Mohon tunggu...
Hasrianti
Hasrianti Mohon Tunggu... Lainnya - Wanita, Indonesia

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Barbeque dalam Kacamata Arkeologi, Barbeque di Masa Prasejarah

29 Desember 2022   01:27 Diperbarui: 30 Desember 2022   11:23 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pngtree.com

Tidak terasa tahun akan segera berganti. Di malam pergantian tahun ada macam-macam cara orang merayakan. Berkumpul bersama keluarga atau teman di rumah, menonton TV bareng, barbequean, sepertinya bisa menjadi pilihan menghabiskan malam pergantian tahun, apalagi di musim hujan begini.

Barbeque umumnya diartikan sebagai daging yang dipanggang di atas api kecil dalam waktu lama, dengan olesan saus atau bumbu-bumbu tertentu. Daging yang dipanggang tidak terbatas hanya daging sapi saja, tetapi juga bisa daging ayam, ikan, udang, cumi-cumi, sosis, bakso, jagung, dan lain sebagainya. Dikutip dari Live Science, teknik barbeque yang dikenal sekarang berkembang di Amerika pada abad ke-16. Menilik asal muasal katanya, yaitu barbicu (bahasa suku Taino di Karibia dan suku Timucua di Florida, Amerika) yang berarti memanggang di atas perapian kayu [1]. Di Indonesia, berdasarkan data tertulis di prasasti, membakar daging sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Jawa Kuno sebagai salah satu cara mengawetkan ikan atau daging yaitu dengan teknik pengasapan [2]. 

Mengolah makanan dengan cara memanggang sepertinya sudah dikenal sejak manusia menemukan api pada masa prasejarah ribuan tahun yang lalu. Menurut Jacob [3], di jaman neolitikum manusia diperkirakan sudah mengenal beraneka cara mengolah makanan, termasuk membakar, memanaskan dengan batu, dan memanggang. Terdapat beberapa spekulasi mengenai awal mula manusia memakan daging yang dibakar, diantaranya pengalaman kebakaran hutan yang membakar semua hewan di dalamnya, dan ketidaksengajaan memakan daging yang jatuh ke dalam perapian, seperti dikutip dari Live Science dan Okezone [4].

Teknik dan alat memanggang daging di masa tersebut mungkin dapat dilihat pada cara memanggang yang masih dilakukan beberapa suku di Indonesia hingga sekarang. Orang Mentawai di Sumatera Barat misalnya, menggunakan bumbung bambu untuk membakar bahan makanan seperti sagu, keladi, pisang, atau ikan [5]. Membakar bahan makanan dengan bambu juga masih dilakukan oleh orang-orang Mamuju di Sulawesi Barat dan Toraja di Sulawesi Selatan. Caranya dengan memasukkan potongan-potongan kecil daging yang telah dicampur dengan daun miana dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, garam, jahe, serai, dan lain-lain ke dalam batangan bambu lalu dibakar. Makanan ini dikenal dengan nama Pa'piong.

Cara berbeda dilakukan oleh orang-orang di daerah pegunungan Papua. Pemanggangan bahan makanan biasa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengasapan dengan kayu bakar, pemanggangan dengan abu panas, dan pemanggangan dengan batu-batu yang telah dibakar. Menurut Hari Suroto (Peneliti Arkeologi Brin) yang dikutip dari Tempo, pengasapan dengan kayu bakar biasanya untuk daging hewan buruan seperti babi. Daging yang diasap, selain memiliki cita rasa enak, juga lebih tahan lama disimpan, dan memiliki kadar lemak yang jauh lebih sedikit. Jenis kayu yang digunakan untuk pengasapan yaitu kayu kasuari. Abu panas digunakan untuk memanggang umbi-umbian, seperti keladi, ubi jalar, singkong, dan jagung. Adapun pemanggangan dengan batu bakar dilakukan dengan pertama-tama membakar batu sampai berwarna merah membara, kemudian menyiapkan sebuah lubang dalam tanah di dekat lokasi pembakaran batu. Batu yang telah dibakar selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang, lalu di atasnya disusun bahan-bahan makanan yang akan dipanggang, seperti umbi-umbian, pisang, dan daging hewan, ditutup dengan daun ubi jalar atau sayur-sayuran, dan di atasnya dimasukkan lagi batu-batu panas. Setelah kurang lebih tiga jam, makanan diperkirakan telah matang, dan batu-batu, daun-daun penutup, serta makanan akan diangkat lalu disantap bersama [6]. 

Nah, kira-kira apakah ada yang tertarik mencoba barbeque dengan teknik ala-ala masa prasejarah seperti demikian? 

Referensi:
[1] Hale, Smoky. 2000. The Great American Barbecue and Grilling Manual. Abacus Publishing.
[2] Jacob, T. 1989. Evolusi Makanan Manusia dari Paleonutrisi dan Paleoekonomi Menuju Gizi Futuristik, dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi V Yogyakarta, 4-7 Juli 1989. Jakarta, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Hal. 5-31.
[3] https://techno.okezone.com/read/2008/07/04/56/124744/barbeque-ritual-700ribu-tahun-lalu
[4] Christyawaty, Eny. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan Tradisi Prasejarah pada Suku Mentawai. Buku:  Jejak Pangan dalam Arkeologi. Balar Medan. Hal. 26-39.
[5] Kustiani, Rini. 2002. Cara Memasak di Pegunungan Papua, Tak Kenal Minyak Goreng karena Tiada Pohon Kelapa. https://travel.tempo.co/read/1578386/cara-memasak-di-pegunungan-papua-tak-kenal-minyak-goreng-karena-tiada-pohon-kelapa.
[6] Nasoichah, Churmatin. 2009. Pengawetan Makanan: Upaya Manusia dalam Mempertahankan Kualitas Makanan (Berdasarkan Data Prasasti Masa Jawa Kuno). Buku: Jejak Pangan dalam Arkeologi. Balar Medan. Hal. 1-15.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun