Mohon tunggu...
Hawa Firdausi Kurniadi
Hawa Firdausi Kurniadi Mohon Tunggu...

A 21 years old girl who has a dream to travel around the world. She's looking for it through her interest in writing, observing people, travelling, cooking, and making money. She studies Microbiology in ITB and she's craving for a job which can relate her major with her interest. Remember, she didn't mention science in her interest :p

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mari Mengucapkan Terimakasih

28 April 2011   06:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:18 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu siang ketika saya naik angkot Kalapa-Dago dari rumah di Dago Atas ke kampus, saya memberhentikan angkot di Pasar Simpang. Pasar Simpang merupakan tempat pertemuan dua jalan yang ukuran jalannya sama besar, Jalan Dago dan Jalan Tubagus Ismail. Sehingga tidak heran setiap peak hour seperti pukul 07.00-08.00 dan 17.00-18.00 selalu macet. Untuk mencapai kampus ITB, saya memilih masuk melalui gerbang belakang yang dilalui angkot Sadang Serang-Caringin yang keluar dari Jalan Tubagus Ismail.

“Kiri, kiri,” seru saya ke supir angkot. Saat itu penumpangnya hanya saya seorang. Saya menggeser duduk ke bagian pintu angkot dan siap menyodorkan uang.

Mangga, Neng. Ati-ati ada motor,” si supir menerima uang yang saya berikan. “Ini kembaliannya, makasih.”

Tertegun—dan sedikit terburu-buru karena angkot tidak berhenti rapat di badan kiri jalan sehingga mobil-mobil di belakangnya menyalakkan klakson—saya hanya diam mendengar begitu banyak kata-kata baik yang dilontarkan si supir angkot. Segera setelah menerima uang kembaliannya, saya turun dan naik angkot Sadang Serang-Caringin

Saya memikirkan kembali kata-kata supir angkot tadi. “Mangga”—yang artinya 'silahkan' dalam bahasa Sunda. “Hati-hati ada motor”—karena benar saja, ketika saya turun, sebuah motor dengan gesitnya menyalip dari sebelah kiri angkot yang apabila tidak berhati-hati besar kemungkinannya terserempet. “Ini kembaliannya”—kebanyakan supir angkot pasti akan menaikkan harga apabila uang yang diberikan berlebih dan tidak sudi memberi kembalian.” Makasih”—supir angkot yang mengucapkan terimakasih? Bisa dihitung jari dalam setahun.

Dipikir-pikir, amat sarang jarang seorang supir angkot yang santun seperti itu. Padahal, si supir angkot tadi usianya masih bisa dibilang muda, yang biasanya membawa angkot cenderung ugal-ugalan. Sudah lazim diantara penumpang dan supir angkot saling acuh. Bagi penumpang ‘yang penting saya sampai tujuan’. Bagi supir angkot ‘yang penting saya dapat uang banyak’. Individualistis seperti ini kadang melumpuhkan kesantunan untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Padahal, keduanya sama-sama diuntungkan. Jadi teringat ketika saya di Jepang, supir bus senantiasa mengangguk dan mengucapkan “arigatou gozaimasu” setiap kali penumpang membayar. Seolah-olah setiap koin yang dimasukkan ke mesin pembayar bisa menarik tuas di leher supir bus untuk mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Memang tidak adil jika hendak membandingkan kebiasaan beradab Jepang itu dengan kebiasaan kita di sini. Paling tidak, kita bisa memulai kebaikan dengan mengucapkan terima kasih pada supir angkot yang telah membawa kita sampai di tujuan. Juga kepada orang-orang yang sekiranya mendatangkan kebaikan untuk kita sendiri. Saya agak menyesal tidak membalas satu pun kata-kata baik dari si supir angkot tadi. Mudah-mudahan Tuhan membalas dengan rezeki dan keselamatan.

Ayo, kita jangan kalah sama supir angkot. So, let’s say thanks! :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun