pertumbuhan sang tokoh berhenti sampai di situ.

Walaupun demikian, pembuat komik “Keluarga Sazae” pun dimasukkan dalam daftar sastrawan Jepang yang memberikan kontribusi besar pada pendidikan masyarakat Jepang. Karena itu, imej komik di Jepang tidaklah melulu buruk, bahkan dihargai keberadaannya dalam budaya tulis dan baca di masyarakat Jepang. Begitulah masyarakat negara matahari terbit ini. Kita dapat melihat bahwa budaya tulis dan baca mereka yang tinggi didorong oleh besarnya apresiasi mereka terhadap hasil karya orang lain, hasil proses kreatif orang lain, juga besarnya keinginan mereka untuk berbagi informasi dengan orang lain dan mengekspresikan diri. Mudah-mudahan beberapa tahun kedepan, suatu masyarakat dengan kecenderungan yang sama akan kita jumpai di tanah air. Semoga.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun