Mohon tunggu...
Hasan Arbi
Hasan Arbi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Tradisi "Lufu Kie'' Tidore pada Era Modern

7 Desember 2017   23:13 Diperbarui: 8 Desember 2017   02:26 2648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

foto: flickr.com/igaleri
foto: flickr.com/igaleri

            Lufu kie adalah ritual mengelilingi pulau Tidore lewat jalur laut menggunakan kapal-kapal Kesultanan dan menyinggahi beberapa tempat keramat sebagai bentuk ziarah terhadap leluhur. Menurut Yakub Husein, Lufu Kie ialah perjalanan Sultan Nuku dengan pasukannya untuk merebutkan kembali kekuasaannya dari Sultan Kamarullah yang diangkat oleh Hindia Belanda sebagai Sultan Tandingan demi Kepentinga Kekuasaan Belanda yang dikenal dengan Revolusi Tidore pada ratusan tahun lalu tanpa penumpahan darah (dikpora-tidorekepulauan.siap.web.id). 

Pendapat ini didukung oleh sumber lain yang mengatakan bahwa Lufu Kie adalah gelar armada perang untuk menakuti Kompeni Belanda. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Lufu Kie adalah perjalanan armada perang Kesultanan mengelilingi pulau Tidore dan berziarah ke tempat keramat para leluhur.

            Prosesi Lufu Kie merupakan ritual yang ada sejak masa pemerintahan Sultan Nuku, yaitu pada tahun 1797-1805. Namun, diberlakukannya ritual ini belum dapat dipastikan kapan tanggal dan bulannya. Oleh karena itu, ritual ini diperkirakan dilakukan di masa pemerintahan sultan Nuku. 

Ritual tersebut kemudian diabadikan oleh Pemerintah Kota Tidore sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam memperingati hari jadi Kota Tidore, yaitu pada 12 April. Tradisi Lufu Kie dilakukan setiap tahun dengan misi mengenalkan budaya kepada generasi muda akan pentingnya sejarah dan budaya. Dengan demikian Pemerintah Kota Tidore mengambil kebijakan tersebut dan disetiap tahun selalu dirayakan.

            Tradisi Lufu Kie menggunakan 12 perahu yang diawali dari keraton kesultanan, Sultan didampingi Jou Boki (istri Sultan) bersama para bobato dan imam syarah, keluar dari keraton diiringi shalawat oleh Imam Ngofa dan Imam Togubu. Sultan dan rombongan berjalan kaki dari keraton menuju Dora Kolano (dermaga Kesultanan Tidore). 


Armada yang digunakan mengubah formasi barisan berbentuk lingkaran dan melakukan tawaf sambil membaca doa memohon perlindungan kepada Allah SWT. Kemudian mengelilingi pulau Tidore serta berziarah ke beberapa titik yang dianggap sebagai tempat keramat. Para rombongan Sultan berhenti di tempat-tempat keramat sekitar 15 tempat untuk melakukan ritual-ritual, seperti doa-doa guna mempersembahkan kepada leluhur Tidore yang telah memperjuangkan Tidore pada masanya. Selain itu, Sultan dan rombongan juga menyinggahi Dodoku Ali (Dermaga Kesultanan Ternate) sebagai bentuk persaudaraan yang telah terikat ratusan tahun lalu. Perjalanan tersebut ditutup dengan kembalinya Sultan dan para rombongan ke Dora Kolano.

Tradisi Lufu Kie di Zaman Modern

           Berkembangnya zaman memengaruhi sistem sosial yang berlaku sejak dulu. Gencarnya globalilasi dan apatisnya generasi baru terhadap kebudayaan lokal menjadi ancaman yang serius. Tradisi Lufu Kie yang diadakan setiap tahun di bulan April semakin melemah. Hal tersebut ditandai dalam prosesi perayaan Hari Jadi Tidore yang ke 909 pada April 2017 lalu, yaitu ritual Lufu Kie diganti dengan Parade Juanga oleh Pemerintah Kota Tidore Kepulauan dan Kesultanan Tidore. 

Meskipun terlihat kemiripan dengan menggunakan armada perang, tapi dalam Parade Juanga, armada Kesultanan Tidore tidak lagi melakukan ziarah ke beberapa lokasi keramat di sepanjang pulau Tidore, seperti halnya Lufu Kie. Namun, hanya satu kali perjalanan yang bertolak dari dermaga Kesultanan Tidore dan turun di Dermaga Kesultanan Ternate sebagai silaturahmi antar Kerajaan Tidore dan Ternate. Setelah itu, para awak Kesultanan kembali ke Dermaga Kesultanan Tidore tanpa mengelilingi Pulau Tidore terlebih dahulu. 

Oleh sebab itu, dapat dicurigai bahwa arus globalilasi telah merambat dalam tradisi yang ada di Tidore. Akan tetapi, tidak sepenuhnya tradisi Lufu Kie hilang karena terlihat ada tradisi baru yang hadir dan menggantikan peran tradisi Lufu Kie, yaitu Parade Juanga. Hal ini mengurangi sisi sakral yang ada sebelumnya dalam Lufu Kie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun