Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melangkah di Atas Badai Sampah

18 Juni 2019   01:45 Diperbarui: 20 Juni 2019   13:20 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis dan pemulung sampah di TPA Piyungan Bantul Yogyakarta. Sumber: Pribadi.

Bahwa apa yang dilakukannya itu sangat berbahaya dan diprediksi akan memakan korban. Dimana Indonesia adalah negara hukum, ada aturan yang mengikat dalam menjalani kehidupan bernegara. Termasuk kehidupan bisnis, industri dan perdagangan. Negara tidak boleh diatur seenaknya oleh penguasa dan pengusaha demi kepentingannya. Harus mempertimbangkan secara cermat kepentingan masyarakat umum.

Lebih parahnya para pelaku, tidak sadar melakukan "kerja politik" tapi mengatakan tidak mau berpolitik. Padahal bisnis atau kerja asosiasi juga merupakan kerja politik. Benar-benar bangsa ini minus literasi. Mau kemana arah Indonesia, bila pembiaran ini terus dipelihara ?

Bangun Infrastruktur Sampah
Terus saya memberi masukan agar jangan keluarkan kebijakan KPB sebelum infrastruktur persampahan (Baca: Bank Sampah) terbangun massif di seluruh Indonesia. Karena kunci keberhasilan pengelolaan sampah terletak pada kemandirian bank sampah versi regulasi dalam menjalankan misinya sebagai wakil pemerintah terdepan dalam merubah paradigma kelola sampah di masyarakat.

Tapi PSLB3 KLHK berpendapat lain. Tetap menjalankan kebijakan KPB dengan arogan melepaskan APRINDO melalui anggotanya - peritel - untuk memetik uang rakyat (Baca: konsumen) melalui penjualan kantong plastik dan uang KPB sampai saat ini entah kemana. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung mencapai triliunan rupiah tersebut.

Sejak diberlakukan KPB, tidak henti-hentinya kami memprotes, mengoreksi dan memberi warning kepada stakeholder. Namun koreksi kami tetap selalu berusaha pada kondisi obyektif dan termasuk memberikan solusi. Sampai APRINDO memberhentikan sejak bulan oktober 2016, walau masih ada ritel modern yang memetik uang konsumen sampai sekarang.

Tapi anehnya APRINDO kembali menjual kantong plastik sejak tanggal 1 Maret 2018. Penulis menganggap APRINDO dan KLHK terlalu berani menembus batas dengan mengganti nama program KPB dengan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Hal KPB dan KPTG substansi dan maknanya sama saja "menjual". Hanya plintir literasi karena maknanya sama saja dengan KPB.

Ilustrasi: Penulis menemukan komposter abal-abal di Bantul Yogyakarta. Sumber: Pribadi
Ilustrasi: Penulis menemukan komposter abal-abal di Bantul Yogyakarta. Sumber: Pribadi
Solusi Sampah Plastik
Suatu ketika di ahir tahun 2016, saya diundang oleh Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK untuk membicarakan solusi sampah plastik versi KPB. Tapi lagi-lagi setelah saya memberikan solusi KPB pada Ditjen PSLB3 KLHK. Tidak ada langkah stratejik untuk berubah dan stag sampai sekarang.

Namun sepertinya Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK hanya bersandiwara saja karena solusi yang diberikan itu diabaikan. Maka kami menduga bahwa dana KPB akan dibiarkan menjadi bancakan korupsi alias menjadi permainan gratifikasi oleh oknum-oknum tertentu.

Memang PSLB3 KLHK sepertinya tidak punya niat untuk menyelesaikan misteri KPB yang kronis itu. Tetap membiarkan bermasalah. Sepertinya ada kegamangan untuk menjalankan solusi yang telah diberikan. Padahal solusi tersebut sangatlah komprehensif dan holistik.

Malah lebih dahsyatnya muncul issu plastik, dengan memanfaatkan riset Jenna Jambeck (Amerika Serikat) sekitar tahun 2015 yang menempatkan Indonesia sebagai penghasil nomor dua plastik di dunia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut setelah Cina. Issu tersebut bergulir sampai sekarang. Penumpang gelapnya semakin banyak dan saling memanfaatkan.

Baca Juga: Riset Jambeck Disangkal Pemerintah

Maka dengan issu plastik, dijadikanlah plastik sebagai momok menakutkan. Sungguh jahat pengalihan issu plastik ini. Sampai Presiden Joko Widodo turun tangan untuk membenahi sampah, dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan strategis namun dinilai semu. Kebijakan Presiden Jokowi juga lumpuh tanpa ada hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun