Dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi banyak sekali tantangan yang dihadapi, kebijakan pengurangan subsidi energi menjadi salah satu tantangan besar yang harus dihadapi. Kebijakan ini muncul karena beban anggaran negara terhadap subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan energi sudah terlalu besar. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berdampapa terhadap masyarakat dan pelaku usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).Â
Pengurangan Subsidi Energi (2005-2014)
Pemerintah dihadapkan pada dilema dalam menjaga stabilitas fiskal sambil mempertahankan daya beli masyarakat. Menurut data tahun 2014, nilai subsidi bahan bakar mencapai angka yang sangat tinggi, sekitar 284,9 triliun rupiah. Angka ini memberikan tekanan besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga penting untuk mengurangi subsidi bahan bakar agar ruang fiskal pemerintah dapat digunakan untuk pengembangan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, ketika harga bahan bakar naik, dampaknya tidak hanya dirasakan di sektor transportasi tetapi juga di banyak sektor ekonomi lainnya, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) yang sangat bergantung pada energi untuk produksi. Banyak usaha terpaksa menaikkan harga, mengurangi produksi, dan mengalami penurunan keuntungan.
Kesejahteraan Pekerja(Tuntutan Kenaikan Gaji)
Kenaikan harga BBM juga berdampak pada industri dan pekerja. Laporan dari Malang, Sukabumi, dan Jakarta menunjukkan bahwa usaha skala kecil, seperti pengrajin, pengusaha konveksi, dan petani yang mengalami kenaikan biaya produksi Misalnya, biaya tabung LPG 12 kg telah meningkat sebesar 68%, yang secara signifikan meningkatkan biaya operasional. LPG merupakan sumber energi utama bagi banyak usaha kecil dan menengah, seperti katering, laundry, dan beberapa industri kerajinan. Kenaikan biaya operasional bertepatan dengan beban masalah kesejahteraan pekerja. Kenaikan harga bahan bakar dan energi sering kali disertai dengan tuntutan kenaikan upah, yang diharapkan dapat mengkompensasi kenaikan biaya hidup. Namun, perusahaan memiliki hak untuk menolak permintaan ini, karena biaya operasional mereka juga meningkat. Dalam lingkungan ini, merupakan hak prerogatif perusahaan untuk memberhentikan pekerja guna mengurangi biaya. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2013), jumlah karyawan yang diberhentikan mencapai 10.545 orang. Angka ini meningkat dari tahun 2012, ketika 7.465 orang diberhentikan. Banyak pekerja yang di PHK berasal dari sektor UMKM, karena usaha kecil sangat sensitif terhadap kenaikan biaya energi. Ketika harga naik, seperti dalam kasus pencabutan subsidi, pekerja diperkirakan akan menuntut upah yang lebih tinggi.
Dengan penyesuaian harga akibat pengurangan subsidi, pekerja memiliki banyak alasan untuk menuntut kenaikan gaji. Menanggapi hal ini, Jokowi telah menetapkan dua kebijakan.
 1. Mengembangkan dan menerapkan formula penguatan upah minimum nasional secara berkala, setiap tahun, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015. Hal ini memastikan kenaikan gaji pekerja secara berkelanjutan dan mengurangi potensi konflik skala besar setiap tahunnya.
2. Meningkatkan program transfer perlindungan sosial, seperti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan kesehatan, perlindungan kecelakaan kerja, dan jaminan pensiun kepada pekerja. Hal ini diharapkan dapat mencegah pekerja hanya berfokus pada gaji dan jaminan pensiun. Keduanya diharapkan dapat bertahan dalam jangka panjang.
Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Pertumbuhan Pekerjaan Salah satu tujuan utama pemerintahan Jokowi adalah membangun infrastruktur dan memberdayakan sektor riil. Kebijakan lain yang dirancangkan Jokowi juga mencakup pertumbuhan ekonomi. Namun, membangun infrastruktur tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sektor formal mungkin telah tumbuh, tetapi semakin banyak orang bekerja di sektor informal, yang berupah rendah, tidak teratur, dan tidak menawarkan perlindungan sosial. Data BPS dari Indonesia Timur tentang ekonomi informal menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2019, kemiskinan menurun, tetapi sebagian besar pekerjaan baru yang diciptakan juga bersifat informal. Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan untuk bersaing di pasar kerja domestik dan regional setelah penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan isu penting di sektor ini. Dalam upayanya untuk meningkatkan kesempatan kerja, Jokowi telah memprioritaskan:
- Pembangunan infrastruktur besar-besaran termasuk jalan tol, pelabuhan, dan transportasi umum (MRT, LRT, dan jalan tol Trans-Jawa) untuk menciptakan lapangan kerja, mengefisienkan logistik, dan mengurangi biaya distribusi.
- Memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena sektor ini menyerap lebih dari 90% tenaga kerja. Pemerintah menyediakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga rendah untuk mendorong para pemilik usaha kecil memperluas usaha mereka dan menciptakan lapangan kerja.
Hal ini membantu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih merata, tidak hanya di kota-kota besar.