Mohon tunggu...
HAZZA RAIHAN ARYANTO
HAZZA RAIHAN ARYANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Di kota Malang

Hazza dari Kota Malang Kebetulan lagi pingin nulis!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Petani Nasibmu Kini di Masa Pandemi

17 April 2021   04:45 Diperbarui: 18 April 2021   13:08 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tingkat Produksi Pertanian Tiap Tahun Meningkat, Bagaimana Kesejahteraan Petani?

             Tahun 2021 merupakan tahun yang berat bagi Indonesia. Apalagi, di tahun ini Indonesia hampir memasuki umur 76 tahun merdeka. Tahun ini dianggap berat karena Indonesia memasuki tahun kedua masa pandemi dikarenakan terdampak Covid-19 atau virus corona. Adapun, virus ini, pertama masuk pada bulan maret tahun 2020, munculnya kasus ini berawal dari dua orang warga negara Indonesia yang terindikasi positif, setelah bertemu rekannya yang berasal dari negara Jepang, Adapun hingga 15 April 2021 tercatat sudah setidaknya terdapat 1,58 juta warga negara Indonesia yang terindikasi positif virus Covid-19.

            Adapun, Covid-19 telah menyebabkan tidak stabilnya kondisi negara Indonesia. Dampak dari adanya Pandemi Covid-19 memberi pengaruh kepada seluruh aspek kehidupan serta berpengaruh dalam seluruh sektor yang ada di Indonesia. Seperti contohnya di sektor transportasi, dimana setiap transportasi umum tidak bisa menampung seluruh penumpang atau hanya setengah dari kapasitas transportasi tersebut, lalu transportasi online seperti ojek online yang dilarang membawa penumpang, hanya diperbolehkan mengantarkan makanan atau barang yang menyebabkan turun nya pendapatan sehari-hari. Lalu di sektor pendidikan, seluruh pelajar dan mahasiswa yang biasa melakukan pembelajaran tatap muka atau luring, namun sekarang dirubah menggunakan metode daring atau yang disebut dengan pembelajaran media online.

            Namun jika kita bertanya, di negara ini ada satu sektor vital yang sangat terdampak dikarenakan wabah ini, tentu saja kita dapat memastikan bahwa sektor ekonomi merupakan salah satu sektor yang sangat terdampak karena pandemi ini, Sektor ini dianggap vital, karena seluruh lapisan masyarakat terdampak dimulai pada kalangan menengah ke atas sampai dengan menengah ke bawah terdampak karena adanya pandemi ini.

            Selanjutnya, sektor ekonomi yang terdampak salah satunya terdapat di bidang pertanian. Di masa pandemi ini, sektor pertanian merupakan penopang ekonomi negara Indonesia dan penentu ketahanan pangan bagi bangsa ini, hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Jamhari, dimana beliau mengungkapkan bahwa “Penopang ekonomi negara Indonesia tidak lepas dari peranan sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor ini merupakan sumber utama pendapatan negara. Bahkan sektor ini juga merupakan sumber devisa negara, penyerap tenaga kerja rakyat Indonesia dan juga penyumpang PDB atau Produk Domestik Bruto.” Sebenarnya, sektor ini pada masa pandemi dapat tumbuh dengan baik, hal ini dilansir dalam Merdeka.com (17/02/2021) Suhariyanto menyebut bahwa pada tahun 2020 berdasarkan data dari BPS, sektor pertanian tumbuh sebesar 1,75 persen. Bahkan di stuktur PDB sendiri, petani menyumbang sebanyak 13,7 persen dari keseluruhan sektor yang berkontribusi. Tentu, jika melihat fakta ini, sebenarnya sektor pertanian tidak terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 ini. Namun, jika melihat fakta yang sebenarnya bukan sektor pertanian yang terdampak, namun pelaku di sektor inilah yang terdampak sangat besar akibat pandemi ini.

            Petani di Indonesia sendiri sebenarnya makmur jika kita melihat label negara ini sebagai negara agraris yang dimana seharusnya petani diberi penghidupan yang layak dan sesuai karena sektor pertanian berperan sebagai penopang negara ini. Namun kenyataan tak seindah harapan di awal, petani di Indonesia bisa dibilang di “anak tirikan” di negaranya sendiri. Hal ini bisa terjadi, karena kita dapat melihat, ketika sektor pertanian menjadi penopang kehidupan negara ini. Namun nasibnya berbalik ketika melihat pelaku yang mewujudkan sektor pertanian, yaitu petani yang belum mampu menopang kehidupan sehari-harinya. Dikarenakan keterbatasan SDM petani yang kurang memadai, bangsa ini bukannya mewadahi petani tersebut, malahan bangsa ini memanfaatkan kekurangan tersebut dengan mengeluarkan aturan maupun kebijakan yang terkesan konyol yang semakin membuat petani menjerit dan tak berdaya.

               Jika melihat di masa pandemi sendiri, para pegiat sektor pertanian ini bukannya untung, malah semakin merugi dari hari ke hari, dapat dilihat saja contoh kecilnya terdapat pada pemasaran hasil komoditas pertanian yang terhalang oleh kebijakan yang diberikan oleh pemerintahan negeri ini. Bahkan, karena hal ini tentu hasil-hasil dari pertanian ini turun drastis. Contoh saja pada sayuran kubis dimana pada saat musim panen, hasil panennya hanya dihargai sebanyak 50 persen dari harga sewajarnya yakni dari Rp.3000-5000 menjadi Rp.1000-2000. Lalu ada cabai yang sempat mengalami penurunan harga yang sangat drastis dimana turun hingga lebih dari 70% harga wajar, dari Rp.20.000 menjadi Rp.7000. Selanjutnya ada bawang merah yang juga terdampak dimana turun dari Rp.25.000 menuju Rp.10.000. Adapun, Kopi juga mengalami penurunan harga yang sangat signifikan dimana dari Rp.60.000-68.000 menjadi Rp.35.000-40.000 per kilogramnya. Tentu beberapa hal ini bisa terjadi karena pendistribusian yang sempit serta demand dari konsumen yang rendah, namun kegiatan produksi tetap berjalan dengan semestinya yang membuat harga menjadi anjlok.

            Selanjutnya adalah Harga bahan penunjang produksi hasil pertanian, seperti benih dan juga pupuk juga terus meningkat pesat tanpa di imbangi dengan kualitas yang baik dari bahan-bahan tersebut. Contoh saja Benih bawang merah yang berada di kota Nganjuk biasanya dijual di harga Rp.25.000 dan sekarang meningkat hingga Rp.35.000 per kilogram nya. Meskipun demikian, tentu para petani mau tidak mau tetap membeli benih tersebut. Dikarenakan bahan tersebut merupakan elemen utama dalam melakukan pertanian.  Selanjutnya yaitu pupuk, Indonesia sendiri menggunakan sistem subsidi pupuk. Namun, kendati demikian sistem ini di masa pandemi masih tidak memberikan solusi. Bahkan, program subsidi pupuk malah menaikkan harga pupuknya di masa pandemi, dimana pupuk urea per kilogramnya naik Rp450. Bahkan, setelah dengan banyaknya kendala tersebut pupuk subsidi ini juga masih sulit dan langka untuk didapatkan oleh petani. Hal ini dikarenakan program ini belum bisa dibagikan secara masif terhadap seluruh petani yang ada di Indonesia. Pada akhirnya, petani-petani tersebut terpaksa untuk membeli pupuk yang tidak disubsidi kan oleh pemerintah yang memiliki harga yang lebih mahal lagi yang berakibat pada meningkatnya biaya produksi petani dalam melakukan kegiatan pertaniannya.

             Adapun, petani semakin tercekik juga dikarenakan rencana pemerintah negara Indonesia ini mengimpor beras sebanyak 1 juta ton, dengan andil demi menjaga ketersediaan stok beras Indonesia dan juga mengatasi krisis pangan dunia. Namun, alih-alih rencana ini memberikan dampak positif, justru hal ini menjadi bumerang bagi para petani negeri ini. Bagaimana tidak merugi, rencana ini diumumkan dengan bertepatan dengan panen raya para petani di Indonesia. Tentu kebijakan ini akan menghambat petani lokal dalam menjual hasil panen nya ditambah lagi dengan harga gabah dari petani yang langsung terjun bebas karena rencana tersebut. Alasan ini juga diperkuat dengan data dari BPS yang mengungkapkan bahwa Indonesia tidak mengalami krisis pangan. Bahkan di prediksi naik hingga 26,53 persen di tahun ini. Dan juga jika pemerintah tetap memaksakan diri untuk mengeluarkan rencana tersebut, maka yang akan kemungkinan adalah Ketika produksi petani lokal surplus, dan stok impor beras melimpah, maka pada akhirnya menekan harga beras kebawah lagi, yang pada akhirnya merugikan petani sendiri.

            Namun, diantara fakta-fakta diatas tadi, mungkin hal ini yang berdampak besar pada para petani. Dimana disaat kondisi para petani serba kekurangan dari permodalan produksi hingga lahan yang sempit. Persoalan ini semakin diperburuk dengan di sahkan UU Cipta Kerja. Adapun yang terdampak disini adalah pada sektor pangan, dimana hal ini dapat dilihat dari pasal 64 yang menjelaskan bahwa impor dijadikan sumber pangan yang setara dengan produksi dan cadangan pangan nasional. Hal ini makin diperkeruh dengan beberapa UU yang sebenarnya memihak petani di Indonesia dihapuskan seperti Pasal 30, Pasal 101, dan Pasal 15 ayat 2 UU No 19 Tahun 2013. Dimana ketiganya ini berisi tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Lalu disahkan nya UU ini juga memperparah konfik agraria yang ada di Indonesia, dikarenakan UU Cipta Kerja Pasal 122 dan Pasal 44 tahun 2009 jika digabungkan maka akan memperbesar ketimpangan kepemilikikan lahan dan dapat mempercepat alih fungsi tanah petani dan digunakan investasi bagi para penguasa. Dan yang terakhir adalah tertindasnya para petani hortikultura dikarenakan UU Cipta Kerja pasal 92 yang memasukkan frasa impor yang pada akhirnya tidak adanya aturan penjualan hasil petani yang mengutamakan produk hortikultura lokal.

            Adapun masalah-masalah lain yang sudah lama menjadi persoalan petani di Indonesia. Selain beras, Indonesia juga mengimpor bahan-bahan pangan lainnya. Lalu, adanya ketersediaan lahan yang semakin sempit. SDM petani yang susah di regenerasi dikarenakan mindset generasi sekarang yang mengatakan bahwa pekerjaan petani merupakan pekerjaan yang susah. Lahan sawah yang sudah tercemar oleh kimia yang membuat penurunan kualitas hasil produksi petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun