Mohon tunggu...
Hazzah R Vaulin
Hazzah R Vaulin Mohon Tunggu... -

bagi saya menulis adalah hal yang sangat menyenangkan, tidak bisa saya pungkiri itu. Karena dengan menulis saya dapat mengekspose gagasan juga ide kreatif yang sebelumnya hanya mampu bersembunyi dalam otak saya.\r\nSemoga dengan adanya wadah dari kompasiana ini saya dapat mengasah dan mempertajam lagi kemampuan menulis saya.amiin

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku, Kamu, dan Kak AZIS (Part 3,4,5)

17 Oktober 2014   19:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

***
Suara mobil itu sahut sahutan seperti malas untuk berjalan. Sesekali asapnya yang hitam dan pekat dimuntahkan keluar tanpa berbasa basi pada pengguna jalan yang lain.
Jalan panjang dan berliku itu penuh sesak oleh keramaian pengendara yang lalu lalang. Seolah mereka berpacu dalam sebuah even yang wajib dimenangkan oleh semua orang.

Tidak ada yang mengenal lelah sama sekali. Semua semakin gesit. Oh, mungkin karna sudah minum jamu anti lelah, obat kuat, atau....ah!. Beberapa hipotesa melintas dibenakku. Bermimpikah aku? Akh, tidak mungkin! Ini nyata Vaulin?! Memang, kehidupan masyarakat dikampungmu sangat jauh berbeda dengan diwilayah perkotaan ini.

Dalam remangan cahaya lampu obor yang menyala malas, aku menangkap sosok bayangan hitam yang bersembunyi disudut ruangan. Siap dia, akupun tidak tau. Kepalanya yang botak disertai postur tubuh tinggi tegap memecah konsentrasiku ketika mengendari motor. Siapa orang itu. Apakah dia penjahat, perampok? Oh Tuhan...gumamku, Pertanyaan itu tidak asing lagi bagiku. Karna yang kutahu menurut cerita masyarakat disana bahwa tempat itu "rawan kecelakaan". Teringat pula ada yang bilang padaku. Mba Me. Ya begitulah sapaan akrabnya. Wanita asli Batak itu memang sering memberi nasehat untukku. Yah..walaupun aku sendiri tak suka dengan cara bicaranya yang terkadang agak nyentrik untukku. tapi tak apalah, sesekali kuhibur dia dengan membawakan sambalado padang. Dia senang bukan main. Sambil memuji muji masakanku. Mba Me mulai berceloteh lagi. "eh Vaulin! tumben kali kau cepat datang sekarang ha?! lewat jalan mana kau rupanya! Tanpa harus menunggu lama, aku menjawab singkat pertanyaan Mba Me. "ah, mba ini biasa aja. Aku lewat jalan terowongan itu mba". "Hay! napa pulak kau lewat jalan situ, ba ha ya kau tau?! Dia mengejakannnya tepat dimukaku. Aku merasa bingung dengan penuturan Mba Me. Terkesan keras, tapi itu untukku.

Rasa penasaran masih menggerubungiku.  Dan dengan agak sedikit takut aku memberanikan diri untuk bertanya lebih dalam pada Mba Me. "maaf Mba Me, aku masih belum paham. Apa sebab kenapa aku tidak boleh melewati jalan itu?, karna Mba sendiripun tau bahwa itulah jalan pintas satu-satunya yang cepat menghubungkan aku kesini. Dia berfikir sejenak, mengkin memahami butiran kata-kata yang ku keluarkan..."pesanku satu aja pada kau, hati-hatilah kau jalan disitu Vaulin, karna perempuan jarang yang selamat setelah melewati jalan itu!". "Astagfirullahal'aziim.." kudukku merinding mengingat cerita Mba Me itu. Setelah berdebat dengan diri sendiri. Aku memberanikan diri untuk melewati jalan itu. Karna itulah jalan pintas yang cepat membawaku untuk sampai dirumah.

***

Marchelia blok B No 20.

02.48 AM

Rasa kantuk, lelah, serta letih yang tak tertahankan. Semuanya bertengger dipundak dan kepalaku. Tak mau lepas. Tubuhku terasa oyong bukan main. Berkepanjangan aku menguap lebar diiringi air mata pertanda tidur akan segera dimulai. Mataku merah, redup seperti lampu senter yang sedang kehabisan baterai. Tangan dan kaki terasa lunglai meminta isyarat ampun agar jangan berjalan dulu hingga dirasa bugar kembali.

Kutup rapat pintu kamar dan kukunci. Berharap tidak ada yang mengganggu waktu istirahatku. Alhamdulillah. Ucapku dalam hati tatkala punggunggku telah menyapa kasur tebal yang telah lama menunggu kepulanganku sejak tadi. Kusapa semua teman tidur yang menemani malamku. walaupun semua hanyalah berupa benda mati. Dalam senyuman lebar aku bersyukur bahwa masih diberikan kekuatan dalam menjalani hidup dikota ini. Terbesit dibenakku, seorang teman kerja pernah memberikan sebuah teka-teki yang menurutku sangat konyol waktu itu. Dia bilang "dari kalian semua! siapa yang bisa menjawab teka-tekiku ini." Suaranya yang keras lagi latang membuat semua mata terpusat padanya. "lebih kejam mana ibu kota dibanding ibu tiri...??" Lanjutnya dengan nafas agak sedikit sesak. Kami semua diam. Memilih dan menimbang. Karna diantara mereka, akulah yang berusia jagung saat menginjakkan kaki disini. Jadi aku merasa wajar jika aku memilih salah satu jawaban dari keduanya, "ibu tiri" sahutku. Dia tersenyum sinis sambil menatapku "sudah berapa bulan kau disini ha?!".."tiga bulan" jawbku singkat. "oh, pantas lah..." aura kedamaian mulai memancar diwajahnya. "kenapa bang? menurutku  sepertinya abang kurang senang dengan dua hal itu." tanyaku sambil mencoba berjalan kearahnya. " siapa namamu" dia bali bertanya. "namaku Vaulin bang"..."ooh, cina kau rupanya?! Vaulin..baru kali ini aku dengar nama itu." Aku menyela.."tidak bang, aku asli Padang". "hmm..Padang. "aku Topan, asli Medan." sambil berjabat tangan denganku.

Senyumku yang lama perlahan membuyar ditelan pengantar mimpi yang cukup berkesan dalam usia 2 bulan 27 hari aku menginjakkan kaki dikota Kepulauan Riau ini. Jauh dari keluargaku yang sangat kurindukan kehadirannya disini. Perasaan tidak sabar menjalari tubuhku. Hasrat untuk bertemu mereka tidak pernah padam. Kini dan nanti. Marchelia B. 20

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun