Berita olahraga baru-baru ini sangat menarik perhatian saya. Cristian Ronaldo yang kampiun dan ngetop di sepak bola dunia ditawar oleh klub lain 1 milyar Euro atau setara 12 triliun rupiah. Waah..! Angka yang fantastis. Saya lalu sibuk menghitung angka nol dari 12 trilyun itu. Lalu langsung membandingkannya dengan anggaran penelitian atau pengembangan Iptek di APBN kita. Dan saya pun menangis. Bahkan anggaran itu pun tidak ada setengahnya dari uang tawaran transfer Ronaldo. Sedihnya...
Kita memang kalah jauh dengan negeri jiran di ASEAN dalam hal anggaran penelitian. Malaysia mengalokasikan US$ 2,3 miliar (20 trilyun) untuk penelitian, ataupun Thailand yang mengalokasikan US$ 1,46 miliar (13 trilyun). Tak heran dua negara ini melaju pesat di depan Indonesia dalam bidang Iptek.
Imbas minimnya anggaran tersebut memang menyedihkan. Kalau Real Madrid saja tidak mau melepas CR7 bahkan dengan tawaran sedemikian. Berlainan dengan kita. Sejak jaman Politik Iptek kuat di masa Habibie yang mau menganggarkan lebih dari 1% APBN untuk Iptek menghilang, kita sepertinya tak menghargai SDM Iptek sebagai aset bangsa. Ratusan bahkan mungkin ribuan dari mereka lebih suka berkarya di luar sana.Banyak aset orang pintar yang tidak dirawat dan dipertahankan, sehingga mereka "brain drain" ke mana-mana.
Contoh mudah adalah karya ilmiah. Berbicara tentang budaya menulis karya ilmiah atau paper di jurnal internasional di kalangan Indonesia saja misalnya, terkadang membuat sesak dada. Di ASEAN saja, Indonesia tertatih di belakang 3 negara jiran: Singapura, Thailand, dan Malaysia walau sedikit sejajar dengan Filipina, dalam hal publikasi internasional. Bahkan, jika kondisi begini terus, tidak mustahil Vietnam akan menyalip. Dan uniknya, banyak publikasi internasional asal Malaysia yang para penelitinya adalah orang Indonesia yang berafiliasi di sana.
Tentu, kita tak mau menjadi pecundang. Dan sebagai penelitipun rasanya tak elok mengemis. Kita hanya bisa berusaha, menanam kacang di padang pasir (menyitir ungkapan Dr Warsito). Perlu usaha kecil namun terus-menerus untuk menyadarkan semua kalangan, bahwa para peneliti yang berkarakter masih ada di tanah air. Dan untuk keberlangsungan pembangunan Iptek Bangsa mereka harus tetap dapat dimaintain di tanah air.