Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Cokelat Indonesia Kalah Bersaing?

26 Mei 2021   19:21 Diperbarui: 27 Mei 2021   16:57 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon cokelat/kokoa (Foto: Kompas)

Secara umum, kualitas kakao Indonesia tidak kalah bersaing dengan kakao dari negara produsen lain. Namun hingga saat ini, hilirisasi produk kakao masih belum optimal. Salah satu permasalahan yang muncul adalah rendahnya mutu kakao Indonesia. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen yang kurang baik.

Penanganan pasca panen kakao meliputi pemetikan, seleksi buah, pembukaan biji, fermentasi, dan pengeringan. Fermentasi merupakan salah satu proses yang penting dalam pengolahan biji kakao. 

Tujuan utama fermentasi adalah untuk menghasilkan prekursor cita rasa dan aroma kakao khas coklat, membuat warna biji menjadi coklat kehitaman-hitaman, serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao. Selain itu, fermentasi juga bertujuan melepaskan biji kakao dari daging buah dan mematikan biji.

Fermentasi berlangsung selama 5-6 hari untuk varietas Forastero dan 1-3 hari untuk varietas Criolo. Sebelum dilakukan fermentasi, biji kakao disimpankan terlebih dahulu selama beberapa hari hingga seminggu untuk mengurangi keasaman.

Setelah fermentasi, biji kakao harus dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dengan menjemur biji kakao di bawah sinar matahari langsung ataupun dengan menggunakan mesin penegring (dryer).

Pengeringan secara alamiah berlangsung selama 7-10 hari. Biji kakao harus dibolak-balik secara rutin agar biji kering secara merata. Setelah biji kakao kering, biji kakao dipanggang dengan menggunakan roaster. Selanjutnya, biji kakao digiling menjadi biji-biji kecil.

Kemudian biji-biji kecil kakao digiling kembali selama 2-3 hari sehingga lemak cokelat (cocoa butter) meleleh dan terpisah sehingga diperoleh bubuk kakao sebagai padatan. Penggilingan biji-biji kecil kakao juga bertujuan untuk menghilangkan rasa pahit kakao.

Hingga saat ini, sebagian besar kakao diekspor dalam bentuk mentah berupa biji kering kakao tanpa fermentasi. Hal ini menyebabkan biji kakao Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Padahal jika difermentasi dengan baik, kakao Indonesia dapat mencapai kualitas yang setara dengan kakao yang berasal dari Pantai gading dan Ghana.

Di samping itu, produk kokoa Indonesia juga memiliki keunggulan. Cocoa butter Indonesia memiliki titik leleh (melting point) yang tinggi sehingga tidak mudah meleleh atau lumer. Kandungan asam lemak bebas (free fatty acid) pada cocoa butter Indonesia juag rendah.

Mengapa petani enggan melakukan fermentasi biji kakao? Salah satu penyebab utama adalah proses fermentasi dianggap lama dan ribet. Untuk melakukan fermentasi, setidak-tidaknya harus ada 40 kg biji kakao. 

Ini berarti diperlukan 40 kg biji kakao dalam sepekan. Sedangkan rata-rata kepemilikan lahan kakao petani berkisar 0,5 hektar dengan hasil panen sekitar 50 kg biji kakao kering per tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun