Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Akan Tergantikan

14 September 2020   21:30 Diperbarui: 14 September 2020   21:35 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini aku berharap hujan turun menemani air mataku yang tak henti mengalir. Aku hanya mau mengadu, barangkali ada yang baca di sana. Aku sudah beranjak dewasa. Belajar untuk menjadi manusia tanpa ego. Namun, itu yang paling suit untukku. Sebut saja percakapan hangat yang berujung kepala panas membuat aku tercerai-berai. Aku ingat malam yang hangat mendidih seketika. Pikiranku tidak selalu selaras dengan pernyataanmu bahkan kebanyakan adalah pertentangan yang tak bertemu. Hari ini spesial, bagiku. Aku menunggu waktu ini kan tiba. Kutandai kalender, kutulis di buku catatanku, dan aku dengan teliti menghitung mundur. Ya, hari ini tiba. Perhitunganku sudah dengan benar. Aku selalu tersenyum dengan tanggal yang selalu mengingatkanku akan waktu yang kutunggu. Tiba.

Bergetarkah ponsel di kantongmu? Atau kau biarkan ponsel itu tergeletak sembarangan? Oke, aku paling sabar diantara makhluk yang menimang-nimang sisi instan kehidupan. Siang sudah menjadi sore. Langit berawan, abu-abu itu menjadi mendung. Hujan menimpa tanah. Tanah basah, kubiarkan saja. Apakah ponselmu berbunyi 5 kali? Ku harap ya, aku terus menghubunginya sejak siang? Oh, mungkin masih tergeletak di sembarang tempat. Sinar mentari bukan lagi meredup diperaduannya, ia menghilang dari pandangku. Namun, jangan bersedih ada bulan malam ini. Meskipun, tanpa bintang. Bulan sedikit benderang di dalam redupnya angkasa luas. Berhenti. Aku lelah menunggu. Tolong cek ponselmu, ada panggilan di sana? Atau aku menemukan nomor yang salah? Sekali lagi, kucoba menghubungi. Tanpa jawaban. Sekali lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi. Adalah jawaban yang sama. Lucu, terakhir kali. "Selamat Ulang Tahun Bapak. Aku telpon tapi ga diangkat, mungkin sibuk. Sekali lagi selamat Ulang Tahun..." Kututup dengan tiga titik diakhir pesan. Semoga tersampaikan. Semoga engkau mengerti bahwa kalimat yang kusampaikan gantung. Mungkin esok hari engkau mengecek ada pesan dariku. Mungkin bibirmu tersenyum, di waktu yang kutunggu itu. Aku berharap bahwa kamu menunggu ucapan dariku. Namun, tidak menjadi keharusan. Itu karena masih banyak anak di sekelilingmu yang sanggup berucap langsung padamu. Selamat ulang tahun ya, sederhana pesanku bila engkau menemukan teks itu. Izinkan aku menyelesaikannya di hari yang kutunggu. (... Aku mencintaimu.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun