Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Optimisme dalam Pengelolaan Sampah Indonesia

1 Januari 2019   04:18 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:04 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis di Istana Bogor. Sumber: Pribadi

Jakarta (1/1) Dipenghujung tahun 2018 dan awal tahun 2019, belum ada perubahan yang signifikan terhadap pengelolaan sampah Indonesia, tata kelola sampah atau waste management masih carut-marut. Masih saja bersilang pendapat antar pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya stag pada issu plastik ramah lingkungan versus plastik konvensional sejak tahun 2015 sampai tahun 2018.

Oleh pemerintah c/q Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK), malah lebih miris lagi, terjadi perubahan target Indonesia Bebas Sampah dari tahun 2020 menjadi tahun 2025 mengikuti Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga.

Seharusnya KLHK tetap bertahan saja pada tahun 2020 itu, tidak ada masalah bila gagal mencapai target tersebut. Gagal juga merupakan sebuah kemajuan karena sudah berbuat, dari kegagalan itu kita bisa evaluasi bahwa apa yang masih kurang dalam pelaksanaannya, untuk selanjutnya dilakukan perubahan. 

KLHK terlalu fokus ingin "menutup" masalah Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang gagal dalam pelaksanaannya di Tahun 2016, ahirnya semua varian-varian solusi yang diciptakannya dengan keterlibatan atau melibatkan lintas kementerian gagal pula. Bahkan ada yang meninggalkan jejak dan diduga bisa menimbulkan masalah besar dikemudian hari, sebagaimana pengadaan ribuan "mesin cacah plastik" oleh Kementerian PUPR. Ahirnya bisa saja terjadi alih fungsi peralatan. Penumpang aseli dikerumuni oleh beberapa penumpang gelap yang saling "memanfaatkan" situasi konyol atas kegagalan kebijakan yang berbasis kepentingan.

Padahal seharusnya pemerintah dan pemda, khususnya pihak KLHK "membuka" diri untuk bertanggungjawab dan menyelesaikan problematika kantong plastik berbayar dengan baik tanpa mencederai rakyat yang dilayaninya. Janganlah menyalahkan plastik yang tidak pernah meminta dirinya lahir, terkecuali manusia itu sendiri yang merekayasa kelahirannya yang memang dibutuhkan. KLHK semestinya tunduk pada regulasi persampahan bila ingin mengoptimalkan kerja profesionalisme dan berniat suci untuk membebaskan Indonesia dari sampah. Janganlah karena sampah, lahir manusia sampah karena keserakahan materi dan kekuasaan.

KH. Hasan Abdullah Sahal *): Telah kau sadari bahwa orang baik yang bertempat di pembuangan sampah sekalipun akan berjasa dan mulia karena ia telah menyingkirkan sampah yang mengganggu masyarakat. Namun sebaliknya, orang yang jahat, sekalipun bertahta di tempat mulia dan terhormat, ia adalah perusak dan pengacau masyarakat karena ia sebetulnya adalah sampah"

Pemerintah dan pemerintah daerah harus terlebih dahulu memberi contoh (panutan) dengan merubah paradigma kelola sampah serta lebih penting menegakkan regulasi persampahan yang ada. Jalankan Pasal 13, 44 dan 45 Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Diyakini bahwa Indonesia akan bebas sampah dan sampah akan terkelola lebih baik dan berhasil guna dibanding pola pengelolaan sampah di luar negeri bila mengikuti regulasi persampahan yang ada. Alasannya. Regulasi sampah Indonesia bila dijalankan dengan baik. Aplikasi dalam pengelolaan sampah akan lebih baik dari apa yang ada di luar negeri tersebut. Bukan malah kita Indonesia seakan diajari oleh luar negeri. Banyak NGO luar negeri yang datang ke Indonesia menawarkan strateginya sekaligus menceramai kita dengan tanpa mengetahui regulasi persampahan di Indonesia.

Lebih anehnya lagi, LSM atau NGO dan pemerhati (ahli sampah) dalam negeri seakan membisu sekaligus menjadi alat pembenar oknum-oknum birokrasi dan pengusaha dalam mencapai tujuannya, ini yang membuat kondisi semakin parah. Tapi semua ini jelas menyandera dirinya sendiri dalam mengikuti arus negatif oknum birokrasi yang mencoba meninabobokkan masyarakat, seakan merekalah yang berpendapat benar.

Mari bersama kita gugah kesadaran diri sendiri dan kelompok serta terlebih menyadarkan oknum penguasa dan pengusaha "serakah" yang tidak atau belum menjalankan regulasi dengan benar. 

Bila hal ini dibiarkan, korupsi pengelolaan sampah akan semakin merajalela dan menggila. Indonesia akan menjadi TPA penampung dan penikmat sampah terbesar di dunia. Ini akibat oknum birokrat yang diduga sengaja "menyimpang" dari perundang-undangan sampah yang ada di republik ini.

Solusi sampah ada di Hulu (Sumber Timbulan), bukan di Hilir (TPA/TPST/Sungai, dll). Terjadinya problem sampah Indonesia yang tidak kunjung selesai dan hanya bersilang pendapat pada issu sampah plastik sejak tahun 2016 sampai di penghujung tahun 2018. Kenapa ? Karena pemerintah dan pemda tidak memberi panutan atau contoh dalam berpikir dan bertindak dengan benar dalam menjalankan regulasi sampah secara terstruktur dan massif. Sebagaimana yang terjadi pada Penilaian Adipura, tidak memberi dampak positif kepada masyarakat dan hanya seremoni belaka, karena dalam pelaksanaannya terlalu banyak "diduga" pembohongan atau pembodohan publik.

Berbenah dengan optimisme yang kuat pada tahun 2019 ini demi mengejar ketertinggalan dari pengelolaan sampah dari luar negeri. Solusi sampah Indonesia harus lahir dari bumi Indonesia sendiri, kekuatan kearifan lokal bangsa ini cukup mumpuni untuk menjawab masalah sampah kini dan yang akan datang. 

Diharapkan dengan solusi yang diajukan oleh Green Indonesia Foundation (NGO-GIF) lembaga nir laba yang berkedudukan di Jakarta pada Pemerintah dan Pemda, sahabat-sahabat asosiasi bidang persampahan dan industri berbasis sampah serta kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Hasanuddin (LP2M Unhas) Makassar Sulawesi Selatan pada oktober 2018 silam, dapat memberi angin segar bagi tata kelola sampah (waste management) untuk sampah Indonesia yang lebih baik dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Insya Allah 2019, waste management Indonesia akan lebih baik dalam menuju kebenaran "hak" demi rakyat, bangsa dan agama.

Selamat berkreasi untuk Indonesia Maju.... !!!

#GIF HAH 00.00.2018

 *) KH. Hasan Abdullah Sahal adalah Pimpinan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun