Mohon tunggu...
Hazairin Alfian
Hazairin Alfian Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Berbagi apapun yang patut dibagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ingin Melanjutkan S2 Melalui Beasiswa, Perlukah Pengalaman Kerja Terlebih Dahulu?

3 Oktober 2020   05:47 Diperbarui: 3 Oktober 2020   09:32 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemburu beasiswa (Sumber: theprintnews.co.uk)

Saya sering menerima pertanyaan-pertanyaan seputar beasiswa. Hampir setiap minggu pasti ada saja yang bertanya kepada saya, lebih-lebih ketika memang sedang diskusi khusus seputar beasiswa. Salah satu pertanyaan yang saya ingat adalah "Apa yang sebaiknya kita lakukan setelah lulus kuliah? Apakah kita mesti fokus mempersiapkan diri atau sambil mencari kerja (dan bekerja)?

Jawaban saya untuk pertanyaan tersebut dulu di awal-awal mempersiapkan beasiswa adalah bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus ditekuni, kita mesti fokus dan mengerahkan seluruh daya dan kemampuan kita dalam persiapan tersebut. Sebab sangat sulit menggandeng antara mempersiapkan beasiswa dengan mengerjakan hal lainnya.

Namun seiring waktu saya mulai berubah pikiran. Setelah melihat beberapa awardee beasiswa dari hampir beasiswa manapun, mereka lebih banyak memiliki pekerjaan sebelum mendaftar, atau paling tidak pengalaman bekerja sebelumnya. 

Inilah yang membuat saya mulai menyarankan pemburu beasiswa utamanya para fresh graduate buat mencari kerjaan dulu disaat yang sama mempersiapkan beasiswanya.

Bahkan saya tambah yakin untuk menyarankan mereka demikian setelah menonton tayangan interview direktur LPDP di salah satu kanal YouTube. Dalam video tersebut, direktur LPDP secara jelas mengatakan memberikan porsi lebih bagi pendaftar dari kalangan ASN. 

Ini logis, karena pemberi beasiswa mengharapkan kontribusi secara nyata dari awardee-nya setelah selesai menjalani studi. Begitupun dengan LPDP. Meski tentu bukan berarti kesempatan bagi fresh graduate tidak ada.

Selain itu, bekerja terlebih dahulu juga akan menunjukkan tingkat profesionalitas kita. Artinya, paling tidak kita mampu menunjukkan skill kita sehingga hal ini bisa jadi alasan untuk ditingkatkan guna lebih efektif kedepannya dengan studi lanjut melalui beasiswa. Dari perspektif yang lebih ideal, bekerja menunjukkan bahwa para pelamar beasiswa sudah mampu berkontribusi secara nyata, bukan hanya perencanaan semata.

Dalam beberapa waktu yang cukup lama, saya selalu menggunakan sudut pandang ini sebagai saran saya jika ada yang bertanya kepada saya dengan pertanyaan di atas. Akan tetapi semakin ke sini, saya mendapatkan masukan atau evaluasi secara tidak langsung dari cerita teman-teman dan saya pantau sendiri yang telah menerapkannya.

Salah seorang awardee beasiswa NTB yang juga teman saya misalnya bercerita kepada saya bahwa sebaiknya fresh graduate langsung saja menfokuskan diri persiapan beasiswa. Mereka jangan sampai tergoda untuk, misalnya menerima tawaran job/magang. Kenapa? 

Jika mereka menerima tawaran magang, biasanya fresh graduate itu masih memiliki semangat baru. Jadi mereka masih memiliki antusiasme yang tinggi dalam bekerja, apalagi jika diberikan kepercayaan lebih.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Salah satu kepercayaan yang dimaksud misalnya menempati posisi yang lebih baik ketimbang yang sudah duluan bekerja (bisa jadi disebabkan karena memiliki kemampuan lebih). Karena diberikan kepercayaan lebih, mereka takut merusak kepercayaan itu. Dengan begitu, mereka akan bekerja "bagai kuda" untuk memenuhi semua tanggung jawabnya. Hingga kemudian tidak ada waktu lain lagi mengerjakan yang lain seperti persiapan beasiswa.

Inilah yang dipernah dialami teman saya itu. Ia pernah diberikan kepercayaan yang besar di suatu SD negeri untuk memegang beberapa tanggung jawab. 

Padahal ia sudah memasang niat jikalau sudah lulus kuliah nanti, ia harus mempersiapkan diri mengejar beasiswa. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. 

Karena diberikan kepercayaan sebagai penanggung jawab beberapa ekstrakurikuler dan bagian administrasi, ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini membuatnya tidak sempat mempersiapkan beasiswa. Jangankan untuk itu, untuk istirahatpun kadang kekurangan.

Apa yang dilakukannya hingga akhirnya bisa mendapatkan beasiswa? Jawabannya adalah ia berhenti dari pekerjaannya, meski dengan sangat terpaksa. 

Sekolah tempatnya bekerja pun merasa sangat kehilangan (satu hal yang menjadi godaan untuk ia tidak meninggalkan pekerjaannya). tetapi tekadnya sudah bulat, ia berangkat ke Pare guna mempersiapkan kemampuan bahasa inggrisnya. Hingga kemudian sekarang dia mendapatkan beasiswa dan tengah menyelesaikan studi.

Nyatanya, ini tidak hanya menimpanya. Hal serupa juga menimpa temannya, dan juga teman-teman saya. Ironisnya, teman saya itu pernah meminta saran kepada saya, lalu saya sarankan kerja dulu. Sekarang malah ia sibuk bekerja sebagai guru yang super sibuk dan tidak punya waktu sedikit pun untuk mempersiapkan beasiswa. Inilah yang  kemudian saya maksudkan "hati-hati jebakan batman!".

Tidak selamanya langkah ini efektif, terlebih jika ternyata niatan awal mengambil pekerjaan agar bisa berkontribusi secara nyata (sebagai argumentasi saat melamar) justru mengantarkan para pemburu beasiswa nyaman di tempat kerja. Mereka kemudian lupa tujuan awalnya yakni persiapan mengejar beasiswa dan melakukan persiapan yang lebih matang untuk itu.

Maka dari itu, solusi yang bisa dilakukan adalah bekerja seadanya. Hal ini bisa dimaklumkan sebelumnya ketika baru masuk magang. Bahwa mungkin teman-teman, yakni para pemburu beasiswa hanya akan bisa bekerja sesuai fokus awal yang diberikan, sebab teman-teman tengah mempersiapkan beasiswa. 

Atau jika dianggap ini terlalu utopis karena sangat sulit dilakukan, teman-teman bisa saja mengambil langkah untuk tidak bekerja sama sekali dan fokus mempersiapkan beasiswanya.

Sebenarnya ada solusi lain jika mau tetap berkontribusi ketika menjadi fresh graduate yang tidak menjebak di tempat kerja. Salah satunya adalah mengikuti kegiatan kerelawanan atau volunteerism. 

Kegiatan kerelawanan ini tetap dihitung sebagai kontribusi oleh pemberi beasiswa. Malah untuk beasiswa Chevening dari pemerintah Inggris, justru hanya kegiatan kerelawanan yang akan dihitung sebagai kontribusi nyata (dan ini minimum 2000 jam kegiatan kerelawanan yang pernah diikuti).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun